Lokasi Baru Kebakaran Lahan Mulai Bermunculan di Sumatera
Kebakaran hutan dan lahan di Sumatera mulai merambah ke kawasan provinsi yang jarang terbakar, seperti Sumbar, Lampung, dan Bengkulu. Diduga, kebakaran lahan salah satunya karena aktivitas pembukaan lahan sawit.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Sebuah helikopter jenis Super Puma milik APP Sinar Mas melakukan upaya bom air di lahan terbakar yang terletak di Desa Kayu Labu, Kecamatan Pedamaran Timur, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, 18 Juli 2018. Luas lahan yang terbakar di Sumatera Selatan terus meningkat seiring memasuki musim kemarau.
PALEMBANG, KOMPAS — Kebakaran hutan dan lahan di Sumatera mulai merambah ke provinsi yang jarang terjadi kebakaran, seperti Sumatera Barat, Lampung, dan Bengkulu. Kondisi ini diduga terjadi akibat aktivitas pembukaan lahan baru untuk komoditas perkebunan tertentu. Fenomena ini harus menjadi peringatan bagi semua pihak untuk waspada, apalagi saat ini sudah memasuki musim kemarau.
Hal itu disampaikan Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan (PPIKHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) wilayah Sumatera Ferdian Krisnanto seusai menyerahkan penghargaan Program Udara Bersih Indonesia, kerja sama antara IPB University dan Field Indonesia, di Kantor Balai PPIKHL Wilayah Sumatera di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (21/4/2022). Penghargaan itu diberikan kepada petugas Manggala Agni dan Masyarakat Peduli Api terbaik di tingkat PPIKHL Sumatera.
Ferdian menyampaikan, periode Januari-Maret 2022, ketiga daerah yang mengalami kebakaran cukup besar adalah Sumatera Barat (Sumbar) dengan total luas lahan terbakar mencapai 5.275 hektar, Lampung seluas 2.372 hektar, dan Bengkulu seluas 215 hektar. Padahal, di tahun-tahun sebelumnya, ketiga provinsi ini jarang mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Tingkat kebakaran lahan di Sumbar dan Lampung kali ini jauh lebih besar dibandingkan dengan luas lahan terbakar di daerah langganan karhutla di Sumatera, yakni Riau (1.089 hektar), Sumatera Utara (763 hektar), Sumsel (114 hektar), dan Jambi (79 hektar).
”Bahkan, untuk memadamkan kebakaran di Sumatera Barat, kami harus mengerahkan petugas dari Daerah Operasi Jambi karena tidak ada petugas Manggala Agni di Sumbar,” ungkap Ferdian.
DOKUMENTASI TAGANA PASAMAN
Api melalap perkebunan karet telantar di Nagari Aia Manggih, Kecamatan Lubuk Sikaping, Pasaman, Sumatera Barat, Selasa (10/3/2020). Cuaca kering dalam beberapa hari terakhir memicu kebakaran lahan di sejumlah wilayah Sumbar.
Dia menduga kebakaran lahan di Sumbar dan Bengkulu disebabkan oleh aktivitas pembukaan lahan untuk kebun kelapa sawit. Dugaan itu muncul karena di lahan bekas terbakar ditumbuhi tunas-tunas muda kelapa sawit.
Berdasarkan pantauan citra satelit, ujar Ferdian, aktivitas membuka lahan di Sumbar sudah mulai terlihat sejak Oktober 2021. Dugaan itu diperkuat dengan adanya aktivitas pembersihan di lahan bekas terbakar itu. Hal serupa terjadi di Bengkulu, terutama di Kabupaten Mukomuko. Adapun untuk kebakaran di Lampung terjadi di Taman Nasional Way Kambas.
Dia menduga kebakaran lahan di ketiga daerah tersebut disebabkan oleh aktivitas pembukaan lahan untuk kebun kelapa sawit.
Untuk menanggulangi karhutla di wilayah Sumatera, pihaknya sudah rutin melakukan patroli dan juga menyiapkan petugas di kawasan lahan rawan terbakar sejak awal 2022. Tujuannya agar ketika terjadi kebakaran, dapat diketahui dan dipadamkan sejak dini.
Anis Susanti Aliati, Kepala Subdirektorat Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, mengatakan, munculnya potensi kebakaran lahan di lokasi yang bukan daerah rawan juga terjadi di wilayah Nusa Tenggara, Sulawesi Tenggara, serta Papua.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Kebakaran terjadi di Desa Muara Medak, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Minggu (29/7/2018). Lima helikopter dikerahkan untuk memadamkan api yang membara di atas lahan gambut tersebut.
Namun, memang selama ini yang menjadi fokus perhatian adalah kawasan Sumatera dan Kalimantan karena selain memiliki lahan gambut yang sangat luas, kedua pulau ini juga berbatasan langsung dengan negara lain. ”Jangan sampai nama baik Indonesia tercoreng akibat kebakaran lahan yang terjadi. Apalagi saat ini Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi G20,” kata Anis.
Kebakaran lahan dilatarbelakangi oleh berbagai sebab yang tentu berbeda di setiap daerah. ”Namun, yang pasti, 99 persen kebakaran disebabkan oleh ulah manusia,” ucapnya.
Mitigasi bencana
Untuk mencegah terjadinya kebakaran, upaya mitigasi terus dilakukan, seperti penggunaan tiga citra satelit untuk memantau munculnya titik panas. Data tersebut akan menjadi pedoman bagi petugas untuk melakukan tindakan lanjutan.
