Surabaya Butuh Pendekatan Baru untuk Tangani Banjir
Penanganan banjir di Surabaya, Jawa Timur, tidak bisa lagi sekadar dengan pengerukan dan operasional pompa. Butuh pendekatan utuh untuk memastikan jaringan drainase terhubung dan dapat berfungsi maksimal.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Perbaikan prasarana tidak bisa begitu saja dapat meminimalkan potensi banjir di Kota Surabaya, Jawa Timur. Butuh ragam langkah baru dan terintegrasi untuk mencegah banjir terus muncul dan merugikan masyarakat.
Hal itu dikatakan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Senin (3/1/2022), menyikapi potensi banjir pada tahun ini. Banjir menjadi salah satu bencana alam yang kerap terjadi di Surabaya setidaknya hingga Desember 2021.
Menurut Eri, penanganan banjir di suatu wilayah tidak bisa selesai dengan sekadar mengeruk, melebarkan, atau menambah saluran air. Banjir harus ditangani dari hulu ke hilir, termasuk memastikan keandalan sistem atau jaringan saluran, sungai, dan pompa-pompa air.
Banjir di kawasan Jalan Raya Lontar, misalnya, kata Eri, bisa teratasi setelah pembuatan bozem atau waduk disertai jaringan saluran air. Contoh lain adalah banjir di kawasan Universitas Negeri Surabaya di Kampus Lidah Wetan, yang kini mulai teratasi setelah pembangunan saluran terhubung Kali Makmur dan bozem.
Ragam pendekatan baru itu, kata Eri, perlu dilakukan karena perubahan fisik di Surabaya. Di Ketintang, Kecamatan Gayungan, dan Karah di Kecamatan Jambangan, misalnya, sebelumnya didominasi persawahan dengan jaringan irigasi. Air pada jaringan sungai dan saluran yang penuh, dulu dialirkan ke lahan-lahan budidaya tersebut.
Namun, seiring waktu, sawah hampir habis oleh pembangunan perumahan. Kini, air harus dialirkan melalui jaringan saluran dialirkan ke sungai-sungai atau saluran-saluran yang lebih besar.
”Penyelesaian banjir tidak bisa sesederhana, misalnya begini, ada wilayah yang banjir berarti kemudian saluran di sana harus dikeruk sehingga nanti tidak banjir lagi. Bukan begitu,” ujar Eri.
Ketua DPRD Kota Surabaya Adi Sutarwijono mengatakan, pihaknya akan memberikan perhatian lebih pada penanganan bencana hidrometeorologi, terutama banjir dan rob. Dia yakin hal itu bisa dilakukan setelah melihat pandemi mulai melandai. Sejak pandemi awal 2020, pihaknya harus melakukan penanggaran ulang untuk penanganan Covid-19.
Adi mengatakan, anggaran penanganan banjir senilai Rp 600 miliar pada 2021. Tahun ini, APBD Surabaya senilai Rp 10,3 triliun. ”Anggaran penanganan banjir lebih kurang sama seperti tahun lalu. Namun, pemanfaatannya harus lebih fokus sehingga masalah tersebut bisa benar-benar dituntaskan,” katanya.
Banjir masih merendam enam kecamatan di Lamongan selama tiga pekan terakhir. Luapan Bengawan Njero, anak Sungai Bengawan Solo, menggenangi Kecamatan Turi, Deket, Karangbinangun, Karanggeneng, Glagah, dan Kecamatan Kalitengah.
Akibatnya, tidak kurang dari 1.800 rumah terdampak banjir. Selain itu, lebih dari 1.000 hektar sawah dan ladang rusak. Senin pagi, Kementerian Sosial mengirimkan 1.000 paket kebutuhan pokok. Paket itu diharapkan membantu warga untuk menyambung hidup.
Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Daerah Lamongan Arif Bakhtiar mengatakan, seluruh aparatur pemerintahan diminta bergerak mengatasi hal ini. Fungsi pompa air dan cek dam harus dimaksimalkan untuk mengurangi genangan. Selain itu, pembersihan waduk dari eceng gondok dan tanaman yang membuat pendangkalan tengah dilakukan.
Selain itu, pemda juga akan kembali mendesak pemerintah provinsi dan pusat untuk penanganan banjir secara menyeluruh. Alasannya, Lamongan adalah daerah hilir dari sungai-sungai yang berhulu di Ngawi, Bojonegoro, dan Tuban.