Kurikulum Prototipe untuk Mengatasi Krisis Belajar
Perubahan kurikulum siap dilakukan dengan meluaskan implementasi Kurikulum Prototipe mulai tahun 2022 sebagai opsi. Perubahan kurikulum dibutuhkan untuk mengatasi krisis peningkatan kualitas belajar siswa.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kurikulum Prototipe diterapkan secara bertahap dan tahun ini siap ditawarkan ke sekolah-sekolah yang berminat sesuai kesiapan. Kurikulum ini sebagai bagian dari upaya sistemik untuk mengatasi krisis belajar, yakni rendahnya kompetensi dasar dan ketimpangan yang tinggi.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Anindito Aditomo mengatakan, Kurikulum Prototipe sudah diujicobakan di jenjang pendidikan anak usia dini hingga menengah yang terpilih sebagai Sekolah Penggerak dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pusat Keunggulan sejak 2021.
Ada 2.500 Sekolah Penggerak dan hampir 1.000 SMK Pusat Keunggulan dari beragam kondisi dan daerah yang menerapkannya. Implementasinya akan diluaskan dengan menawarkan pada sekolah/madrasah yang berminat dari kurun waktu 2022-2024 sambil terus dievaluasi dan diperbaiki.
”Tidak ada sekolah yang ditolak jika berminat untuk menerapakan Kurikulum Prototipe. Jika kepala sekolah dan guru suatu sekolah sudah paham konsep Kurikulum Prototipe dan dampaknya untuk meningkatkan kualitas sekolah, bisa mendaftar,” papar Anindito di acara diskusi daring bersama media tentang perkembangan pengembangan dan kebijakan kurikulum yang digelar di Jakarta, Kamis (27/1/2022).
Tahun 2022 ini adalah masa perluasan uji coba untuk menyiapkan ekosistem sekolah yang menerapkan Kurikulum Prototipe. Dengan demikian, pada tahun 2024 penerapannya sudah mantap dan banyak sekolah bisa menjadi inspirasi serta mitra belajar sekolah lain.
Anindito mengatakan, krisis pembelajaran di Indonesia sebenarnya bukan hanya akibat pandemi Covid-19 yang berdampak pada learning loss sekitar 50 persen. Dalam 15-20 tahun terakhir, berdasarkan data berbagai survei nasional dan internasional, serta tren skor ujian nasional, hasil belajar memang tidak mengalami peningkatan. Bahkan, terjadi ketimpangan antardaerah dalam hasil belajar murid.
”Data 20 tahun lalu sampai sekarang tren datar, tidak ada peningkatan. Kita mengalami krisis belajar dengan capaian rendah. Banyak sekolah tapi tidak belajar, bahkan tidak menguasai kompetensi dasar. Jadi, kualitas belajar ditingkatkan dengan kompetensi literasi dan numerasi, serta karakter. Kebijakan Merdeka Belajar disarikan pada memastikan sistem pendidikan yang memfasilitasi pembelajaran bermakna,” kata Anindito.
Kurikulum Prototipe merupakan penyederhanaan dan pengembangan dari Kurikulum 2013. Uji coba dimulai dari Kurikulum Darurat yang terbukti dapat meningkatkan capaian belajar di literasi dan numerasi, meskipun siswa belajar dalam situasi pendidikan yang tidak optimal di masa pandemi.
Menurut Anindito, perubahan kurikulum merupakan salah satu elemen yang esensial untuk meningkatkan kualitas belajar siswa. Kurikulum Prototipe merupakan penyederhanaan dan pengembangan dari Kurikulum 2013. Uji coba dimulai dari Kurikulum Darurat yang terbukti dapat meningkatkan capaian belajar di literasi dan numerasi, meskipun siswa belajar dalam situasi pendidikan yang tidak optimal di masa pandemi.
”Kurikulum Prototipe ini bisa diterapkan tanpa teknologi, tanpa gadget. Pada dasarnya materi Kurikulum Prototipe ini lebih sedikit dan fokus pada materi esensial. Pendekatan ini membuka ruang bagi sekolah, termasuk di daerah tertinggal, untuk fokus pada pembelajaran, bukan pada materi atau kurikulum tuntas,” ucapnya.
