Target Vaksinasi Primer Belum Tercapai, Satu Juta Dosis Vaksin Covid-19 Justru Kedaluwarsa
Dari sekitar 208 juta jiwa sasaran vaksinasi di Indonesia, terdapat 30 juta jiwa belum disuntik vaksin dosis pertama dan 86,7 juta jiwa belum dapat dosis kedua. Ironisnya, lebih dari 1 juta vaksin justru kedaluwarsa.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
Pemerintah berpacu mengejar target vaksinasi primer di tengah merebaknya Covid-19 varian Omicron yang lebih menular. Namun, lebih dari 1 juta dosis vaksin justru kedaluwarsa pada saat masih banyak warga belum mendapatkan vaksin dosis pertama dan kedua.
Dari sekitar 208 juta jiwa sasaran vaksinasi, hingga Rabu (19/1/2022) masih terdapat 30 juta jiwa belum disuntik vaksin dosis pertama dan 86,7 juta jiwa belum mendapatkan dosis kedua. Cakupannya pun tidak merata.
Capaian vaksinasi dosis peryama di DKI Jakarta, Bali, DI Yogyakarta, dan Kepulauan Riau sudah melebihi target atau di atas 100 persen. Namun, di Maluku, Papua Barat, dan Papua masih di bawah 70 persen.
Banyaknya vaksin kedaluwarsa turut dipertanyakan anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat saat menggelar rapat kerja dengan Kementerian Kesehatan, Selasa. Parlemen juga mengingatkan ketimpangan vaksinasi karena cakupan di beberapa provinsi di timur Indonesia belum optimal.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, hingga Desember 2021 terdapat 1,12 juta dosis vaksin yang kedaluwarsa. Sekitar 98 persen atau 1,1 juta dosis merupakan vaksin donasi dari negara maju.
Menurut Budi, semula vaksin itu akan dihibahkan negara donatur ke Afrika. Namun, karena kemampuan menyuntik vaksin rendah dan kurang memadainya rantai dingin, donasi vaksin dialihkan ke negara lain, termasuk Indonesia.
”Negara maju beli vaksin secara ijon. Mereka simpan, ternyata banyak yang sisa. Ini yang menyebabkan pada akhir tahun banyak yang dikirim ke kita (Indonesia). Saya ambil saja, gratis,” ujarnya.
Akan tetapi, tanggal kedaluwarsa vaksin donasi itu tinggal 1-3 bulan. Hal ini yang membuat banyak vaksin kedaluwarsa sebelum sempat disuntikkan.
”Berdasarkan pengalaman itu, ke depan kita pilih (vaksin donasi) paling tidak (tanggal kedaluwarsa) tiga bulan. Vaksinnya bagus untuk diberikan kepada rakyat kita,” ujarnya.
Budi mengatakan, mayoritas vaksin merupakan produk AstraZeneca, Pfizer, dan Moderna. Vaksin kedaluwarsa tersebut tersebar di sejumlah provinsi, di antaranya Jawa Barat (272.000 dosis), Jawa Tengah (148.000 dosis), Sulawesi Selatan (120.000 dosis), Jawa Timur (104.000 dosis), dan Banten (90.000 dosis).
Banyaknya vaksin kedaluwarsa menjadi ironi. Sebab, vaksinasi sangat penting sebagai salah satu mitigasi pandemi Covidi-19. Vaksin dapat meningkatkan imunitas tubuh sehingga meminimalkan keparahan saat terpapar SARS-CoV-2.
Menurut Budi, kasus Omicron akan meningkat dengan cepat. Berdasarkan pengalaman di sejumlah negara, puncaknya diperkirakan 35-65 hari setelah kasus pertama.
Di Indonesia, kasus pertama Omicron teridentifikasi pada pertengahan Desember. Di Jakarta saja, kasus Omicron telah mencapai 720 kasus (Kompas, 18/1/2022).
”Tidak ada yang bergejala berat sehingga tidak membutuhkan ventilator. Sekitar 90 persen pasien sudah divaksinasi dua kali. Hal ini membuktikan Omicron bisa escape immunity,” ujarnya.
Budi mengatkan, pihaknya terus mengakselerasi vaksinasi Covid-19. Ia memperkirakan, vaksinasi terhadap kelompok remaja dan dewasa akan rampung pada April 2022.
Laporan vaksin kedaluwarsa juga diutarakan anggota Komisi IX DPR dari Partai Keadilan Sejahtera, Netty Prasetiyani.”Kami ditanya terkait vaksin expired. Di Kudus ada 4.000 dosis, Nusa Tenggara Timur 5.000 dosis dan Barito. Jangan-jangan tidak hanya di daerah ini saja. Itu (vaksin), kan, ada masanya (berlaku), bagaimana mitigasinya,” ujarnya.
Netty mengatakan, vaksin kedaluwarsa menjadi sia-sia karena tidak bisa digunakan. Oleh karena itu, perlu dipastikan tidak ada kerugian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Meskipun kasus Omicron di Indonesia belum menunjukkan gejala berat, anggota Komisi IX DPR dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Ade Rezki Pratama, menilai, varian ini tetap perlu diwaspadai sebab berdasarkan sejumlah studi, galur ini dapat berkembang 70-100 kali lebih cepat.
”Jadi, jangan sampai Omicron dipandang sebelah mata. Kita tidak tahu apakah setelah ini ada varian baru yang akan menambah ancaman rakyat Indonesia,” ujarnya.