Warga Surabaya Didorong Selalu Siap Siaga Hadapi Bencana
Semua unsur di Kota Surabaya perlu selalu siaga dan siap menjadi sukarelawan dalam menghadapi potensi bencana alam. Kesiapsiagaan mesti dimulai dari warga.
Oleh
AGNES BENEDIKTA SWETTA BR PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Semua unsur di Kota Surabaya perlu selalu siaga dan siap menjadi sukarelawan dalam mengantisipasi potensi bencana alam. Kesiapan masyarakat menghadapi ancaman menentukan besar kecilnya risiko dan dampak bencana.
Pemerintah Kota Surabaya menggelar apel Kesiapsiagaan Bencana sekaligus simulasi penanganan bencana di halaman Balai Kota Surabaya, Selasa (26/4/2022). Apel itu dipimpin langsung Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
Pada kesempatan itu, Eri memberikan semangat kepada sekitar 1.000 personel sekaligus mengecek berbagai peralatan menghadapi bencana. Setelah pengecekan peralatan, BPBD bersama Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan menggelar simulasi penanganan bencana yang diperagakan oleh anggota staf Pemkot Surabaya. Saat itu diilustrasikan ada bencana hingga ada yang terluka, dengan sigapnya BPBD menolong mereka.
Dalam simulasi tersebut, ada sejumlah korban bencana kebakaran yang harus loncat dari ketinggian karena sudah terjebak. Korban terpaksa loncat dari ketinggian, tetapi di bawah sudah dipasang rescue air cushion oleh petugas. Pada kesempatan itu, Eri mengingatkan seluruh pihak kembali menyiapkan diri menghadapi ancaman bencana. Kesiapsiagaan bencana perlu dibangun sejak dini, dimulai dari lingkungan keluarga.
Hari Kesiapsiagaan bencana ini bukanlah kegiatan seremonial semata. Namun, harus menjadi alarm buat semua untuk selalu siap dan sigap dalam menghadapi bencana. (Eri Cahyadi)
Hal ini dilakukan karena Kota Surabaya ini memiliki risiko dalam ancaman bencana, di antaranya angin kencang yang mengakibatkan pohon tumbang, banjir rob atau pasang air laut, cuaca ekstrem, dan gempa bumi, juga bencana non-alam seperti kecelakaan, kebakaran dan pandemi.
”Kesiapan masyarakat menghadapi ancaman menentukan besar kecilnya risiko dan dampak bencana yang akan dihadapi,” katanya.
Sebagai wujud kesiapsiagaan, Pemkot Surabaya menyiapkan sarana-prasarana pendukung penanganan bencana, yaitu 63 puskesmas dan unit-unit ambulans, 5 rayon dan 16 pos pembantu pemadam kebakaran yang dilengkapi dengan 86 unit pemadam kebakaran, termasuk unit Bronto Skylift yang bisa menjangkau ketinggian 42 meter, 55 meter dan 104 meter.
Selain itu, pintu air dan rumah pompa juga disiagakan, tujuh posko terpadu dan 16 pos pantau, monitor pemantau cuaca yang terpasang di pesisir Surabaya, dan Command Center 112 selama 24 jam dapat dihubungi warga secara gratis untuk kejadian darurat dan bencana.
Segera melapor
Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Surabaya Dedik Irianto mengatakan, informasi berbagai kejadian di Surabaya bisa dilaporkan langsung oleh warga melalui kontak 112. Laporan melalui 112 tidak hanya terkait kebakaran, tetapi juga kecelakaan atau bencana alam seperti banjir, gempa atau gelombang tinggi ataupun pohon tumbang.
Warga Surabaya begitu peduli dengan lingkungannya sehingga segala peristiwa yang terjadi di sekitarnya begitu cepat dilaporkan. Hal ini karena Pemkot Surabaya rutin menggelar edukasi pengurangan risiko bencana pada masyarakat. Dengan demikian, sukarelawan pun ada dari tingkat kelurahan bahkan rukun tetangga.
Untuk itu, Pemkot Surabaya secara rutin melakukan edukasi pengurangan risiko bencana antara lain dengan pembinaan dan pelatihan penanggulangan bencana di tingkat Dasa Wisma, pembentukan Kelurahan Siaga Bencana, sosialisasi mitigasi bencana di sekolah-sekolah, perkantoran, gedung bertingkat, dan dilanjutkan dengan simulasi bencana.
Eri menambahkan, pemberdayaan sukarelawan dan masyarakat untuk ikut serta terlibat dalam kesiapsiagaan bencana sehingga tanggung jawab untuk menyelamatkan kota ini dari bencana, baik kebakaran maupun bencana alam, tidak melulu menjadi tanggung jawab Pemkot Surabaya. Namun, setiap kampung mengetahui apa yang harus dikerjakan ketika terjadi bencana, pasti akan lebih cepat penanganannya.
Untuk itu menurut Eri, Pemkot Surabaya tidak bisa bekerja sendirian dalam penanggulangan bencana, melainkan merupakan tanggung jawab bersama, yaitu pemerintah daerah, unsur masyarakat, dunia usaha, akademisi, serta media massa.
Dengan pendekatan pentahelix, ia mengajak masyarakat meningkatkan kapasitas dengan pengenalan risiko dan acaman bencana di wilayah masing-masing, keterampilan menyelamatkan diri, bertahan, serta cepat bangkit seusai bencana.
”Hari Kesiapsiagaan bencana ini bukanlah kegiatan seremonial semata. Namun, harus menjadi alarm buat semua untuk selalu siap dan sigap dalam menghadapi bencana,” pungkasnya.