Pelaksanaan Kurikulum Prototipe yang akan menjadi opsi bagi sekolah yang berminat dinilai membingungkan. Saat ini sekolah bebas menerapkan Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat, atau Kurikulum Prototipe.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberlakuan Kurikulum Prototipe sebagai pilihan bagi sekolah pada 2022-2024 memberikan ketidakpastian bagi sekolah dan dikhawatirkan justru semakin melebarkan kesenjangan kualitas pendidikan yang sudah ada. Sebab, karakteristik Kurikulum Prototipe yang disiapkan sebagai kurikulum baru di tahun 2024 dengan Profil Pelajar Pancasila ini berbeda dengan Kurikulum 2013 sehingga tidak adil jika membiarkan adanya dualisme kurikulum dalam waktu yang cukup lama.
”Dengan dalih Kurikulum Prototipe diterapkan secara opsional bagi sekolah yang siap atau sekolah penggerak saja, dan bukan kurikulum nasional, justru berpotensi membahayakan pendidikan nasional. Ada ketidakpastian tentang kurikulum. Sekolah dan masyarakat akan bingung mana yang lebih baik antara kedua kurikulum itu dan khawatir kalau di sekolah anaknya belum menerapkan Kurikulum Prototipe,” tutur Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo, di Jakarta, Jumat (28/1/2022).
Menurut Heru, karakteristik Kurikulum Prototipe dengan Profil Pelajar Pancasila memiliki kerangka dasar dan struktur yang berbeda dengan Kurikulum 2013. Kompetensi inti dan kompetensi dasar serta kriteria ketuntasan minimal (KKM) telah diganti dengan capaian pembelajaran tahunan atau fase. Ada penggabungan IPA dan IPS di sekolah dasar menjadi mata pelajaran IPAS hingga penghilangan istilah jurusan/peminatan di SMA. Selain itu, fleksibilitas guru dalam melakukan pembelajaran sesuai keragaman kompetensi siswa (teachingat the rightlevel) adalah sesuatu yang baru dan tidak ada dalam kurikulum sebelum-sebelumnya.
”Konsekuensinya, seharusnya tidak boleh berlaku dua kurikulum yang sangat berbeda dalam kurun waktu yang terlalu lama. Jika berhasil (diterapkan) akan menimbulkan kesenjangan terlalu jauh antarsekolah yang menerapkan Kurikulum 2013 dengan yang menerapkan Kurikulum Prototipe. Kondisi ini berpotensi menimbulkan kegaduhan, ketidakpastian, dan permasalahan baru, sekaligus beban baru bagi kelanjutan pendidikan nasional di negeri ini,” papar Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Fahriza Tanjung.
Data sudah membuktikan, lebih banyak materi bukan hal yang baik. Inilah dampak jika kurikulum jadi pusat penitipan dari berbagai aspek. Kurikulum jadi tambah gendut dan besar. Hasilnya justru kedangkalan kemampuan literasi dan numerasi anak-anak.
FSGI menilai konsep pendidikan dan implementasi Kurikulum Prototipe yang telah dirancang oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) ini sebenarnya memberikan harapan besar sekaligus tantangan yang sangat kompleks pada perubahan kebijakan pendidikan menuju paradigma baru. Jika diberlakukan secara opsional, efektivitas dan keberlanjutannya tidak akan maksimal.
Heru mengatakan, FSGI mendorongMendikbudristekNadiem Anwar Makarimsegeramemutuskan dengantegasdi tahun2022akanmenggunakan KurikulumPrototipeuntuk seluruhsekolahdi Indonesia. ”Jika harus menunggu tahun 2024 terlalu lama dan sangat berisiko bagi pendidikan nasional. Karena itu, lebih baik segera diputuskan kurikulum baru itu sekarang disertai kajian akademik dan dasar peraturan perundang-undangannya. Apabila tidak, hasil uji coba opsional hingga 2024 berpotensi untuk dibatalkan dan atau malah tidak digunakan. Ini berpotensi merugikan keuangan negara,” kata Heru.
Secara terpisah, praktisi pendidikan, Doni Koesoema, mengatakan, sebenarnya Kurikulum 2013 arahnya juga kurikulum tingkat satuan pendidikan. Tentang penghapusan penjurusan di SMA pada Kuirkulum Prototipe, sebenarnya di Kurikulum 2013 juga diatur peminatan dan bisa lintas minat.
