Apa Jadinya jika Bumi Berhenti Berputar?
Meski kecepatan putar Bumi saat ini terus melambat dibanding masa awal pembentukannya, Bumi diprediksi masih akan terus berputar untuk waktu yang lama. Lantas, apa yang terjadi jika Bumi tiba-tiba berhenti berputar?
Citra rotasi Bumi sepanjang satu hari penuh yang diambil melalui satelit Deep Space Climate Observatory (DSCOVR) pada 2015.
Bumi berputar pada porosnya sejak pertama kali terbentuk. Meski kecepatan putar Bumi sekarang lebih lambat dibanding masa awal pembentukannya, Bumi masih akan terus berputar untuk waktu yang lama.
Bumi terbentuk hampir bersamaan dengan lahirnya Matahari. Pada 4,6 miliar tahun yang lalu, gumpalan awan gas dan debu raksasa mulai berputar. Kemudian, gravitasi yang terbentuk meruntuhkan awan raksasa tersebut hingga awan gas dan debu itu makin memadat, memicu reaksi fisi hingga akhirnya terbentuk Matahari sebagai bintang di pusat gumpalan awan.
Materi sisa pembentukan Matahari itu terus berputar dan membentuk piringan cakram. Proses perputaran materi ini mirip dengan pusaran air yang terbentuk saat kita membuka tutup bak mandi atau wastafel. Sembari mengitari Matahari yang baru lahir, materi dalam piringan cakram itu saling bergerak dan menempel membentuk planet-planet, termasuk Bumi.
Proses penggumpalan materi sisa di piringan cakram itu, dikutip dari Livescience, 26 Agustus 2018, tidak hanya membentuk planet, tetapi juga batuan lain dalam beragam ukuran. Menurut astrofisikawan dari Universitas California, Los Angeles, Amerika Serikat, Smadar Naoz, bebatuan itu menumpuk planet hingga akhirnya planet berputar.
Jika Bumi berhenti mendadak, Zimbelman memperkirakan akan terjadi kehancuran maha dahsyat.
Namun, karena tumbukan terjadi sembari batuan dan planet itu berputar mengelilingi Matahari, arah putaran sebagian besar planet dan anggota Tata Surya itu searah dengan arah putar Matahari.
Saat ini, Bumi butuh waktu 23 jam 56 menit 4,09053 detik untuk satu kali rotasi. Namun, di masa awal pembentukannya, perputaran Bumi pada porosnya itu lebih cepat dari sekarang. Dikutip dari majalah Astronomy, 8 November 2019, tabrakan Bumi dengan batuan raksasa yang membentuk Bulan di awal Tata Surya membuat satu kali rotasi Bumi hanya butuh 5 jam.
Sementara dari catatan fosil yang ada, dikutip dari Science Alert, 2 Agustus 2021, Bumi hanya butuh 18 jam untuk berotasi pada 1,4 miliar tahun lalu. Di zaman dinosaurus atau sekira 70 juta tahun yang lalu, rotasi Bumi memerlukan waktu 23,5 jam. Dari data itu, pelambatan rotasi Bumi diperkirakan mencapai 1,8 milidetik setiap satu abad.
Baca juga : Merekam Bumi dari Luar Angkasa
Semakin lama waktu rotasi yang diperlukan, maka waktu yang diperlukan Bumi untuk mengelilingi Matahari makin pendek. Saat ini, Bumi butuh 365,25 hari untuk satu kali memutari Matahari. Di zaman dinosaurus, Bumi butuh 370 hari untuk sekali berevolusi terhadap Matahari.
Meski waktu rotasi Bumi terus melambat, diperkirakan Bumi tidak akan pernah berhenti berputar pada porosnya sampai ”hari akhir” bagi Bumi itu datang. Hari akhir Bumi itu diperkirakan datang saat Matahari mengakhiri hidupnya dengan mengembang menjadi bintang raksasa merah dan menelan planet-planet di dekatnya, termasuk Bumi.
”Tidak ada kekuatan alam yang bisa menghentikan perputaran Bumi pada porosnya,” kata geolog emeritus di Museum Angkasa dan Antariksa Nasional Smithsonian di Washington DC, AS, James Zimbelman, kepada Livescience, 24 Juli 2021.
Astronom dari Universitas Keele, Staffordshire, Inggris, Jacco van Loon di The Conversation, 6 Januari 2022, menambahkan, Bumi akan terus berputar pada porosnya karena hampir tidak ada yang bisa menghentikannya. Bumi berputar di ruang angkasa yang hampir kosong, hampa udara. Karena itu, tidak ada yang bisa memperlambat atau mempercepat putarannya.
Hal itu berbeda dengan putaran gasing. Gasing biasanya berputar di atas tanah atau bidang datar tertentu. Gesekan ujung bawah gasing dengan permukaan tanah atau bidang tempat gasing berputar bisa memperlambat gerak gasing hingga akhirnya perputaran gasing terhenti.
