Minat Baca Anak Ikut Mati Diterjang Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 dapat menurunkan kemampuan literasi anak. Waktu senggang yang tersedia rupanya tidak mampu disisakan untuk membaca buku.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
KOMPAS/EMANUEL EDI SAPUTRA
Seorang anak sedang membaca di gerobak baca Rumah Kreatif, Kampung Mendawai, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (3/4/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 cenderung mengurangi waktu belajar anak sehingga minat baca mereka turut menurun. Di sisi lain, godaan bermain yang diterima anak-anak jauh lebih tinggi.
Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun membuat Yani (40), warga Kelurahan Kota Bambu Utara, Palmerah, Jakarta Barat, khawatir. Dia kesulitan mengajak putranya, Iqbal (10), membaca buku pelajaran selama menjalani pembelajaran jarak jauh.
Selama ini, siswa kelas IV SD tersebut hanya membuka buku pelajaran ketika mendapatkan tugas dari gurunya. Itu pun harus dengan dampingan Yani. Di luar waktu tersebut, Iqbal nyaris tidak pernah membuka buku.
”Susah banget ngajak dia baca buku. Malas-malasan dia. Palingan cuma pagi pas ngerjain tugas. Pukul 11 siang udah kelar,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (24/4/2021).
Kompas/Priyombodo
Siswa Sekolah Islam Gugusan Bintang, Ciracas, Jakarta Timur, menikmati buku bacaannya dalam kunjungan edukatif ke Perpustakaan Nasional Jakarta, Selasa (18/2/2020). Pandemi Covid-19 cenderung mengurangi waktu belajar anak sehingga minat baca mereka turut menurun.
Yani mengaku sudah kehabisan akal. Sebab, selain harus mengawasi Iqbal, dia juga harus bekerja menjual produk kecantikan. Saban hari, Yani harus memasarkan produk kecantikan tersebut melalui akun instagramnya. Alhasil, Iqbal kerap lolos dari pantauannya.
Susah banget ngajak dia baca buku. Malas-malasan dia. Palingan cuma pagi pas ngerjain tugas. Pukul 11 siang udah kelar.
Selama pandemi, waktu bermain Iqbal dengan teman-temannya juga semakin tidak terbendung. Jika dulu Iqbal hanya mempunyai kesempatan bermain pada sore hari, kini dia bisa bermain dari siang hingga malam hari.
”Pas dia ngerjain tugas aja anak-anak di sekitar sini udah pada main. Udah enggak fokus aja si Iqbal, pengin buruan gabung,” katanya.
Yani mengaku, sejak kecil Iqbal memang tidak pernah dibiasakan membaca buku. Dia memasrahkan kemampuan membaca Iqbal sepenuhnya kepada guru PAUD dan guru SD-nya. Masalahnya, sudah setahun lebih Iqbal tidak pernah bertemu dengan gurunya.
ARSIP HAMDANI
Radmiadi (berbaju hitam) mendampingi anak-anak membaca buku di Bakauheni, Lampung, Sabtu (6/3/2021).
Risa (32), warga Tangerang, Banten, juga kewalahan mengajak putranya, Al (10), membaca buku. Selama pandemi Covid-19, waktu bermain Al jauh lebih dominan dibandingkan dengan belajar. Godaan bermain tidak hanya datang dari teman-teman kompleksnya, tetapi juga lewat gawai.
”Serba salah. Kalau dilarang main hp, dia langsung main sama teman-temannya. Tapi kalau dikasih hp, jadi keterusan,” katanya.
Dengan membaca buku, anak bisa terhindar dari kecanduan gawai. Membaca juga dapat membuat proses perkembangan otak anak menjadi optimal.
Menurut Risa, dalam sehari Al bisa bermain gawai selama lebih dari lima jam. Waktu bermain itu biasanya terbagi menjadi dua, yakni siang hari setelah mengerjakan tugas sekolah dan malam hari seusai melaksanakan shalat Maghrib.
Risa sudah mencoba berbagai upaya untuk mencegah ketergantungan Al pada gawai. Beberapa kali dia meminta Al membaca buku pelajaran saat malam hari. Namun, Al selalu terlihat tidak tertarik saat diminta membuka buku. Beberapa kali bahkan dia terlihat melihat buku sambil murung.
”Anak-anak kayak Al memang mesti dipaksa baca buku di sekolah. Dia lebih nurut sama gurunya daripada ibunya sendiri,” kata Risa.
Sementara Okta (37), wiraswasta asal Sleman, Yogyakarta, terus mengajak putranya, Gazi (6), membaca buku cerita selama pandemi Covid-19. Buku cerita tersebut rutin dibacakan menjelang tidur.
”Aku memang sengaja membatasi gawai. Kalau mau nonton animasi, biasanya dari televisi. Kalau bacain buku, terbilang rutin,” katanya.
Kompas/Wawan H Prabowo
Para murid SD Negeri Watumbaka, Kecamatan Pandawai, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, membaca buku saat menunggu kedatangan guru mereka di rumah warga di Desa Watumbaka, Pandawai, Sumba Timur, Rabu (3/2/2021).
Kendati demikian, pandemi sempat berdampak pada aktivitas membaca buku Gazi. Selama ini, Okta kerap membawa Gazi ke toko buku agar dia memilih sendiri buku bacaan yang dia inginkan. Di awal-awal masa pandemi, hal ini urung dilakukan.
”Waktu itu masih khawatir Covid-19. Jadi, kami kebanyakan di rumah. Buku yang dibaca akhirnya, ya, itu-itu saja,” katanya.
Sebelumnya, Psikolog dan Co-Founder Tigagenerasi Fathya Artha mengatakan, ada beberapa kekhawatiran orangtua terhadap anaknya selama masa pandemi Covid-19. Salah satunya adalah penggunaan gawai yang berlebihan. Di sisi lain, orangtua juga khawatir kualitas pendidikan anaknya menurun selama pembelajaran jarak jauh.
Kompas/Wawan H Prabowo
Para murid SD Negeri Watumbaka, Kecamatan Pandawai, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, membaca buku saat menunggu kedatangan guru mereka di rumah warga di Desa Watumbaka, Pandawai, Sumba Timur, Rabu (3/2/2021).
Menurut dia, kekhawatiran tersebut dapat ditepis jika orangtua mampu membuat aktivitas online-offline anak seimbang. Salah satunya adalah dengan mengajak anak membaca buku cetak.
”Dengan membaca buku, anak bisa terhindar dari kecanduan gawai. Membaca juga dapat membuat proses perkembangan otak anak menjadi optimal,” katanya.
Menurut Fathya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan orangtua untuk membuat suasana membaca menjadi menyenangkan. Misalnya dengan menyiapkan pojok baca, mengajak anak memilih buku, serta bercerita dengan intonasi yang seru dan properti beragam hingga menyambungkan cerita dengan aktivitas sehari-hari.