Cegah Penularan Covid-19, Prosesi Semana Santa di Larantuka Kembali Ditiadakan
Semana Santa di Larantuka, Flores Timur, kembali dibatalkan untuk ketiga kalinya. Pembatalan ini untuk mencegah penularan Covid-19.
LARANTUKA, KOMPAS — Keuskupan Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, kembali meniadakan prosesi Semana Santa saat Jumat Agung, Jumat (15/4/2022). Gereja Katolik Larantuka bersolidaritas dengan semua pihak demi kemanusiaan dalam rangka memutus rantai penyebaran Covid-19 di wilayah itu.
Kegiatan liturgi gereja selama pekan suci tetap berlangsung, dengan protokol kesehatan yang ketat. Tradisi adat Semana Santa dijalankan oleh internal suku-suku di Larantuka tanpa kerumunan massa.
Vikaris Jenderal Keuskupan Larantuka RD Gabriel Unto Dasilva di Larantuka, Rabu (23/3/2022), mengatakan, alasan pembatalan Semana Santa tahun ini adalah kita sedang dalam masa pandemi Covid-19.
Larantuka masih pada level 3 sehingga sangat berisiko terjadi penularan virus antarmanusia yang hadir ribuan orang. Pembatalan ini juga bagian dari imbauan Paus Fransiskus bahwa umat Katolik harus terlibat memutus rantai penyebaran Covid-19 ini, di mana saja berada.
Atas dasar ini menurut Dasilva, Keuskupan Larantuka yang meliputi Kabupaten Flores Timur dan Kabupaten Lembata kembali membatalkan prosesi Semana Santa tahun ini.
”Ini pembatalan ketiga kali berturut-turut.Keuskupan Larantuka ingin bersolidaritas dengan semua orang yang berkehendak baik, memutus rantai penyebaran Covid-19 ini, menciptakan kesejahteraan dan kedamaian umat manusia,” tuturnya.
Surat Uskup Larantuka Mgr Fransiskus Kopong Kung antara lain menyebutkan, situasi pandemi Covid-19 di wilayah Keuskupan Larantuka masih berada pada level 3 per 17 Maret 2022. Demi keselamatan dan kesehatan seluruh warga, keuskupan membatalkan dan meniadakan seluruh perayaan devosional tradisi Semana Santa, Jumat (15/4).
Pembatalan itu berlangsung di Larantuka, Konga berjarak 10 km arah barat Larantuka, dan Wureh di Pulau Adonara, berhadapan langsung dengan Larantuka.
Baca Juga: Tradisi Semana Santa di Larantuka Menjadi Ikon Katolik Nasional
Demikian pula paroki-paroki yang selama ini menggelar prosesi Jumat Agung sampai dengan tahun 2019, seperti di Lewoleba, Lembata, agar tidak menyelenggarakan devosi dan prosesi Semana Santa danSabtu Alleluyah. Biasanya dalam kerumunan sangat sulit mengendalikan orang untuk menjalankan protokol kesehatan secara ketat, terutama menjaga jarak.
Pekan suci
Semana Santa atau Hari Bae adalah ritual perayaan Pekan Suci Paskah selama 7 hari berturut-turut. Pada saat itu, umat Katolikmerenung dan menghayati kisah sengsara, wafat, dan kebangkitan Tuhan.
Dasilva mengatakan, perayaan liturgi pekan suci, terhitung Minggu (10/4/2022), diawali dengan misa Minggu Palma sampai dengan hari raya Paskah, Minggu (17/4/2022), tetap berlangsung seperti biasa di gereja-geraja dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Ini pembatalan ketiga kali berturut-turut.
Mengurai kepadatan umat yang hadir saat itu, paroki-paroki agar menyelenggarakan misabeberapa kali, sesuai jumlah umat, dan ruangan gereja. Kapasitas ruangan gereja terisi 30-50 persen per misa.
”Hal-hal teknis pelaksanaanmisa di dalam geraja diatur oleh pastor paroki masing-masing, terkait upaya menghindari penularan Covid-19. Menjaga jarak 1 meter di dalam gereja dan menghindari kerumunan saat masuk dan keluar gedung gereja, ini juga perlu diatur selain protokol kesehatan lain,”kata Dasilva.
Baca Juga: Semana Santa di Larantuka 2021 Dibatalkan karena Covid-19
Soal kesehatan, itu ditentukan oleh ahli-ahli kesehatan. Gereja tidak punya kewenangan untuk itu, kecuali mengikuti petunjuk para ahli kesehatan. Gereja hanya memiliki kewenangan menjaga nilai-nilai religius, moral, dan perilaku hidup umat.
