Telur Herbal, Wujud Perjuangan Peternak Ayam Lepas dari Antibiotik
Waluyo menjauhkan ayam-ayam petelurnya dari antibiotik. Obat keras itu baru dipakai jika ada ayam yang sakit, itu pun dibatasinya hanya sampai ayam berusia 12 minggu.
Mulai 2005, Kusno Waluyo memantapkan niat untuk lepas dari ketergantungan pada antibiotik dalam mengelola peternakan ayam petelur di Lampung. Bukan karena ia sudah sadar risiko bakteri kebal obat, melainkan agar tetangganya yang alergi telur bisa ikut menikmati produknya. Inilah awal kisah telur herbal Waluyo yang kian sukses dengan jenama Sekuntum Herbal.
Waluyo mengelola peternakan pada lahan seluas lebih kurang 10 hektar di Desa Toto Projo, Kecamatan Way Bungur, Kabupaten Lampung Timur. Waktu tempuh dari Bandar Lampung 2,5 jam menuju peternakannya. Ia memelihara 70.000 ekor ayam yang per hari menghasilkan rata-rata 2,9 ton telur. Karyawannya berjumlah 76 orang.
Lulusan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ini menjauhkan ayam-ayamnya dari antibiotik. Obat keras itu baru dipakai jika ada ayam yang sakit, itu pun dibatasinya hanya sampai ayam berusia 12 minggu. Setelahnya sampai ayam ”purnakarya” umur 80-90 minggu, penyakit sebisa mungkin ia bereskan dengan ramuan herbal hasil pengembangannya. Karena itu, Waluyo berani menjamin telur Sekuntum Herbal nol residu antibiotik.
Pencapaian itu bermula dari kunjungan Waluyo ke satu keluarga yang juga tetangganya sekitar tahun 2005. ”Kan, anaknya kurus-kurus. Saya bilang, eh anak-anakmu kasih telur sih, kurus-kurus gitu,” ucap pria yang mewarisi usaha ayam petelur dari orangtuanya mulai tahun 2000 tersebut.
Dari penuturan keluarga itu, barulah ia tahu ada orang yang bisa gatal-gatal karena makan telur. Satu keluarga pula. Tetangganya itu terdiri dari sepasang suami-istri dan tiga anak.
Waluyo curiga itu efek ayam petelur mengonsumsi antibiotik secara rutin, meski belum ada riset yang membuktikan. Sama seperti peternak lainnya, Waluyo sejak awal terjun ke kandang mencampurkan antibiotik ke pakan ternak setiap waktu, guna mencegah ayam terserang penyakit dan memastikan pertumbuhan ayam bagus.
Penggantian antibiotik dengan ramuan herbal bukan satu-satunya faktor keberhasilan. Pemeliharaan ayam yang memperhatikan kesejahteraan hewan juga menjadi kunci.
Pada pakan, antibiotik diberikan terus-menerus dengan dosis lebih rendah dibandingkan dosis pengobatan, dikenal sebagai antibiotik pemacu pertumbuhan (antibiotic growth promoter/AGP). Ayam yang sakit akan diberikan antibiotik jenis lain lagi, sambil pencampuran antibiotik pada pakan tetap dilanjutkan. ”Antibiotik, kan, untuk penyakit macam-macam. Kalau ini spesifik untuk pencernaan saja yang di pakan. Untuk yang pernapasan dan sebagainya, kan, enggak ada di pakan,” kata Waluyo.
Terinspirasi dari perjumpaan dengan keluarga yang tidak bisa makan telur, Waluyo lantas menghimpun informasi tentang ramuan herbal untuk menjaga kesehatan ayam dan belajar meraciknya. Beragam bahan digunakannya, mulai dari temulawak, kunyit, jahe, kayu manis, hingga madu. Parameter yang ditetapkannya, bahan herbal harus yang sudah teruji aman dikonsumsi manusia sehingga nanti telur ayam-ayamnya juga layak dimakan konsumennya.
Saat awal mengaplikasikan, ia mesti rela produktivitas ayam turun, dari biasanya 80 persen menjadi 60 persen per hari selama sekitar sepekan. Ia juga dipusingkan dengan ayam yang mencret selama pemberian jamu. Namun, ia tak henti belajar hingga menemukan formula yang pas dan produktivitas ayam tetap bagus.
Waluyo pun berangsur percaya diri lepas dari ketergantungan terhadap antibiotik. Mulai 2008, ia sudah tidak lagi memberikan pakan ber-AGP ke ayam. Ia sampai harus memesan khusus ke perusahaan produsen pakan ayam agar membuat pakan tanpa antibiotik.
Sebelum 2018, permintaan Waluyo tidak wajar karena pencampuran AGP ke pakan ayam merupakan praktik lumrah, termasuk oleh industri pakan ternak. Namun, Kementerian Pertanian ternyata mulai 2018 melarang praktik itu guna mengendalikan risiko resistansi antibiotik. Waluyo tidak kerepotan dengan aturan itu, karena sudah berinisiatif menihilkan antibiotik dari pakan ayam sejak satu dekade sebelumnya.
Ketekunan Waluyo mencari formula herbal untuk ayam-ayamnya berbuah manis. Tetangga yang dulunya alergi kemudian bisa merasakan manfaat telur dengan mengonsumsi produk Sekuntum Herbal. Selain itu, makin banyak orang yang sebelumnya tidak bisa makan telur karena berbagai alasan kini jadi konsumen Waluyo. ”Ada orang yang 10 tahun enggak bisa makan telur, bisa kebantu makan telur,” ujarnya.
