Pemerintah mendorong komoditas perikanan budidaya unggulan ekspor untuk dikembangkan. Prinsip ekonomi biru mesti dikedepankan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
[caption id="attachment_11722120" align="alignleft" width="1200"] Proses panen ikan kuwe di Teluk Sawai, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, pada 11 September 2021.[/caption]
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana fokus mendorong pengembangan empat komoditas perikanan budidaya yang menjadi unggulan ekspor pada tahun 2022. Empat komoditas itu meliputi udang, lobster, rumput laut, dan kepiting.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) TB Haeru Rahayu mengemukakan, tahun ini pihaknya fokus pada pengembangan komoditas budidaya berorientasi ekspor dan pembangunan kampung perikanan budidaya berbasis kearifan lokal. Upaya itu dilakukan dengan beberapa program terobosan.
”Ini dilakukan guna mengejar target (produksi) yang sudah ditetapkan di tahun 2022,” kata TB Haeru, dalam keterangan pers, Rabu (12/1/2022).
Tahun 2022, target produksi perikanan budidaya ditetapkan sebanyak 18,77 juta ton, meliputi ikan 8,69 juta ton dan rumput laut basah 10,08 juta ton. Selain itu, produksi budidaya ikan hias sebanyak 1,56 miliar ekor.
TB Haeru menambahkan, pengembangan produksi udang dilakukan, antara lain, dengan merevitalisasi tambak di 15 kabupaten/kota. Revitalisasi berupa pengelolaan irigasi perikanan partisipatif, penyaluran sarana revitalisasi tambak seperti kincir, pengujian hama penyakit udang dan kualitas air. Selain itu, ada pula pembangunan budidaya udang berbasis kawasan seluas 100 hektar di Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah.
Adapun pembangunan kampung perikanan budidaya di antaranya kampung ikan mas di Kabupaten Pasaman dan kampung ikan patin di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, kampung ikan nila salin di Kabupaten Pati dan kampung ikan bandeng di Kabupaten Gresik, kampung lobster di Kabupaten Lombok Timur dan kampung ikan kerapu di Kabupaten Kupang.
”Di tahun 2022, pembangunan kampung perikanan budidaya ditargetkan berjumlah 130 lokasi,” ujarnya.
Untuk mendukung program itu, KKP akan menggulirkan bantuan, antara lain benih, induk, mesin pakan mandiri, bioflok, sarana dan prasarana budidaya, sertifikasi cara budidaya ikan yang baik (CBIB), serta bimbingan teknis dan penyuluhan. Selain itu, perbenihan skala rumah tangga. Pengelolaan perbenihan, di antaranya bantuan benih sebanyak 159,9 juta ekor, bantuan calon induk 103.360 ekor, serta bantuan kebun bibit rumput laut 150 unit.
Menurut TB Haeru, program terobosan perikanan budidaya akan menerapkan prinsip ekonomi biru, yaitu keseimbangan ekologi dan sisi ekonomi. Selain, itu penerapan inovasi teknologi. ”Semangat kompetisi saat ini harus dihadapi, terutama pada masa globalisasi, kita harus tingkatkan dengan inovasi teknologi. Teknologi menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan perikanan budidaya,” katanya.
Sementara itu, Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) menandatangani nota kesepahaman (MOU) dengan Norway Connect, Rabu. Norway Connect merupakan organisasi yang memfasilitasi perusahaan-perusahaan asal Norwegia yang akan melakukan aktivitas bisnis di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Selain itu, MOU antara PT Multidaya Akuakultur Indonesia dan Seven Stones Indonesia (SSI).
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia Rokhmin Dahuri menjelaskan, dengan adanya MOU itu, ada potensi investasi sebesar 35 juta dollar AS, khususnya untuk komoditas budidaya unggulan, seperti udang vaname, kerapu, dan baramundi. Selain itu, akan ada dukungan untuk program ekonomi biru, di antaranya penanaman mangrove, rehabilitasi terumbu karang, serta pengembangan kegiatan budidaya skala rakyat.
”Kerja sama ini untuk mendorong Indonesia menjadi produsen akuakultur terbesar di dunia,” ucap Rokhmin.
Dari data KKP, selama Januari-September 2021, nilai investasi perikanan budidaya mendominasi total investasi perikanan, yakni Rp 1,29 triliun atau 31,38 persen. Penanaman modal dalam negeri cenderung meningkat, sedangkan penanaman modal asing melambat.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, mengemukakan, selain program terobosan yang digagas pemerintah, diperlukan dukungan pengembangan perikanan budidaya yang diinisiasi oleh masyarakat pembudidaya, organisasi, maupun pihak swasta.
Kerja sama organisasi dan perusahaan Indonesia dan Norwegia itu dinilai memperkuat hubungan kedua negara di bidang kelautan dan perikanan. Norwegia memiliki teknologi budidaya mumpuni yang dapat diadopsi oleh para pembudidaya di Indonesia sehingga diharapkan meningkatkan volume dan kualitas produk.
Duta Besar Norwegia untuk Indonesia HE Rut Krüger Giverin turut mengapresiasi kerja sama yang terjalin tersebut. Dia percaya, kesepakatan bersama tersebut akan membantu peningkatan pengembangan budidaya di Indonesia. Rut Krüger juga memastikan pihaknya siap berbagi pengalaman dengan Indonesia, baik di bidang teknologi, praktik budidaya, maupun pasar.