Deken Larantuka RD Adu Kerans mengatakan, devosi internal suku-suku terkait peringatan kisah sengsara, wafat, dan kebangkitan Tuhandilakukan suku-suku di Larantuka tahun ini setelah berhenti selama 2 tahun berturut-turut. Devosi ini tidak melibatkan orang luar, kecuali anggota suku itu sendiri. Mereka melakukan aktivitas di rumah adat masing-masing, yang disebut tori.
Disebutkan, pintu-pintu tori telah dibuka dan anggotasuku mulai membersihkan patung-patung yang sudah ratusan tahun disimpan di dalam tori itu. Patung Yesus, Bunda Maria, dan patung para santo dan santa yang diperingati di dalam Gereja Katolik dicuci, dibersihkan, dan didoakan.
”Semua ini merupakan kegiatan tahunan, bersamaan dengan devosi kepada Tuan Ma dan prosesi Jumat Agung, yang dibatalkan itu,” katanya.
Tokoh masyarakat Larantuka, Yance Fernandes, mengatakan, sekitar delapan tori atau rumah adatada di Larantuka. Tori Mulawato, misalnya, berada di Kelurahan Pante Besar, tempat berdiam suku Dasilva Mulawato.
Milik suku
Nenek moyang dari suku Dasilva ini datang dari Semenanjung Malaka dengan membawa patung Missericordiae. Tori Aikoli disebut juga Tori Tuan Trewa, milik suku Fernandes Aikoli, berdiam di Kelurahan Larantuka.
Baca Juga: Malam Perjamuan Tuhan, Umat Katolik di Kupang Doakan Kerukunan Bangsa
Kemudian, ada Tori Mesti de Kampo, milik suku Riberu dan Dagomes. Tori ini berada di Pante Kebis Larantuka, dengan tugas sebagai pemimpin doa dan pengajar agama. Tori Sau atau Diaz terdapat di Kelurahan Pohon Siri. Di tori ini disimpan sejumlah benda kudus, termasuk Patung St Antonius dari Padua.
Sesuai tradisi, patung-patung dari delapan tori itu dibawa oleh kepala suku masing-masing ke Kapela Tuan Ma dan diletakan di sekitar patung Tuan Ma (Bunda Maria) untuk disembah dan didoakan oleh para peziarah rohani. Namun, pengarakan patung-patung ke Kapela Tuan Ma tahun ini tidak dilaksanakan, sesuai dengan pembatalan prosesi Jumat Agung tahun ini.
Menurut Fernandes, tori itu sama dengan
k
orke dalam suku Lamaholot pada umumnya. namun pergantian nama dari korke ke tori setelah bangsa Portugis datang ke Larantuka tahun 1500-an, menyiarkan agama katolik di wilayah itu.
Saat itu, para pastor Katolik memperhatikan masyarakat Larantuka dan sekitarnya berdevosi ke patung-patung kayu, yang mereka buat sendiri sebagai representasi kehadiran leluhur mereka.
”Para misionaris saat itu menggantikan patung-patung itu dengan patung Bunda Maria, Santo Yosef dan patung Yesus yang mereka bawa. Hal ini diterima baik oleh warga lokal dan dijaga sampai hari ini,” kata Yance.
Baca Juga: ”Tuno Manuk”, Ritual Adat Keseimbangan Hidup Suku Lamaholot
Korke, rumah adat di kalangan suku Lamaholot, yang ada di Desa Demondei, Adonara. Tampak Ketua Adat Petrus Derama (kedua dari kiri) duduk di panggung korke, Senin (27/9/2021), membawakan doa-doa adat pada malam pengukuhan doa penyatuan antara Tuhan, sesama, dan alam semesta. Saat ini pula, setiap ayam disembelih disertai penyampain ujud masing-masing peserta. Korke semacam ini di Larantuka telah diganti menjadi tori, tempat menyimpan benda-benda rohani Katolik.
Yance sendiri mengaku sedih tidak hadir di Larantuka mengikuti prosesi Semana Santa selama tiga tahun berturut-turut. Biasanya, setiap memasuki pekan suci, ia bersama keluarga satu pekan sebelumnya sudah hadir di Larantuka, bersama semua anggota keluarga lain.Sesuai tradisi, semua orang Larantuka dan sekitarnya, di mana saja berada, tetap hadir pada prosesi Jumat Agung.
Orang Larantuka, yang sudah ratusan tahun menggelar prosesiSemana Santa ini, merasa hampa secara rohani, tanpa prosesi Jumat Agung. Sementara bagi Pemkab Flores Timur, para pengusaha dan masyarakat umum, pembatalan Semana Santa selama 3 tahun berturut-turut cukup merugikan mereka dari sisi pendapatan asli daerah dan peningkatan ekonomi masyarakat setempat.