Meski demikian, tarikan gravitasi Matahari dan Bulan maupun keberadaan atmosfer di permukaan Bumi bisa memperlambat rotasi Bumi.
Tarikan gravitasi Bulan adalah pengganggu utama rotasi Bumi. Gerak sisi Bumi yang menghadap Bulan maupun yang menjauhi Bulan tidak seimbang dengan gaya tarik gravitasi Bulan. Ketidakseimbangan itu menciptakan tonjolan air laut di kedua sisi Bumi yang menghadap dan menjauhi Bulan hingga memicu fenomena pasang surut laut.
Baca juga : Medan Magnet Bumi Terus Melemah
Saat Bumi berotasi, tonjolan pada muka air laut di Bumi itu akan bergerak seperti gelombang melawan rotasi Bumi. Akibatnya, putaran Bumi pun melambat hingga waktu yang dibutuhkan Bumi untuk sekali berputar pada porosnya bertambah 1 detik setiap 50.000 tahun.
Namun, gaya gravitasi Bulan itu tak hanya memperlambat rotasi Bumi, tetapi juga mendorong Bulan menjauh dari Bumi. Diperkirakan, setiap tahunnya, jarak Bumi-Bulan bertambah sekitar 4 sentimerer.
Selain Bulan, atmosfer Bumi juga memicu perlambatan rotasi Bumi. Dikutip dari Kompas, 29 Desember 2017, Bumi harus menanggung 50 triliun metrik ton atmosfer. Beban berat itu membuat laju perputaran Bumi pada porosnya seperti direm atau ditahan. Pemanasan atau pendinginan atmosfer Bumi oleh Matahari juga memperlambat rotasi Bumi.
Peran Matahari memang tidak dominan dalam perlambatan perputaran Bumi di porosnya, namun peran Matahari lebih besar dalam menentukan kecepatan revolusi Bumi.
Tiba-tiba
Menurut van Loon, satu-satunya hal yang bisa menghentikan putaran Bumi pada porosnya sebelum Matahari mati adalah tabrakan dengan planet lain. Namun, kemungkinan besar tabrakan maha dasyat itu pun tidak akan menghentikan perputaran Bumi, tetapi mengubah cara Bumi berotasi.
Kalaupun Bumi benar-benar berhenti berotasi, lantas apa yang terjadi, baik pada makhluk hidup di atasnya?
Tenang saja. Meski Bumi berhenti berputar, makhluk hidup di atas Bumi, termasuk manusia, tidak akan terlempar ke luar angkasa. Gaya gravitasi Bumi masih akan mencengkeram makhluk Bumi hingga tetap berada di permukaan Bumi. Namun, jika Bumi berhenti mendadak, Zimbelman memperkirakan akan terjadi kehancuran maha dahsyat.
Bumi berputar pada prorosnya dengan kecepatan 1.770 km per jam di bagian khatulistiwa dan makin menuju kutub makin menurun kecepatan rotasinya hingga mencapai 0 km per jam di kutub Bumi. Saat tiba-tiba Bumi berhenti berputar, momentum sudut masih akan mendorong batuan, air, dan udara di khatulistiwa bergerak dengan kecepatan semula hingga beberapa putaran Bumi.
Gerakan akibat momentum sudut di khatulistiwa itu akan merobek permukaan Bumi dan mengirimkan kepingan dan serpihan muka Bumi ke atmosfer bagian atas dan luar angkasa. Kepingan yang terlempar jauh akan mengorbit Matahari. Sebagian kepingan akan tertarik gravitasi Bulan hingga memicu makin banyak kawah di permukaan Bulan.
Sementara kepingan yang terlempar di dekat permukaan akan ditarik kembali oleh gravitasi Bumi. Saat jatuh, kepingan itu akan melepaskan energinya hingga memanaskan apa pun di dekatnya. Pemanasan itu akan mencairkan kerak Bumi hingga menjadi ”samudera cair” yang akhirnya akan menyerap kembali kepingan dan serpihan Bumi tersebut.
Baca juga : Menabrak Asteroid demi Selamatkan Bumi
Selain itu, berhenti berputarnya Bumi juga akan memengaruhi inti Bumi yang salah satu penyusunnya adalah besi cair. Gerakan berputar Bumi akan turut menggerakkan besi cair tersebut hingga bersifat magnet dan memicu terjadinya medan magnet Bumi. Medan magnet ini jadi pelindung makhluk Bumi dari radiasi sinar Matahari dan sinar kosmik yang berbahaya.
Karena Bumi berhenti berputar, medan magnet pun akan mati dan membuat Bumi dibombardir radiasi Matahari maupun radiasi kosmik yang mengancam makhluk hidup. Tak hanya memicu berbagai penyakit, ketiadaan medan magnet Bumi juga akan membuat burung tersesat dan kesulitan mencari jalan terbang.
Perubahan waktu
Kekacauan akibat terhentinya perputaran Bumi pada porosnya itu bukan hanya terkait aspek geologisnya semata, tetapi juga pada perubahan waktu dan iklim yang terjadi di Bumi.