Menurut Doni, masalah di Kurikulum 2013 ada di standar isi yang padat. Tim pengembang Kurikulum 2013 justru malah menambahkan materi-materi yang sudah padat tersebut dalam desain kurikulumnya. ”Ini yang harus dibereskan. Sebenarnya Badan Standar Nasional Pendidikan atau BSNP tahun 2021 sudah menyederhanakan standar isi ke Kemendikbudristek, tetapi tidak digubris,” kata Doni.
Doni menuturkan, penetapan opsional untuk pemberlakuan Kurikulum Prototipe mulai tahun 2022 dinilai tidak adil. ”Pendaftaran, tetapi dengan syarat kesiapan, ya, omong kosong. Harusnya siap atau tidak siap desain kurikulum harus bisa dilaksanakan oleh semua sekolah,” ujar Doni.
Otonomi guru
Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengatakan, Kurikulum Prototipe tetap mengacu pada prinsip-prinsip dasar yang sebenarnya sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003. Pengembangan karakter, desain kurikulum yang basisnya kompetensi, serta perlunya ruang inovasi dan kontekstualisasi di satuan pendidikan tetap masih relevan untuk diupayakan.
”Prinsip-prinsip dasar tersebut sudah lama disadari. Namun, penerjemahan dalam kebijakan dan instrumen yang baru yang kita pikirkan secara serius bisa betul-betul muncul, tetapi tantangannya bagaimana menerjemahkannya di desain kurikulum. Misalnya, untuk penguatan karakter, diberikan slot sendiri, selama ini jam pelajaran. Ini menunjukkan keseriusan untuk mengembangkan prinsip pengembangan karakter,” papar Anindito.
Anindito menambahkan, dalam kebijakan Kurikulum Prototipe dan Merdeka Belajar, intinya kepercayaan diberikan kepada guru dan kepala sekolah. Mereka adalah profesional yang memiliki kewenangan untuk memanfaatkannya bagi kemajuan pendidikan.
”Kebijakan di Kurikulum Prototipe dan Merdeka Belajar ini mengakui dan memberi otonomi guru. Dalam hal kurikulum, yang kita wajibkan di pusat adalah kerangka dasar. Secara sadar pemerintah pusat tidak boleh menerapkan materi, jam pelajaran, dan metode belajar. Kalau kurikulum terlalu rigid di pusat, sekolah yang inovatif tidak terwadahi dalam kerangka regulasi,” tutur Anindito.
Peningkatan kualitas pendidikan lewat transformasi pendidikan disiapkan dengan desain kurikulum, asesmen nasional, dan pelatihan guru dengan menggunakan kerangka berpikir yang sama. Pemerintah daerah juga akan diberikan rapor pendidikan yang memastikan standar pelayanan minimum pendidikan mencakup paradigma baru pendidikan yang memastikan kompetensi dasar literasi dan numerasi serta karakter menjadi hal yang utama di satuan pendidikan.
Dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR beberapa waktu lalu, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengatakan, Kurikulum Prototipe ini sudah dimulai dengan menerapkan Kurikulum Darurat untuk mengatasi pembelajaran di masa pandemi. Kurikulum yang menyederhanakan materi di Kurikulum 2013 ini secara sukarela dipakai di 36 persen sekolah. Hasilnya, learning loss dapat diatasi, terutama pada bagian kompetensi literasi dan numerasi.
”Kurikulum Prototipe ini penyederhanaan dari Kurikulum 2013 yang sudah diimplementasikan di Kurikulum Darurat dan penambahan fleksibilitas. Transformasi kurikulum ini sukarela, tidak ada paksaan dan berfase. Jadi, masih terus mengkaji masukan selama diluncurkan,” ujar Nadiem.
Nadiem meyakini, Kurikulum Prototipe ini akan meningkatkan kualitas pendidikan. ”Data sudah membuktikan, lebih banyak materi bukan hal yang baik. Inilah dampak jika kurikulum menjadi pusat penitipan dari berbagai aspek. Kurikulum jadi tambah gendut dan besar. Hasilnya justru kedangkalan kemampuan literasi dan numerasi anak-anak. Ketika materi semakin kecil, semakin dalam dan berkualitas pembelajaran. Ke depan kita akan sangat fokus pada penyederhanaan materi dan penurunan jumlah volume materi sehingga anak belajar lebih dalam dan fleksibel,” papar Nadiem.