Selain itu, ujar Anis, dilakukan pembasahan lahan untuk mengurangi risiko kebakaran menggunakan teknologi modifikasi cuaca (TMC). Teknologi yang mulai diterapkan pada 2020 itu dilakukan pada musim peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Awan hujan disemai untuk membasahi lahan atau mengisi embung yang bisa digunakan sebagai sumber air ketika terjadi kebakaran di sekitar kawasan tersebut.
Karena dianggap efektif mengurangi risiko kebakaran, TMC terus dilanjutkan. Bahkan, pada April 2022, TMC sudah dijalankan di Riau. Selanjutnya, akan diterapkan juga di Sumsel, Jambi, dan Kalimantan Barat. Kamera pantau thermal juga disematkan di sejumlah daerah operasi untuk memantau potensi kerawanan kebakaran di suatu wilayah.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan (PPIKHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) wilayah Sumatera Ferdian Krisnanto (paling kiri) memberikan sambutan sebelum penyerahan penghargaan Program Udara Bersih Indonesia, kerja sama antara IPB University dan Field Indonesia di Kantor Balai PPIKHL Wilayah Sumatera di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (21/4/2022). Penghargaan itu diberikan kepada petugas Manggala Agni dan Masyarakat Peduli Api terbaik di tingkat PPIKHL Sumatera.
Upaya patroli rutin, mandiri, dan terpadu juga dilakukan untuk menekan risiko kebakaran lahan. Patroli rutin dan mandiri dilakukan oleh tim Manggala Agni, bahkan sebelum musim kemarau tiba guna mengurangi risiko kebakaran. Adapun untuk patroli terpadu, dilibatkan juga petugas dari TNI-Polri dan Masyarakat Peduli Api.
Namun, yang paling utama adalah meningkatkan kesadaran masyarakat yang tinggal di kawasan rawan terbakar untuk tidak lagi membuka lahan dengan cara membakar. Tokoh agama dan tokoh masyarakat dilibatkan untuk menyampaikan pesan agar dapat diikuti warga. ”Apalagi fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) menyatakan membakar hutan dan lahan adalah haram,” ucap Anis.
Apalagi, fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) menyatakan, membakar hutan dan lahan adalah haram. (Anis Susanti Aliati)
Peringatan
Pakar kebakaran hutan dan lahan dari IPB University, Bambang Hero Saharjo, mengatakan, munculnya kebakaran lahan di lokasi baru menjadi peringatan bagi semua pihak untuk lebih sigap dalam mengantisipasi karhutla di segala lini.
Bisa jadi kebakaran di sana sudah kerap terjadi. Namun, tidak mencuat karena tidak diberitakan. Jika situasi tersebut dibiarkan terjadi, kerusakan lingkungan akan menjadi kenyataan. ”Kerusakan ekosistem rawa dan polutan akan sangat merugikan masyarakat,” ujarnya.
Bambang menaksir, ketika sebuah lahan terbakar, kerugian yang akan ditimbulkan berkisar Rp 250 juta-Rp 350 juta per hektar. Karena itu, pemanfaatan teknologi sebagai indikator mitigasi juga perlu digunakan agar langkah antisipasi dapat diterapkan secara lebih dini. Upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan pasca-kebakaran berupa penegakan hukum, restorasi, dan rehabilitasi lahan harus dilakukan secara optimal.
Bambang mengingatkan, jangan sampai upaya mitigasi itu hanya sebatas deteksi atau opini, tetapi harus diselesaikan dengan eksekusi yang tuntas. ”Termasuk penegakan hukum untuk memberikan efek jera kepada mereka yang terlibat,” ucapnya.
Audit kepatuhan (audit compliance) juga perlu digalakkan untuk memastikan bahwa semua pihak sudah menjalankan tugasnya dengan baik. ”Pemerintah harus memastikan perusahaan sudah menjalankan kewajiban untuk mencegah karhutla di kawasannya, termasuk menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai,” ujarnya.
Menurut Bambang, kebakaran yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir sudah jauh menurun dibandingkan dengan 2015. Hal ini disebabkan sudah adanya integrasi dan kemajuan teknologi untuk mengantisipasi kebakaran sejak dini. ”Antisipasi kebakaran lahan bukan urusan satu pihak, melainkan semua pihak karena karhutla di Indonesia sudah menjadi perhatian dunia,” kata Bambang.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi Mohamad Nasir, Sabtu (27/10/2018), memantau pesawat yang digunakan untuk melakukan teknologi modifikasi cuaca (TMC) di Pangkalan TNI Angkatan Udara Sri Mulyono Herlambang. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) kekurangan pesawat untuk melakukan TMC.
Dekan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University Naresworo Nugroho mengatakan, pencegahan dan pengendalian karhutla membutuhkan peran serta koordinasi antarpemangku kepentingan. Khusus untuk IPB, pihaknya akan terus mendukung pemerintah untuk membuat kajian ilmiah berbasis data di lapangan dan sumber keilmuan.
Sejumlah sistem pun sudah dibuat untuk mendukung upaya mitigasi dini agar kebakaran dapat segera padam dan tidak menimbulkan efek buruk bagi segala makhluk dan lingkungan. ”Teknologi dan sistem yang dibuat diharapkan dapat membuat pencegahan dan penanggulangan bencana lebih presisi dan tepat sasaran,” ungkap Naresworo.