Usaha perikanan budidaya di Maluku kembali menggeliat setelah jatuh bangun dipukul pandemi Covid-19. Stimulus dari pemerintah perlahan memulihkan kondisi yang belum stabil ini.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS - Usaha perikanan budidaya di Provinsi Maluku kian diminati masyarakat lantaran dianggap menjanjikan. Sempat terpuruk di awal pandemi Covid-19, usaha tersebut kembali menggeliat.
Produk budidaya kini menjadi pilihan penikmat makanan laut. Pemerintah pun mendorong agar perikanan budidaya memperkuat sektor pariwisata setempat.
Menurut data yang dihimpun dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku pada Selasa (21/9/2021), jumlah pembudidaya ikan khususnya keramba jaring apung di Maluku mencapai 1.498 orang. Jumlah ini meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan lima tahun sebelumnya.
Jenis ikan yang dibudidayakan dalam keramba jaring apung adalah kuwe, kerapu, dan kakap putih. Lokasi budidaya ikan kebanyakan tersebar di Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, Seram Bagian Barat, Maluku Tenggara, dan Kepulauan Aru.
Menurut Kepala Bidang Perikanan Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku, Karolis Iwamony, pengolahan budidaya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk pengadaan empat keramba berukuran 3 meter kubik misalnya, membutuhkan biaya hingga Rp 23 juta.
Biaya itu pun masih di luar operasional seperti pengadaan bibit, pakan, hingga perawatan yang dalam dua siklus mencapai Rp 34 juta. "Kalau itu berhasil, keuntungannya bisa lebih dari dua kali lipat dari biaya operasional. Jadi ini yang menjanjikan," kata Karolis saat dihubungi Selasa (21/9/2021).
Ia mencontohkan, pada 11 September 2021 lalu, ia menyaksikan panen ikan kuwe di Teluk Sawai, Kabupaten Maluku Tengah. Sebanyak 1.144 ekor dengan berat total 409,5 kilogram. Ikan langsung dibeli para pengepul dengan harga Rp 50.000 per kilogram. Nilainya Rp 20,4 juta. Panen tersebut hanya satu kotak keramba.
Di Kota Ambon, sejumlah nelayan budidaya mulai mengembangkan bisnis makanan. Mereka membangun rumah makan di atas keramba jaring apung. Pengunjung leluasa memancing ikan sendiri dari dalam keramba kemudian diolah. Pengunjung biasa datang pada malam hari.
Hasil panen langsung dikirim ke sejumlah hotel dan restoran di Kota Ambon. Jumlah pengunjung terutama di restoran mulai meningkat lagi. Di sana, ikan kuwe misalnya, kebanyakan diolah dengan cara dibakar atau buat kuah. Warga setempat biasa menyebutkan ikan kuah kuning.
Menurutnya, permintaan ikan segar dari keramba yang sempat anjlok pada awal pandemi, kembali menggeliat. Dalam tahun ini, pemerintah berupaya memberi stimulus bantuan berupa 25 paket keramba jaring apung ke sejumlah kabupaten. Selain itu, juga bantuan pakan.
Restoran apung
Di Kota Ambon, sejumlah nelayan budidaya mulai mengembangkan bisnis makanan. Mereka membangun rumah makan di atas keramba jaring apung. Pengunjung leluasa memancing ikan sendiri dari dalam keramba kemudian diolah. Pengunjung biasa datang pada malam hari.
Jefri Slamta, pembudidaya yang memiliki rumah makan terapung menuturkan, konsep tersebut sengaja dibuat untuk mendukung sektor pariwisata di Kota Ambon. Saat ini Kota Ambon sedang menggenjot sektor pariwisata berbasis kuliner hasil laut. Pemkot Ambon menyebutkan Ambon sebagai "kota ikan".
"Jadi biasanya sore hari, pengunjung kami ajak menikmati Teluk Ambon dengan berperahu. Setelah matahari terbenam, mereka santap malam," katanya. Lokasi budidaya dimaksud berada di Teluk Ambon bagian luar, dekat ruang terbuka hijau Wainitu.
Ongen Tanamal, pembudidaya lainnya menambahkan, kecenderungan penikmat kuliner laut, terutama wisatawan, perlahan memilih makan di atas keramba sambil menikmati pemandangan Kota Ambon pada malam hari. Keramba milik Ongen berada di dekat Jembatan Merah Putih, salah satu menjadi tempat favorit di Ambon.
"Keterbatasan kami pada olahan ikan. Sejauh ini, masih sebatas bakar dan kuah, padahal ada tamu yang minta diolah dengan cara lain. Selain itu juga, jenis ikan masih terbatas kuwe, kerapu, dan kakap putih," kata Ongen.