Obat Covid-19 Molnupiravir Akan Diproduksi di Dalam Negeri
Ketersediaan obat antivirus sangat penting untuk membantu penyembuhan pasien Covid-19 di Indonesia. Selain itu, produksinya perlu dilakukan di dalam negeri untuk menghindari ketergantungan dari negara lain.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
CIKARANG, KOMPAS — Impor sekitar 400.000 tablet obat antivirus molnupiravir diharapkan membantu penyembuhan pasien Covid-19 di Indonesia. Antivirus yang ditujukan kepada pasien bergejala ringan ini akan diproduksi di dalam negeri untuk mengantisipasi gelombang penularan SARS-CoV-2 berikutnya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, saat ini molnupiravir diimpor dari India oleh PT Amarok Pharma Global. Hetero Labs Ltd yang memproduksi molnupiravir itu di India juga telah memperoleh lisensi antivirus Paxlovid buatan Pfizer.
”Menurut rencana, April atau Mei 2022 molnupiravir sudah bisa diproduksi di dalam negeri,” ujarnya saat meninjau PT Amarok Pharma Global di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (14/1/2022).
Budi menuturkan, molnupiravir akan menjadi bagian dari paket obat dan vitamin yang diberikan kepada pasien Covid-19. Antivirus ini diperuntukkan bagi pasien yang menjalani isolasi mandiri dan terpusat.
”Dengan molnupiravir, potensi pasien ke rumah sakit bisa berkurang. Kami sudah berkomunikasi dengan organisasi profesi (bidang kesehatan) dan memutuskan memasukkannya (molnupiravir) dalam paket obat,” ujarnya.
Dengan begitu, beban rumah sakit akan berkurang dan difokuskan merawat pasien bergejala sedang hingga berat. Terbatasnya tempat tidur di sejumlah rumah sakit menjadi salah satu kendala saat menghadapi gelombang penularan Covid-19 varian Delta pada tahun lalu.
”Jadi, rumah sakit khusus untuk pasien yang bergejala berat dan membutuhkan oksigen. Kalau ringan, isolasi di rumah, obatnya sudah ada. Yang penting jangan jalan-jalan,” ujarnya.
Di tengah merebaknya varian Omicron yang lebih menular, ketersediaan obat antivirus sangat menentukan dalam penanganan pandemi jangka pendek. Oleh karena itu, penting untuk memproduksinya di Tanah Air sehingga distribusi obat tersebut dapat lebih cepat saat kasus melonjak.
Molnupiravir akan menjadi bagian dari paket obat dan vitamin yang diberikan kepada pasien Covid-19. Antivirus ini diperuntukkan bagi pasien yang menjalani isolasi mandiri dan terpusat.
”Pengalaman selama pandemi, jika terjadi lockdown (karantina wilayah) di negara produsen obat, kita kesulitan dari pengiriman logistik obat-obatan ke Indonesia. Jadi, penting agar fasilitas produksinya juga berada di dalam negeri,” ucapnya.
Budi menambahkan, selain menjamin ketersediaan obat, pihaknya juga sedang mengakselerasi vaksinasi Covid-19. Vaksin dosis penguat atau booster juga telah diberikan mulai Rabu (12/1/2022), terutama bagi kelompok rentan, seperti warga lanjut usia.
”Kami juga ditugaskan mereformasi sistem ketahanan nasional. Diharapkan semua produk yang kritikal bagi bangsa bisa diproduksi di dalam negeri. Jadi, ketika terjadi pandemi selanjutnya, kita tidak lagi bergantung pada negara lain,” katanya.
Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) telah menerbitkan izin penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) untuk obat molnupiravir. Obat yang disetujui itu berupa kapsul 200 miligram (mg) yang didaftarkan oleh PT Amarox Pharma Global dan diproduksi Hetero Labs Ltd, India.
Obat ini diindikasikan untuk pengobatan pasien Covid-19 berusia 18 tahun ke atas yang bergejala ringan hingga sedang. Obat diberikan dua kali sehari sebanyak empat kapsul selama lima hari.
Sebelumnya, Badan POM telah menerbitkan EUA untuk beberapa obat Covid-19, di antaranya antivirus Favipiravir, antivirus Remdesivir, antibodi monoklonal Regdanvimab, dan kini molnupiravir. Antivirus ini dikembangkan oleh Merck Sharp & Dohme (MSD).
MSD telah memberikan voluntary licensing (VL) kepada beberapa produsen di India, salah satunya Hetero Labs Ltd. Pemberian VL bertujuan memenuhi akses kebutuhan suplai global dengan cepat.
”Setelah melalui evaluasi terhadap data hasil uji klinik bersama dengan tim ahli Komite Nasional Penilai Obat serta asosiasi klinis untuk persetujuan EUA ini, BPOM bersama Kementerian Kesehatan juga akan terus memantau keamanan penggunaan molnupiravir di Indonesia,” ucap Kepala Badan POM Penny K Lukito melalui keterangan tertulis.
Berdasarkan hasil evaluasi dari aspek keamanan, pemberian molnupiravir relatif aman dan memberikan efek samping yang dapat ditoleransi. Efek samping yang paling sering dilaporkan ialah mual, sakit kepala, mengantuk, nyeri abdomen, dan nyeri orofaring.
Selain itu, molnupiravir tidak menyebabkan gangguan fungsi hati. Namun, obat itu tidak boleh digunakan pada wanita hamil. Terkait aspek efikasi, hasil uji klinik fase 3 menunjukkan molnupiravir dapat menurunkan risiko dirawat di rumah sakit atau kematian sebesar 30 persen pada pasien derajat ringan hingga sedang.