Fisikawan dari Universitas Virginia, AS, Louis Bloomfield, seperti dikutip Livescience, 26 Mei 2012, mengatakan, jika Bumi berhenti berotasi, tetapi tetap mengorbit Matahari, maka waktu siang dan malam di Bumi yang sebelumnya rata-rata sekitar 12 jam akan berganti menjadi setengah tahun alias enam bulan.
Terhentinya putaran Bumi akan membuat separuh wilayah Bumi mengalami siang selama enam bulan dan separuh bagian yang lain mengalami malam juga selama enam bulan. Posisi ini akan terjadi bergantian hingga enam bulan berikutnya.
Paparan sinar Matahari yang panjang di wilayah yang mengalami siang akan membuat manusia, hewan, dan tumbuhan terpanggang dan mati lemas. Tanah pun jadi retak-retak. Sementara mereka yang mengalami malam sepanjang setengah tahun akan mati membeku. Tanah akan membeku menjadi padang tundra yang tidak memiliki tumbuhan tinggi.
Perubahan waktu siang dan malam yang panjang itu juga akan mengubah pola iklim Bumi. Perbedaan suhu yang besar antara wilayah Bumi yang mengalami siang dan malam akan memicu angin kencang yang menggerakkan udara hangat dari wilayah siang menuju wilayah Bumi yang mengalami malam.
Angin kencang ini juga akan bertiup dari khatulistiwa yang panas menuju kutub Bumi yang dingin. Dalam Bumi yang berputar, angin yang berasal dari khatulistiwa tidak bisa menuju kutub Bumi dan sebaliknya karena angin akan dibelokkan ke samping. Selain itu, angin yang mengarah ke timur, barat, dan kutub akan bertemu hingga memicu pusaran angin yang ukurannya sebesar benua.
Tak hanya itu, atmosfer di khatulistiwa juga akan bergerak ke kutub sehingga atmosfer di ekuator lebih tipis dan atmosfer di kutub menebal. Situasi itu akan memengaruhi tekanan Bumi yang berdampak besar bagi makhluk Bumi. Mereka yang tinggal di lintang tengah diperkirakan akan mampu bertahan hidup karena mampu beradaptasi dengan perubahan tekanan atmosfer.
Berhentinya perputaran Bumi juga akan mengubah bentuk Bumi. Sejatinya, bentuk Bumi bukanlah bulat sempurna seperti bola, tetapi menggembung di bagian khatulistiwa. Radius Bumi di arah khatulistiwa lebih panjang 42 kilometer dibanding di bagian kutubnya. Bentuk Bumi yang bulat telur ini terbentuk akibat perputaran Bumi pada porosnya.
Jika Bumi berhenti berputar, bagian Bumi yang menggembung itu tidak akan langsung mengendur. Air akan bereaksi lebih dulu. Air laut di khatulistiwa akan bergerak ke kutub yang memicu keringnya sejumlah lautan dekat khatuslitiwa dan banjir besar yang memicu tenggelamnya sejumlah wilayah di dekat kutub sebagai akibat limpahan air laut dari ekuator.
Sementara itu, wilayah Bumi yang mengalami malam selama setengah tahun juga akan melihat rasi bintang yang sama setiap harinya. Tidak akan ada terbit, terbenam, dan pergerakan bintang di langit malam karena gerakan bintang itu, termasuk perubahan rasi yang terlihat tiap malam, yang sejatinya dihasilkan dari perputaran Bumi pada porosnya.
Perubahan panjang waktu siang dan malam hari itu membuat sebagian besar Bumi menjadi tempat tidak layak huni. Wilayah yang aman didiami kemungkinan adalah daerah yang ada di perbatasan siang dan malam. Di daerah ini, udaranya akan hangat, tidak ekstrem panas atau dingin, hingga pertanian bisa dilakukan.
Namun, tidak akan ada peristiwa terbit dan terbenamnya Matahari. Mereka yang berada di tengah wilayah siang akan melihat Matahari selalu di atas kepala. Sementara mereka yang tinggal di wilayah perbatasan siang dan malam akan melihat Matahari selalu di cakrawala.
Meski demikian, belum tentu semua daerah perbatasan siang dan malam ini cocok menjadi lokasi layak huni bagi makhluk hidup. Berubahnya ketebalan atmosfer Bumi sebagai akibat perpindahan atmosfer ke kutub dan paparan radiasi tinggi membuat tidak semua wilayah bisa dimanfaatkan makhluk hidup untuk bernapas dan bertahan hidup.
Ujung dari semua kekacauan akibat berhentinya rotasi Bumi adalah Bumi terkunci oleh gravitasi Bulan. Kuncian ini membuat bagian Bumi yang menghadap Bulan akan selalu sama. Beberapa miliar tahun kemudian, giliran Bumi yang mengunci Matahari. Jika ini terjadi dan Matahari tidak ditakdirkan mati melalui proses ledakan bintang, maka terkuncinya Matahari itu akan menghancurkan Tata Surya kita.