Hadirkan Aksi Nyata Atasi Perubahan Iklim
Parlemen dari 115 negara anggota Inter-Parliamentary Union (IPU) berkumpul di Bali dalam Sidang Majelis Ke-144 IPU. Beberapa isu, mulai dari perubahan iklim, perdamaian, hingga pemulihan ekonomi pascapandemi dibahas.
BADUNG,KOMPAS — Tantangan perubahan iklim dan transisi energi perlu diatasi bersama. Parlemen setiap negara diharap bisa memobilisasi kebijakan yang nyata dan konkret.
Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa tantangan yang sangat besar di masa depan adalah perubahan iklim. Kendati kerap dibahas dalam pertemuan global, aksi nyata di lapangan belum signifikan.
Dalam pembukaan Sidang Ke-144 IPU (144 Inter-Parliamentary Union) di Bali International Convention Center, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Minggu (20/3/2022), Presiden mencontohkan transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT). Hal ini sulit direalisasikan terutama di negara berkembang. Sebab, diperlukan mobilisasi pendanaan iklim global, investasi, maupun transfer teknologi. "Kalau hanya dibicarakan tanpa mobilisasi, tanpa keputusan, saya pesimis perubahan iklim bisa kita cegah,” tutur Presiden.
Oleh karenanya, Presiden sangat menghargai jika seluruh parlemen negara-negara anggota IPU bersama pemerintah masing-masing mendorong aksi nyata dan konkret di isu ini.
Hadir dalam acara pembukaan ini antara lain Presiden IPU Duarte Pachecho dan Ketua DPR Puan Maharani. Adapun Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres hadir secara daring. Selain itu, acara ini dihadiri sekitar 1.000 orang delegasi dari 115 negara termasuk 33 ketua parlemen negara anggota IPU.
Antonio Guterres mengingatkan hal serupa. Dalam sambutannya, dia mengingatkan parlemen untuk bersama pemerintah masing-masing memastikan kebijakan yang lebih ambisius menuju kondisi berkelanjutan. Selain itu, perang perlu dihentikan. Sebab, selain mengancam perdamaian dan keamanan global, perang memperburuk masalah sosial, kondisi perekonomian, serta menunjukkan ketergantungan global pada bahan bakar fosil.
Dalam pidatonya, Ketua DPR Puan Maharani juga mengajak Sidang ke-144 IPU ini bisa menjadi momentum untuk menyebarkan budaya damai, mempromosikan toleransi, dan dialog, serta menolak kekerasan. Melalui budaya damai, diharapkan perang di Ukraina segera berakhir, gencatan senjata diberlakukan, dan akses bantuan dibuka. Konflik di belahan bumi lainnya juga perlu diselesaikan. Puan mengingatkan pentingnya mendorong kemerdekaan penuh Palestina dan memastikan Myanmar kembali ke jalan demokrasi.
Ia berharap Sidang IPU mampu berperan penting untuk membangun dialog antarparlemen dan membangun jembatan bagi negara yang beda pandangan. Kesempatan ini perlu dimanfaatkan untuk memperkuat demokrasi, perdamaian, hak azasi manusia, dan pembangunan berkelanjutan. Upaya perkokoh demokrasi dinilai penting karena saat pandemi Covid-19, demokrasi di banyak negara mengalami tantangan.
Selain itu, Sidang IPU juga diharap mampu merealisasikan isu-isu seperti penguatan arsitektur kesehatan global, transisi energi, percepatan pemulihan ekonomi global dan dampak pandemi.
“Kita tidak cukup membuat komitmen dan kesepakatan internasional tapi juga merealisasikannya di dalam negeri. Karena itu parlemen harus menunjukkan kepemimpinan untuk mobilisasi aksi nyata,” tuturnya.
Presiden IPU Duarte Pachecho juga mengingatkan supaya semua parlemen anggota IPU untuk membuka jalur dengan parlemen Rusia. Harapannya, peran bisa diakhiri dan jalan dialog menjadi pilihan.
“IPU dalam perannya sudah siap membantu memanfaatkan kemampuan terbaiknya untuk mencapai perdamaian dan kesepakatan diplomatik antara Rusia dan Ukraina,” tuturnya.
