Pemulihan Sektor Industri Pariwisata Butuh Tenaga Kerja Kompeten
Potensi pemulihan industri pariwisata membutuhkan kesiapan tenaga kerja yang punya kompetensi dan keahlian sesuai perubahan perilaku karena pandemi Covid-19.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri pariwisata bisa pulih dari pandemi Covid-19 apabila mampu beradaptasi dengan perubahan perilaku warga. Suplai tenaga kerjanya pun harus memiliki kompetensi keahlian yang mendukung.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, Selasa (30/3/2021), di Jakarta mengatakan, sebelum pandemi Covid-19, industri pariwisata berperan penting dalam perekonomian. Mengutip data Badan Pusat Statistik serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada 2019-2020, jumlah tenaga kerja total mencapai 13 juta orang. Porsi tenaga kerja sektor pariwisata terhadap keseluruhan pekerja nasional sebesar 10,2 persen.
Sumbangan devisa sektor pariwisata mencapai sekitar 20 miliar dollar AS. Terdapat 14 subsektor yang berkaitan langsung dengan industri pariwisata, seperti hotel, restoran, dan transportasi.
Pandemi Covid-19 adalah kesempatan unik untuk menerapkan dan mengubah metode pengajaran secara digital.
Potensi pemulihan sektor industri pariwisata, menurut Bhima, dipengaruhi oleh kehadiran vaksin Covid-19. Selain itu, selama pandemi Covid-19 berlangsung terdapat tren liburan hemat tanpa meninggalkan kota atau negara (staycation). Tren ini salah satunya ditandai dengan berlibur di hotel dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Tren itu mempercepat perkembangan perilaku warga yang memutuskan untuk bekerja secara lepas dan memanfaatkan teknologi sehingga tidak terikat oleh waktu dan tempat atau digital nomad. Menurut Bhima, di Amerika Serikat, pendapatan individu digital nomad rata-rata sebesar 50.000-99.000 dollar AS atau setara Rp 722 juta per tahun. Potensi total pemasukan digital nomad dapat menembus Rp 21,4 triliun per tahun.
”Pandemi Covid-19 membuat aktivitas berwisata tertunda. Namun, kebutuhan tenaga kerja lulusan pendidikan dan pelatihan vokasional tetap harus disiapkan dengan maksimal untuk menghadapi pemulihan industri. Kesesuaian kompetensi keahlian suplai tetap perlu dikedepankan,” ujar Bhima dalam webinar ”Potensi Pengembangan SDM Vokasi Pariwisata Menyambut Rebound Pariwisata Nasional” pada hari yang sama.
Dia berpendapat, pelatihan vokasional untuk subsektor industri pariwisata masih terbatas. Sementara tren sektor industri pariwisata semakin spesifik sehingga membutuhkan tenaga kerja yang terspesialisasi.
”Porsi tenaga kerja di Indonesia didominasi lulusan SMP ke bawah, yaitu sebesar 57 persen. Dengan demikian, bentuk pendidikan lanjutan dengan biaya yang terjangkau dan memenuhi kualifikasi pasar tenaga kerja yang terbaik adalah pendidikan dan pelatihan vokasi,” kata Bhima.
Direktur Utama PT IDeA Indonesia Eko Desriyanto memandang, pendidikan dan pelatihan vokasional yang ideal adalah terintegrasi dengan praktik kerja industri atau biasa disebut teaching factory. Dengan demikian, siswa cepat beradaptasi dengan realitas bekerja di industri.
Pengalaman IDeA Indonesia adalah mengintegrasikan akademi bidang pariwisata dengan teaching factory berstandar hotel bintang tiga. Segala fasilitas praktik sampai kurikulum dikemas sesuai tren industri.
”Kami masih optimistis industri pariwisata Indonesia bisa lekas pulih. Maka, kami tetap berekspansi ke Sumatera Selatan dan Jawa Barat selama 2021-2022. Akademi kami di dua provinsi itu juga dibangun terintegrasi dengan teaching factory,” kata Eko.
Teknologi digital
Chief Operating Officer dan Deputy CEO of Ecole hôtelière de Lausanne (EHL) Maxime Medina saat dihubungi, Senin (29/3/2021) sore, dari Jakarta menceritakan, pada Maret 2021, menyusul pernyataan keadaan darurat Swiss karena Covid-19, EHL harus menutup kampusnya di Lausanne dan Chur-Passugg. Para mahasiswa internasional harus dipulangkan. Kondisi itu butuh solusi agar pembelajaran mereka tidak terganggu.
Dalam enam minggu setelah sekolah tutup, EHL segera mengembangkan dan menyelenggarakan 7.000 jam pembelajaran jarak jauh. Sebanyak 2.440 kunjungan kampus virtual diselenggarakan. Setelah 12 minggu sampai sekarang, EHL telah mengelola lebih dari 12.000 ujian daring kepada 1.545 siswa di 90 negara.
”Kami memastikan kelangsungan akademik semua program sejak awal pandemi korona tahun lalu. Sebagai penyelenggara pendidikan dan pelatihan vokasional sejak 1893, kami telah siap untuk mendigitalkan program pembelajaran. Untuk rencana jangka panjang yang dibuat untuk tahun 2023, hanya dalam beberapa hari, semua kelas dilakukan secara daring untuk melayani siswa dari seluruh dunia,” tutur Medina.
Menurut Medina, EHL menyadari bahwa pandemi Covid-19 adalah kesempatan unik untuk menerapkan dan mengubah metode pengajaran secara digital. Ini merupakan strategi jangka panjang EHL yang telah dipercepat oleh keadaan.
EHL telah meluncurkan kursus Tata Graha berbasis realitas virtual (VR) pertama pada Februari 2019 untuk memungkinkan siswa merasakan secara langsung contoh terbaik dan terburuk dari tata graha hotel. Kursus ini secara kolaboratif bekerja sama untuk menanggapi situasi yang menantang, seperti Dreamscape, sebuah perusahaan yang menerapkan pendekatan terobosan ke dunia VR sehingga memungkinkan siswa membuat dan berinteraksi dengan avatar satu sama lain dalam pengalaman VR yang imersif.
Contoh lain di Kelas Manajemen Divisi Kamar, mahasiswa sarjana menggunakan perangkat lunak simulasi bernama HOTS, yang dijalankan oleh Russell Partnership Technology, untuk mengelola hotel yang bersaing langsung dengan sesama siswa.
Selama pandemi Covid-19, ujian tidak dibatalkan, tetapi dilakukan dari jarak jauh. Menurut Medina, EHL berinvestasi dalam perangkat lunak pengawas anti-penipuan yang sesuai dengan GDPR dengan sistem kecerdasan buatan anti-cheat yang menjamin integritas penilaian dengan memverifikasi identitas siswa, memblokir fungsi komputer lain saat tes berlangsung, serta menganalisis suara dan pergerakan di sekitar siswa.
”Sejak pandemi Covid-19, permintaan terhadap profesional perhotelan tetap meningkat. Program pendidikan dan pelatihan vokasional dapat diambil organisasi untuk menutup kesenjangan keterampilan. Kami selalu menawarkan sistem pendidikan yang lebih gesit dan fleksibel yang memberikan keterampilan yang relevan,” tuturnya.