Masyarakat tetap didorong mengonsumsi daging ayam karena merupakan sumber protein hewani yang terjangkau. Yang penting seluruh bagian daging ayam harus dimasak sampai matang.
Masyarakat harus lebih waspada dengan temuan bakteri kebal antibiotik di daging ayam broiler. Setiap membeli daging ayam, dipastikan harus dimasak sampai matang.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, temuan riset Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS) bersama YLKI dan World Animal Protection (WAP) sebenarnya peringatan agar pemerintah selaku regulator lebih ketat mengawasi kualitas produk pangan hewani, terutama ayam broiler agar tak memicu terjadinya resistansi antibiotik. Masyarakat, lanjut Tulus, tetap harus didorong mengonsumsi daging ayam karena merupakan sumber protein hewani yang terjangkau.
”Kami minta penguatan kontrol, post-market control dan pre-market control oleh pemerintah sebagai regulator. Artinya konsumen sebagai pengguna daging ayam, sebagai end user, tetap mengonsumsi daging ayam, kemudian menjadi salah satu sumber pasokan protein bagi konsumen,” katanya.
Pendiri CIVAS drh Tri Satya Putri Naipospos menyebutkan, cara paling efektif yang bisa dikerjakan konsumen adalah memastikan memasak ayam dengan matang. ”Pasti kita rebus dulu, kita kasih bumbu, dan lain sebagainya. Itu sebetulnya salah satu cara memitigasi kemungkinan bakteri berkembang biak atau mempropagasi diri,” katanya.
Secara lengkap, Tri Satya menyarankan masyarakat untuk mengikuti panduan praktik higiene dan pemasakan yang benar, antara lain dari Badan Standar Pangan Pemerintah Inggris.
Praktik itu diawali dengan menutup daging mentah dan menyimpan di bagian bawah lemari es. Tujuannya, sisa cairan dari daging yang kemungkinan tercemar bakteri tidak menetes ke makanan lain. Langkah selanjutnya, mencuci dan membersihkan semua peralatan yang digunakan untuk menyiapkan daging mentah.
”Cuci tangan dengan sabun dan air hangat setelah menangani daging mentah. Ini akan menghentikan penyebaran bakteri dengan menghindari kontaminasi silang,” ujar Tri. Terakhir, masak hingga seluruh bagian daging matang sebelum dihidangkan di atas meja makan.
Cara paling efektif yang bisa dikerjakan konsumen adalah memastikan memasak ayam dengan matang.
YLKI, CIVAS, dan WAP merekomendasikan konsumen membeli produk pangan hewani di toko dengan sistem higiene dan sanitasi yang baik, atau memiliki sertifikat unit usaha. Konsumen juga disarankan membeli produk bernomor kontrol veteriner (NKV).
Selain itu, WHO juga merekomendasikan lima kunci menjaga keamanan pangan di rumah, yakni menjaga kebersihan; memisahkan pangan mentah dan matang; memasak hingga matang; menjaga pangan dengan suhu yang aman; serta menggunakan air dan bahan mentah yang bersih dan aman.
Sebelumnya, hasil studi terbaru dari CIVAS, YLKI, dan WAP mendapati adanya bakteri Escherichia coli (E. coli) yang sudah tidak mempan dibunuh dengan sulfametoksazol, colistin, siprofloksasin, dan kloramfenikol pada sampel sekum (bagian usus) ayam broiler. Padahal antibiotik tersebut biasa digunakan manusia dalam pengobatan. Pada sampel itu, hanya meropenem yang masih ampuh di antara kelima antibiotik tersebut.
WHO juga merekomendasikan lima kunci menjaga keamanan pangan di rumah, yakni menjaga kebersihan; memisahkan pangan mentah dan matang; memasak hingga matang; menjaga pangan dengan suhu yang aman; serta menggunakan air dan bahan mentah yang bersih dan aman.
Sebelum studi tersebut, telah ada temuan-temuan serupa sebelumnya. Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Muhammad Munawaroh mencontohkan, satu dekade lalu Suandy dari Balai Pengujian Mutu Dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH) melaporkan studinya pada daging ayam broiler di Kota Bogor, Jawa Barat.
Hasilnya, 97,3 persen dari 402 isolat E. coli yang didapat dari daging resistan terhadap antibiotik. Rinciannya, 80,6 persen kebal pada tetrasiklin, 76,9 persen pada eritromisin, 67,9 persen pada ampisilin, 53,7 persen pada asam nalidixic, 42,3 persen pada enrofloksasin, 39,1 persen pada trimetoprim-sulfametoksazol, 14,2 persen pada gentamisin, serta 11,4 persen pada kloramfenikol dan sefalotin.
Translokasi
Kekebalan bakteri semacam itu tidak hanya berisiko mengurangi pilihan antibiotik untuk kebutuhan pengobatan hewan, tetapi juga untuk manusia. Sebab, sifat resistan pada bakteri di hewan, termasuk ayam broiler, bisa ”ditularkan” ke bakteri di dalam tubuh kita saat kita sedang bersantap.
Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof Amin Soebandrio mencontohkan, memasak makanan dengan cara dibakar berpotensi membuat kematangan makanan tidak merata. Akibatnya, jika terdapat E. coli resistan antibiotik di makanan itu, ada kemungkinan si bakteri masih hidup sehingga turut masuk ke mulut hingga mencapai usus.
Di usus, E. coli itu bertemu dengan bakteri lain dan terjadi perpindahan materi genetik yang membawa sifat kebal obat. Makin banyaklah bakteri resistan di dalam tubuh.
Masalah lainnya, perpindahan materi genetik tidak hanya terjadi pada bakteri yang sejenis. Amin mencontohkan, E.coli bisa memberikan materi genetik resistan antibiotik pada Klebsiella pneumoniae.
”Selama mereka di dalam usus tidak bahaya, tetapi kalau sampai translokasi, keluar dari usus masuk ke pembuluh darah, menyebar, nanti mereka nyangkutnya di paru, ginjal, atau di organ lain,” ujar Amin. Begitu terserang penyakit, manusia inang bakteri-bakteri ini akan susah sembuh dengan antibiotik yang sudah tidak mempan lagi.
Selain lewat kontak dengan daging ayam, resistansi antibiotik bisa juga berpindah dari ayam ke manusia secara tidak langsung, yakni lewat lingkungan ketika ayam dalam masa pemeliharaan di kandang. Amin menyebutkan, jika bakteri kebal obat ditemukan pada organ pencernaan, bakteri kemungkinan bisa ditemukan juga pada kotoran.
Jika manajemen limbah peternakan tidak memadai, kotoran bisa membuat bakteri menyebar di lingkungan. Jika limbah masuk ke sungai, bakteri pun hinggap di manusia yang menggunakan air sungai untuk air minum, memasak, atau mencuci.
Namun, meniadakan ayam goreng, opor ayam, atau soto ayam di meja makan kita bukanlah solusi. Ayam tetap sumber protein hewani andalan di Indonesia karena harganya relatif lebih murah dibandingkan daging hewan lainnya. Jadi, masaklah dengan benar.