Artefak di Candi Srigading Lebih Beragam dari Situs Lain
BPCB Jawa Timur melanjutkan ekskavasi tahap III di Candi Srigading, Malang. Hasil temuan artefak dari proses ekskavasi di candi ini lebih beragam dibandingkan situs lain.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Tim arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur tengah memindahkan batu andesit berukuran cukup besar dari dalam sumuran Candi Srigading di Desa Srigading, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Minggu (6/3/2022), dalam proses ekskavasi ketiga terhadap situs tersebut.
MALANG, KOMPAS — Artefak yang ditemukan dari Candi Srigading di Desa Srigading, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, semakin beragam. Keragaman temuan dinilai lebih banyak dibanding situs lain yang diekskavasi oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur.
Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, Wicaksono Dwi Nugroho, Minggu (6/3/2022), mengatakan, hingga ekskavasi tahap III ini, sejumlah artefak telah ditemukan, antara lain, tiga buah arca, tiga buah guci perunggu, satu tutup guci dengan pegangan tangan dari emas putih 18 karat, lingga, relief, serta struktur fondasi dan badan candi.
Ekskavasi tahap III dilakukan 3-9 Maret dengan target menggali sumuran, membersihkan sisi utara situs, memunculkan halaman asli candi, dan mendokumentasikan bentuk candi secara keseluruhan. Ekskavasi tahap III hanya berselang satu pekan setelah tahap II (21-26 Februari) dan tahap I (7-12 Februari). Kegiatan itu merupakan kerja sama BPCB, Yayasan Kaloka, dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang.
Adapun ketiga arca yang ditemukan dari ekskavasi tahap I-III, masing-masing Agastya, Mahakala, dan Nandiswara, memiliki dimensi hampir sama, yakni 86-88 sentimeter (cm). Sementara badan sisi bawah candi yang sudah dimunculkan berukuran 8 meter (m) x 8 m dan fondasi 10 m x 10 m dengan tinggi hampir 3 m.
”Biasanya, ketika mengekskavasi situs atau candi, kita sudah kedahuluan oleh Belanda, baik itu ekskavasi maupun pemugaran. Pada situs yang belum diekskavasi Belanda, biasanya kita kedahuluan oleh penjarah atau penggali liar. Candi itu tidak lagi utuh sehingga kita kehilangan banyak data dan variasi candi,” ujarnya.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Proses ekskavasi Situs Srigading oleh tim arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur di Desa Srigading, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (6/3/2022).
Wicaksono mencontohkan ekskavasi pada Candi Pendem di Kota Batu tahun 2020, pihaknya hanya menemukan dasar candi dan sumurannya. Berbagai perlengkapan candi yang lain sudah hilang.
Adapun di Srigading ada beberapa bagian yang hilang, termasuk arca Durga dan Ganesha. Namun, artefak yang ada masih cukup lengkap, terutama yang ditemukan di sumuran.
”Tiga wadah seperti guci perunggu, sebelumnya pegangan tutup guci dari emas itu juga kita dapatkan di sumuran. Sedangkan artefak lainnya kita temukan pada ekskavasi tahap satu dan dua,” katanya.
Pada situs yang belum diekskavasi Belanda, biasanya kita kedahuluan oleh penjarah atau penggali liar. (Wicaksono Dwi Nugroho)
Sebagian dari artefak yang ditemukan, rencananya akan disimpan di Museum Singhasari hingga menunggu hasil kajian selanjutnya. Adapun tiga arca yang ditemukan akan direstorasi lebih dulu di kantor BPCB di Mojokerto, termasuk tutup guci yang mengandung unsur emas di bagian pegangan tangannya.
Kepala Bidang Kebudayaan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang, Anwar Supriadi mengatakan, langkah awal dan mendesak yang akan dilakukan adalah membuat cungkup di atas situs dengan tujuan agar struktur candi yang terbuat dari batu bata itu bisa awet dari paparan cuaca.
Untuk mendirikan cungkup, Pemkab Malang akan mengupayakan kejelasan lahan lebih dulu, salah satunya melalui sewa lahan karena selama ini situs itu berdiri di atas lahan milik masyarakat. Setelah itu dilanjutkan dengan upaya pembebasan lahan.
”Pemkab mengacu pada penyelamatan dan pelestarian dengan harapan ke depan ada pengembangan sekaligus pemanfaatan Situs Srigading. Langkah awal yang paling mendesak adalah membuat atap. Oleh karena itu, pemkab akan mengupayakan kejelasan lahan, mungkin melalui sewa lahan 1-2 tahun sehingga bisa didirikan cungkup,” katanya.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Garis polisi dibentangkan di sekitar Candi Srigading di Desa Srigading, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (6/3/2022), guna menjaga agar orang tidak berkepentingan masuk dan menimbulkan kerusakan pada situs yang tengah dalam proses ekskavasi oleh tim arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur itu.
Soal temuan artefak yang disimpan di Museum Singhasari, Anwar menjelaskan, artifek disimpan di sana atas pertimbangan keamanan sekaligus menambah koleksi museum. Sebab, untuk menempatkan benda itu di lokasi semula harus ada juru pelihara, sedangkan untuk menugaskan juru pelihara situs prosesnya tidak mudah.
”Kalau di sini sudah dianggap aman, tidak ada perusakan, barang yang tadinya dititipkan di museum bisa dikembalikan ke sini. Atau nantinya diupayakan ada replika yang kemudian ditempatkan di tempat ini atau sebaliknya,” katanya.
Seperti diketahui, sebelum diekskavasi, Candi Srigading hanya berupa gundukan tanah di tengah kebun tebu. Di atas gundukan terdapat satu buah yoni, batu bata dalam kondisi berserakan, dan semak belukar. Yoni di tempat itu beberapa kali hendak dicuri namun gagal.
Hasil hipotesis hingga saat ini menyatakan candi tersebut dibangun pada masa pra-Majapahit atau tepatnya di masa Mataram Kuno, sebelum Mpu Sindok memindahkan kerajaannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Beberapa hal yang menjadi acuan, antara lain, bahan dan gaya batu bata, arsitektur, bahan dan gaya arca, relief yang menunjukkan bahwa Candi Srigading menunjukkan gaya Jawa Tengahan.