Baca juga : Delegasi 155 Negara Hadiri Sidang ke-144 IPU
Kesetaraan gender
Saat membuka Forum of Women Parliamentarians yang digelar di sela-sela 144th IPU Assembly & Related Meetings di Bali International Convention Centre (BICC) Nusa Dua, Bali, Minggu (20/3/2022), Puan Maharani menyampaikan tantangan kesetaraan gender yang masih dihadapi perempuan di dunia politik. Secara global, proporsi anggota perempuan tahun 2021 hanya terjadi peningkatan 0,6 persen.
Keterwakilan perempuan yang masih rendah, disebutnya, bentuk defisit demokrasi. “Kita perlu terus memastikan partisipasi aktif perempuan pada proses pengambilan keputusan, terutama di badan publik,” tuturnya.
Puan juga mengharap IPU menjadi garda terdepan dalam mendorong partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan. Salah satunya adalah melalui program dan kegiatan dari Kelompok Kemitraan Gender IPU. Parlemen setiap negara dunia perlu menjadi agen perubahan dalam mengimplementasikan agenda kesetaraan gender yang lebih baik di negaranya masing-masing.
Indonesia, menurut Puan, selalu berupaya mempromosikan kesetaraan gender di setiap kesempatan. Beberapa capaian disebutkan antara lain presiden perempuan yaitu Megawati Soekarnoputri, menteri-menteri, kepala daerah, dan anggota DPR perempuan, serta Ketua Parlemen perempuan.
Partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan dinilai akan menghasilkan kepemimpinan perempuan di berbagai bidang. Kepemimpinan perempuan itu bisa terjadi di berbagai bidang seperti menjadi penggerak mengatasi perubahan iklim, menangani pandemi, dan bahkan menjaga perdamaian.
“Peran dan kepemimpinan perempuan cukup besar dalam menangani pandemi Covid-19. Perempuan telah berperan di garda terdepan dan mencapai 70 persen tenaga kesehatan dan sosial di seluruh dunia,” tutur Puan.
Beberapa negara yang berhasil menangani pandemi dengan baik dipimpin perempuan, seperti Selandia Baru (Perdana Menteri Jacinda Ardern), Taiwan (Presiden Tsai Ing-wen), Jerman (Kanselir) Angela Merkel, Islandia (Perdana Menteri Katrin Jakobsdottri), hingga Sint Maarten di Kepulauan Karibia (Perdana Menteri Silveria Jacobs).
“Karenanya agenda pemulihan pandemi juga harus memiliki perspektif gender, memberi perhatian bagi kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,” tambah Puan.
Baca juga: Jalan Panjang Pengabdian Politik Perempuan
Forum of Women Parliamentarians ini dihadiri oleh Presiden IPU Duarte Pachecho, Sekjen IPU Martin Chungong, Wakil Presiden Forum Anggota Parlemen Perempuan H. Ramzy Fayez, dan Ketua 33rd Forum of Women Parliamentarians, Irine Yusiana Roba Puteri.
Sementara itu Ketua 33rd Forum of Women Parliamentarians, Irine Yusiana Roba Puteri mengatakan forum parlemen perempuan IPU kali ini akan berdiskusi untuk menghasilkan resolusi. Resolusi pertama terkait ”Memikirkan Kembali dan Membingkai Ulang Pendekatan Proses Perdamaian dengan Pandangan untuk Membina Perdamaian Abadi”, sedangkan resolusi kedua adalah ”Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai Enabler Sektor Pendidikan, Termasuk di Masa Pandemi”.
Irine menambahkan, forum ini penting mengingat pandemi Covid-19 tak hanya berdampak pada masalah kesehatan, tatanan sosial, budaya, politik, dan ekonomi saja. Pandemi Covid-19 disebutnya juga telah memperbesar ketidaksetaraan gender yang dialami perempuan. “Ini terkait dengan beban ganda perempuan, kehilangan mata pencaharian, kekerasan berbasis gender, dan pemenuhan hak asasi manusia bagi para perempuan di daerah konflik serta perempuan disabilitas, lansia, pekerja migran, dan kelompok rentan lainnya,” katanya.
Untuk itu Irine berharap agar diskusi forum parlemen perempuan IPU dapat mendorong terwujudnya kesetaraan gender secara global, bukan hanya di masa pemulihan pandemi Covid-19 namun hingga masa mendatang.