Kasus Covid-19 Meningkat, Rumah Sakit Perlu Menata Ulang Layanan
Rumah sakit perlu menata ulang layanan hingga memanfaatkan teknologi untuk sosialisasi dan promosi di tengah meningkatnya kasus Covid-19. Hal itu perlu dilakukan agar layanan tidak terhenti akibat pemasukan berkurang.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia membuat rumah sakit perlu menata ulang layanan hingga memanfaatkan teknologi untuk sosialisasi dan promosi. Penataan ulang layanan tidak optimal akan membuat rumah sakit mengalami penurunan pemasukan dan pada akhirnya berpotensi menghentikan semua sistem layanan kesehatan.
Direktur Utama Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo (RSWS) Makassar, Khalid Saleh, dalam webinar bertajuk “Kondisi Terkini Pandemi Covid-19 dan Manajemen Penanganannya”, Minggu (13/12/2020) menyampaikan, hingga Kamis (10/12), jumlah pasien Covid-19 yang masih dirawat di RSWS sebanyak 74 orang. Sementara 1.912 pasien Covid-19 yang sebelumya dirawat telah diperbolehkan pulang.
Dalam mendukung penanggulangan pandemi, RSWS menambah kapasitas ruang perawatan dengan membuka lantai 2 dan 3 infection centre hanya untuk pasien Covid-19. Pihak RSWS juga menggunakan ruang perawatan palem lantai 1 dan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) sebagai ruang isolasi dengan total 147 tempat tidur.
Namun, Khalid juga mengakui di awal pandemi, sistem layanan di RSWS sedikit terganggu karena alur dan prosedur layanan belum jelas serta banyaknya kasus yang lolos terindikasi Covid-19 di layanan IGD. Ketersediaan alat pelindung diri (APD) juga masih amat terbatas untuk petugas RS.
“Tanpa manajemen tepat dalam merespons Covid-19, rumah sakit akan menjadi sumber penularan infeksi bagi staf medis. Oleh sebab itu, ketika rumah sakit tidak berfungsi secara tepat, rumah sakit tidak mungkin melayani pasien yang terkena Covid-19,” ujarnya.
Tanpa manajemen tepat dalam merespons Covid-19, rumah sakit akan menjadi sumber penularan infeksi bagi staf medis.
Selain itu, lanjut Khalid, meningkatnya jumlah pasien Covid-19 saat ini membuat rata-rata RS mengalami penurunan pemasukan. Hal ini akan membuat arus kas terganggu, beban operasional meningkat, dan jika terus berlanjut pada akhirnya pelayanan RS dapat terhenti.
Pada Minggu (13/12/2020), jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia bertambah 6.189 orang sehingga jumlah kumulatif kasus mencapai 617.820 orang. Adapun pasien sembuh bertambah4.460 orang sehingga total menjadi 505.836 orang. Sementara jumlah pasien yang meninggal bertambah 166 orang sehingga total menjadi 18.819 orang meninggal.
Menurut Khalid, kondisi tersebut membuat RS perlu merespons tatanan kehidupan baru. Sejumlah langkah yang perlu dilakukan antara lain menata ulang layanan RS, menerapkan strategi yang tepat dalam mengidentifikasi layanan yang menguntungkan, menjadwalkan ulang pembayaran pada pihak ketiga, menghitung pembiayaan yang membebani, dan memanfaatkan teknologi untuk sosialisasi dan promosi.
“ Rumah sakit harus memahami sepenuhnya situasi yang sedang berlangsung dan mempersiapkan organisasi, materi, dan teknologi. Optimalisasi rencana respon, implementasi manajemen untuk mengendalikan infeksi di rumah sakit, hingga penjadwalan ulang shift untuk mendukung fungsi pelayanan utama juga perlu disiapkan,” katanya.
Strategi penanggulangan
Sementara itu, Wakil Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kementerian Riset dan Teknologi David Handojo Muljono mengatakan, dalam sejumlah pedoman, strategi penanggulangan Covid-19 terbagi menjadi empat kategori yakni antivirus, terapi berbasis imunologi, imunomodulator, dan terapi ajuvan.
Strategi penanggulagan melalui antivirus dapat dilakukan dengan pemberian berbagai jenis obat antara lain remdevisir, lopinavir atau ritonavir, hidroklorokuin, dan ivermectin. Namun, sifat jenis obat tersebut masih dalam kategori investigasi dan belum ada standar operasional prosedur. Semua jenis obat tersebut umumnya hanya dianjurkan dalam bentuk uji klinik.
Dalam terapi berbasi imunologi, kata David, terbagi dalam dua jenis yaitu imunoterapi pasif dan aktif. Jenis imunoterapi pasif di antaranya memakai plasma konvalesen, imunogloubulin spesifi dan non spesifi, serta terapi stem-cell. Sedangkan vaksinasi merupakan jenis imunoterapi aktif. Kedua jenis imunoterapi pasif dan aktif sama-sama bertujuan untuk membentuk antibodi yang bisa mengalahkan virus.
Berdasarkan perkembangan terabaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), saat ini sudah ada 60 vaksin yang terdaftar dan diujicobakan di 41 negara. Dari seluruh vaksin tersebut, baru tiga vaksin yang telah lolos seluruh tahapan uji klinis dan disetujui untuk digunakan dalam keadaan darurat yakni Pfizer, Sputnik V, dan Sinopharm.
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Cabang Sulawesi Utara-Sulawesi Selatan, Arif Santoso menambahkan, berdasarkan rekomendasi WHO, penggunaan antibiotik dapat dilakukan untuk negara dengan tingkat koinfeksi yang tinggi dan disebabkan oleh bakteri. Antibiotik perlu diberikan untuk pasien suspek atau terkonfirmasi Covid-19 dengan gejala sedang hingga berat. Namun, antibiotik tidak perlu diberikan bagi pasien dengan gejala ringan atau hanya bersifat profiliaksis antibiotik.