Dari hasil evaluasi dokumen Kurikulum 2013, ditemukan antara lain kompetensi yang ditetapkan terlalu luas dan detail sehingga sulit diimplementasikan guru. Kurikulum yang dirumuskan secara nasional sulit disesuaikan dengan kebutuhan satuan pendidikan, daerah, dan peserta didik karena materi wajib yang sangat padat, struktur yang detail, dan mengunci. Pendekatan belajar tematik di jenjang PAUD dan SD, serta pendekatan mata pelajaran di jenjang SMP dan SMA/SMK merupakan pendekatan satu-satunya dan tidak ada pilihan pendekatan lain.
Kurikulum Prototipe disebutkan tetap memiliki benang merah dengan pengembangan dari kurikulum sebelumnya. Orientasinya holistik, yakni mengembangkan kecakapan akademis dan non-akademis, kompetensi kognitif, sosial emosional, dan spiritual. Kurikulum Prototipe berbasis kompetensi bukan konten, serta kontekstualisasi dan personalisasi (sesuai konteks budaya, misi sekolah, lingkungan lokal), serta kebutuhan murid.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto mengatakan, penerapan Kurikulum Prototipe di SMK Pusat Keunggulan direspons positif. Tidak semua SMK Pusat Keunggulan merupakan sekolah unggulan, tapi juga sekolah yang berada di daerah pelosok dan fasilitas praktik di sekolah yang terbatas. Kuncinya, kepala sekolah mau berubah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.
Menurut Wikan, Kurikulum Prototipe lebih fokus pada project based learning, di mana materi disederhanakan. Selain itu, fleksibilitas kurikulum ini membuat SMK lebih mudah melakukan link and match dengan kecepatan di industri.
”Sudah sejak lama kepala sekolah dan guru SMK mengeluhkan kurikulum lama yang terlalu kaku, mengikat, dan tidak mudah disesuaikan dengan kenyataan link-match atau tantangan lokal karena diseragamkan,” kata Wikan.
Perubahan baru
Di dalam Kurikulum Protipe, semua jenjang pendidikan menerapkan pembelajaran berbasis proyek untuk penguatan Profil Pelajar Pancasila. Waktunya berkisar 20-30 persen jam pelajaran.
Sejumlah kebijakan baru di SMK dalam Kurikulum Prototipe, yaitu siswa kelas X SMK lulusan SMP, yang masih belum terbangun passion-nya dikenalkan untuk memahami passion-nya supaya dapat optimal dalam belajar. Magang atau praktik kerja industri ditetapkan enam bulan.
Selain itu, mata pelajaran umum di SMK yang selama ini setara dengan SMA akan disesuaikan dengan kebutuhan vokasi. Ada mata pelajaran pilihan di luar program studi yang bisa dipilih siswa.
Perubahan lain yang ditawarkan bahwa pelajaran Bahasa Inggris akan dimulai sejak SD, meskipun sifatnya pilihan. Di SD, pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial digabungkan menjadi IPAS untuk memahami lingkungan sekitar, serta computational thinking (integrasi dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPAS).
Di jenjang SMP, mata pelajaran informatika menjadi pelajaran wajib sebagai penyesuaian perkembangan teknologi digital. Untuk SMA, program peminatan/penjurusan tidak diberlakukan. Di kelas 11 dan 12, siswa mengikuti mata pelajaran dari kelompok mata pelajaran wajib dan memilih mata pelajaran dari kelompok MIPA, IPS, Bahasa, dan Keterampilan Vokasi sesuai minat, bakat, dan aspirasinya.
Sementara itu, di sekolah luar biasa (SLB), untuk pelajar yang tidak memiliki hambatan intelektual, capaian pembelajarannya sama dengan sekolah regular yang sederajat, dengan menerapkan prinsip modifikasi kurikulum.