Bahan herbal sebagai pelindung ayam juga membuat telur Waluyo memiliki keunggulan dibanding telur ayam broiler lainnya, bahkan dibandingkan telur ayam kampung. Contohnya, telur Sekuntum Herbal memiliki kadar fosfolipid lebih tinggi dibanding telur ayam kampung. Fosfatidilkolin, komponen utama fosfolipid telur, bermanfaat untuk menghambat penyerapan kolesterol dalam tubuh.
Itu satu dari sejumlah temuan dalam riset-riset mahasiswa strata 1 dan strata 2 Fakultas Peternakan UGM yang digandeng Waluyo untuk membuat skripsi dan tesis tentang telurnya. Ia juga mendapat asistensi dari salah satu dosen fakultas tersebut, Prof Sri Harimurti.
”Berdasarkan testimoni yang mengonsumsi, banyak yang mengatakan kolesterol jadi normal dan saya membuktikan sendiri. Sehari 6 butir dengan ngontrol asupan makanan yang lain seperti gorengan dan lain-lain, kolesterol saya normal,” tutur Waluyo setengah berpromosi.
Namun, Waluyo mengingatkan, penggantian antibiotik dengan ramuan herbal bukan satu-satunya faktor keberhasilan. Pemeliharaan ayam yang memperhatikan kesejahteraan hewan juga menjadi kunci. Ia pun berterima kasih pada Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO ECTAD) yang mendampinginya untuk menerapkan biosekuriti 3 zona guna menjamin kesehatan ayam-ayamnya meski minim antibiotik.
Dengan konsep biosekuriti itu, Waluyo membagi kompleks peternakannya menjadi tiga zona berbasis risiko, yakni zona merah (area dengan risiko kontaminasi tinggi), zona kuning (zona peralihan dari merah ke hijau), serta zona hijau yang higiene dan sanitasinya paling dijaga. Kandang ayam berada di dalam zona hijau.
Di sektor peternakan ayam pedaging, para peternaknya masih sulit melepas ketergantungan pada antibiotik guna melindungi kesehatan ayam-ayam mereka. Apalagi, ayam pedaging dipanen dalam waktu singkat, hanya dalam 25-38 hari.
Peternak ayam petelur ibarat pelari maraton sedangkan peternak ayam pedaging adalah sprinter. Sedikit kesalahan di garis start sudah memengaruhi hasil akhir pada ayam pedaging. Risiko kerugian besar membuat antibiotik dipakai guna mencegah penyakit, setidaknya selama tiga hari pertama kehidupan ayam di kandang.
Bahan lebih aman
Namun, bukan berarti tidak ada peternak broiler yang berupaya untuk menekan konsumsi antibiotik. Penanggung jawab produksi Tri Group, dokter hewan Aris Kumaidi, terus belajar untuk menjaga kesehatan ayam menggunakan bahan-bahan yang lebih aman dari risiko.
Aris memberikan ramuan herbal yang antara lain berisi jahe, kunyit, dan temu lawak pada ayam sejak masih kecil. Ia juga menggunakan produk pabrikan bernama hepato protektor yang salah satu komposisinya adalah ekstrak curcumin, senyawa yang antara lain terkandung dalam kunyit dan temulawak.
”DOC itu dateng kita kasih ini, hepato protektor. Ini fungsinya, karena masa-masa DOC itu kan belum berkembang organ internalnya dia. Makanya kita memberikan supporting fungsi hati,” ucap Aris.
Selain bahan-bahan herbal, Aris juga mengandalkan vitamin guna menjaga daya tahan ayam. Kombinasi ini membuat ia mampu mengurangi durasi pemberian antibiotik pada anak ayam di waktu awal, dari lima hari menjadi tiga hari.
Selain bahan-bahan herbal, Aris juga mengandalkan vitamin guna menjaga daya tahan ayam. Kombinasi ini membuat ia mampu mengurangi durasi pemberian antibiotik pada anak ayam di waktu awal.
Upaya untuk melepaskan diri dari jerat antibiotik juga pernah dilakukan Endah, peternak ayam broiler di Sukabumi, Jawa Barat. Dia kerap menggunakan obat berbahan herbal untuk menjaga ayam-ayamnya dari serangan penyakit. Formula herbal ini dia racik sendiri secara eksperimental.
”Ya, daun pepaya. Kami buat jamu-jamu ramuan dari kunyit, daun jahe, apa. Pakai ramuan sendiri gitu,” kata lulusan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran ini.
Endah yang mulai menggeluti dunia perunggasan sejak tahun 1994 mengaku berupaya meminimalkan penggunaan bahan kimia untuk ayamnya. Bahkan selama ini dia mengaku tidak pernah menggunakan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan dalam pakan atau Antibiotic Growth Promotor (AGP).
Menghentikan konsumsi antibiotik untuk pencegahan penyakit pada ayam memang butuh perjuangan, seperti tergambarkan dari usaha Waluyo menghasilkan telur herbal. Namun, perjuangan bakal lebih berat jika pengendalian terlambat. Resistansi antimikroba yang tidak terbendung diprediksi memicu 10 juta kematian per tahun di dunia mulai 2050.