Akses terhadap Bahan Bacaan Terbatas, Digitalisasi Buku Diperkuat
Akses masyarakat pada buku bacaan masih terbatas. Karena itu, digitalisasi bahan bacaan mulai dikembangkan untuk membantu memperluas akses masyarakat terhadap buku.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Akses masyarakat untuk mendapatkan buku bacaan masih terbatas. Dari idealnya yang ditetapkan UNESCO satu pemustaka mengakses tiga buku tiap tahun, di Indonesia satu buku ditunggu 90 orang. Keterbatasan bahan bacaan untuk mendukung budaya literasi masyarakat kini juga perlu didukung dengan pemanfaatan teknologi digital.
Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando, dalam acara penandatanganan nota kesepahaman (MOU) dan diskusi bertema ”Membumikan Literasi untuk Kesejahteraan dan Kebahagiaan”yang digelar Perpustakaan Nasional, di Jakarta, Selasa (18/1/2022), mengatakan, transformasi digital akan mengantarkan Perpustakaan Nasional menjadi pusat ilmu pengetahuan. Salah satunya melalui layanan di aplikasi iPusnas yang bisa diakses menggunakan gawai.
Menurut Syarif, Indonesia harus melawan stigma dari sejumlah kajian lembaga internasional sebagai negara dengan minat baca rendah. Buktinya, berbagai inisiatif gerakan literasi keliling dengan kuda, becak, dan mobil, misalnya, dinanti dan dikerumuni warga. Namun, permasalahan akses pada buku bacaan dialami masyarakat. Satu buku yang saat ini ditunggu untuk 90 orang dapat diatasi dengan menyiasati keterbatasan bahan bacaan dengan menyebarkan bentuk digitalnya agar lebih murah dan mudah dijangkau secara luas oleh masyarakat.
”Satu peluru memang hanya menembus satu kepala, tapi sejatinya menghancurkan jutaan nilai kemanusiaan. Namun, satu buku yang didigitalkan akan menembus jutaan kepala sekaligus menumbuhkan miliaran nilai kemanusiaan baru,” kata Syarif.
Satu peluru memang hanya menembus satu kepala, tapi sejatinya menghancurkan jutaan nilai kemanusiaan. Namun, satu buku yang didigitalkan akan menembus jutaan kepala sekaligus menumbuhkan miliaran nilai kemanusiaan baru.
Untuk menepis anggapan sejumlah kajian internasional tentang rendahnya budaya baca di Indonesia, Duta Baca Indonesia Gol A Gong menginisiasi program Safari Literasi yang mengangkat tema”Membaca Itu Sehat, Menulis Itu Hebat”. Program ini merupakan bentuk tanggung jawabnya dalam meningkatkan indeks literasi masyarakat. Kegiatannya meliputi pelatihan menulis agar bermunculan penulis-penulis baru di daerah. Karena sejatinya ketersediaan dan pendistribusian bukulah yang menjadi permasalahan.
”Program ini merespons tagline Perpustakaan Nasional (Perpusnas) tahun 2022, yakni ’Transformasi Perpustakaan untuk Mewujudkan Ekosistem Digital Nasional’. Kelak seluruh kegiatan akan diarahkan ke literasi digital agar cakap dalam menggunakan digital,” ujar Gol A Gong, penulis dan pendiri Rumah Dunia.
Go A Gong mengatakan, platform digital di Indonesia sudah tumbuh sehingga pemustaka bisa berorientasi ke platform digital untuk literasi. Penulis pun bisa memanfaatkan platform digital untuk mengajak pembaca menikmati cerita. Bisa dibuat novel dengan latar belakang budaya setempat, lalu menjadi novel perjalanan yang bisa diakses di platform digital.
Kolaborasi
Program Safari Literasi ini direncanakan berlangsung pada tanggal 18 Januari-2 April 2022 dengan rute perjalanan Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Program ini merupakan kegiatan yang terjalin berkat kerja sama Duta Baca Indonesia dengan Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB), Forum Taman Baca Masyarakat (Forum TBM), dinas perpustakaan, dan dinas pendidikan daerah.
Kegiatan ini juga dirangkaikan dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Perpusnas dan DBI. Nota kesepahaman ini merupakan tahun kedua dari penunjukan Gol A Gong sebagai Duta Baca Indonesia.
Bunda Literasi Nusa Tenggara Barat Niken Saptarini Zulkieflimansyah memaparkan, salah satu upaya membumikan literasi dilakukan melalui keluarga. Sebab, keluarga berperan penting dalam membangun keterikatan anak terhadap buku. Selain keluarga, institusi pendidikan juga memainkan peran yang sama penting.
Menurut Bunda Literasi Nusa Tenggara Timur Julie Sutrisno Laiskodat, ujung tombak pemerintah dalam mengembangkan daerahnya, khususnya dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, terletak di perpustakaan. Tanpa literasi, sebuah daerah tidak akan bisa berkembang.