Inovasi Teknologi Berpeluang Tingkatkan Produksi Perikanan Budidaya
Pemerintah menargetkan produksi perikanan budidaya pada 2022 sebesar 18,77 juta ton. Target ini membuka peluang penggunaan inovasi teknologi untuk meningkatkan produksi ikan dan rumput laut di kampung budidaya.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Inovasi teknologi berpeluang meningkatkan produksi perikanan budidaya. Penggunaannya didorong masif menjangkau sampai pembudidaya skala kecil sehingga dapat mendongkrak pendapatan.
Inovasi tersebut di antaranya aerator untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dan pemberi pakan otomatis atau automatic feeder agar lebih efisien. Pemanfaatan teknologi ini diharapkan mendukung pencapaian target produksi perikanan budidaya pada 2022 sebesar 18,77 juta ton.
Target itu meliputi 8,69 juta ton ikan dan 10,08 ton rumput laut. ”Pendapatan (rata-rata) pembudidaya ikan juga ditargetkan naik menjadi Rp 5 juta per bulan dari sebelumnya Rp 3,5 juta per bulan. Peran inovasi teknologi sangat penting dalam hal ini,” ujar Direktur Pembenihan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Nono Hartanto dalam gelar wicara ”Aplikasi Teknologi untuk Meningkatkan Produksi Budidaya”, Kamis (27/1/2022).
Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan pembangunan 130 kampung budidaya perikanan pada tahun ini. Kampung tersebut berbasis beragam jenis ikan, seperti nila, patin, gurami, bandeng, kakap, kerapu, dan ikan hias.
Sejumlah kendala yang dihadapi pembudidaya di antaranya pembenihan, pemberian pakan, dan kualitas air. Hal ini berdampak pada hasil produksi yang kurang optimal.
”Ini membuka peluang teknologi (menghadirkan solusi). Kemudian, di hilir ada persoalan pengolahan dan pemasaran,” katanya.
Nono menuturkan, sekitar 60 persen biaya produksi perikanan budidaya berasal dari belanja pakan. Oleh sebab itu, inovasi dalam pemberian pakan sangat dibutuhkan agar lebih efisien dan menguntungkan.
Saat ini masih banyak pembudidaya (di Indonesia) menggunakan sistem konvensional. Jika teknologinya didorong masuk ke kampung-kampung budidaya, saya yakin produksinya akan meningkat.
Gelar wicara itu juga berbarengan dengan peluncuran AgResults yang merupakan kompetisi inovasi teknologi untuk meningkatkan penggunaan teknologi bagi pembudidaya skala kecil. Tujuannya menambah produktivitas dan pendapatan perikanan budidaya.
Nono berharap sasaran kompetisi tersebut diperluas sehingga bisa melibatkan inovasi teknologi di bidang pemasaran dan penjualan. Ia mencontohkan, produksi ikan patin di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan, sangat melimpah, tetapi masih kesulitan dalam memasarkan produksinya.
Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB University Indra Jaya mengatakan, teknologi aerator berfungsi menjaga kadar oksigen di dalam air. Namun, peralatan ini masih didominasi produk impor.
Dengan aerator, level oksigen terlarut tetap stabil sehingga baik untuk kesehatan ikan. ”Kalau oksigen terlarutnya rendah, bisa merugikan dalam jangka panjang karena menghambat pertumbuhan ikan sehingga produktivitasnya rendah,” ucapnya.
Indra mengatakan, terdapat tiga sistem aerator konvensional, yaitu paddle wheel (kincir air), submersible, dan aspirator. Ketiganya mempunyai kelemahan masing-masing.
Sistem paddle wheel, misalnya, percikannya kuat pada lapisan atas kolam yang menyebabkan suhu dan oksigen terlarut di dalam air berbeda. Sistem submersible menghasilkan gelembung udara relatif besar dan dengan cepat naik ke permukaan sehingga transfer oksigen rendah.
Sementara baling-baling pada aspirator cenderung menyebabkan kavitasi, aliran berputar, dan getaran yang memengaruhi masa pakai aerator. ”Jadi, diperlukan terobosan baru. Harus terjadi efisiensi oksigen. Caranya, menciptakan gelembung kecil agar oksigen di dalam air semakin stabil,” ujarnya.
Dosen Politeknik Ahli Usaha Perikanan Jakarta, Romi Novriadi, mengatakan, penggunaan automatic feeder berfungsi agar pemberian pakan lebih merata dan jarak antarwaktunya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. ”Alat ini mampu memberikan produksi lebih baik daripada alat konvensional. Teknologinya perlu dikombinasikan dengan teknologi manajemen kualitas air,” katanya.