Kasus Covid-19 di Indonesia Sepuluh Kali Lebih Banyak
Penambahan kasus harian Covid-19 di Indonesia diperkirakan sepuluh kali lipat dari yang ditemukan. Hal ini disebabkan pemeriksaan spesimen terkait penyakit tersebut masih terbatas.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus Covid-19 yang terkonfirmasi di Indonesia bertambah 6.310 orang pada Jumat (11/12/2020). Itu merupakan penambahan kasus harian terbanyak kedua. Penambahan kasus Covid-19 harian di Indonesia diperkirakan bisa mencapai 10 kali lipat dari yang ditemukan karena jumlah pemeriksaan terbatas.
Laporan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menyebutkan, dengan penambahan 6.310 kasus dalam sehari, jumlah total kasus Covid-19 di Indonesia kini mencapai 605.243 orang. Penambahan kasus harian ini didapatkan dengan memeriksa 39.786 orang sehingga rasio positif 15,8 persen.
Sementara itu, jumlah korban jiwa bertambah 175 orang dalam sehari, yang merupakan rekor terbanyak selama ini. Jumlah korban terbanyak terdapat di Jawa Timur dengan 51 orang, Jawa Barat 21 orang, Jawa Tengah dan DKI Jakarta masing-masing 18 orang. Sebelumnya, rekor terbanyak angka kematian karena Covid-19 dalam sehari terjadi pada 9 Desember dengan 171 korban jiwa.
Jumlah pemeriksaan yang dilakukan ini kurang dari separuh jumlah suspek Covid-19 yang mencapai 64.845 orang. Selain tingginya rasio positif, kesenjangan antara jumlah suspek dan orang yang diperiksa menandai kurangnya tes.
Kesenjangan juga terjadi dalam cakupan tes. Sebanyak 30 persen dari pemeriksaan pada Jumat dilakukan di Jakarta, yaitu mencapai 11.895 orang.
”Kasus harian di Indonesia dalam pemodelan epidemiologi minimal 50.000 kasus per hari. Ini akan makin besar kesenjangannya dengan jumlah kasus dikonfirmasi karena laju penularan lebih cepat dibandingkan pemeriksaan,” kata epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman.
Kasus harian di Indonesia dalam pemodelan epidemiologi minimal 50.000 kasus per hari.
Mengacu pada pemodelan yang dibuat tim Oxford University dan bisa diakses di Our World in Data, penambahan kasus harian di Indonesia saat ini menanjak dengan estimasi tertinggi 66.000 kasus per hari dan estimasi terendah 58.000 kasus per hari. Itu berarti, jumlah kasus yang ditemukan melalui pemeriksaan hanya sekitar sepersepuluh dari yang terjadi.
Pemeriksaan dibatasi
Hingga 10 bulan sejak kasus pertama ditemukan di Indonesia, pemeriksaan yang jadi kunci penting pengendalian pandemi masih menjadi persoalan besar di Indonesia. LaporCovid-19, platform warga berbagi informasi Covid-19, menerima banyak laporan warga yang kesulitan mengakses layanan tes dan waktu tunggu lama.
Sukarelawan data LaporCovid-19, Amanda Tan, mengatakan, pada Selasa (8/12/2020) ada laporan dari warga di Wonosobo, Jawa Tengah, belum mendapat hasil tes usap (swab) dengan metode reaksi rantai polimerase setelah dua minggu.
”Kami lalu menghubungi Dinas Kesehatan Wonosobo dan mendapat penjelasan, laboratorium rujukan di Jateng penuh dengan rata-rata 5.000 spesimen per hari dan belum ada alternatif laboratorium lain sehingga antrean pemeriksaan jadi panjang,” katanya.
Menurut dokter emergensi Tri Maharani yang juga menjadi sukarelawan LaporCovid-19, ada laporan dari sejumlah sejawat tenaga kesehatan di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang diminta menunda pemeriksaan dengan tes swab PCR.
”Kami menerima laporan untuk tes swab di poli Covid-19 dihentikan dulu. Ada perubahan kebijakan dari dinas kesehatan di sejumlah daerah di Jawa Timur, untuk sementara pakai tes cepat antigen dulu, tetapi barangnya belum ada. Jadi, sementara diobservasi dan diobati yang bergejala,” tuturnya.
Fenomena serupa disampaikan peneliti layanan kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Joko Mulyanto. Ia mengatakan, lama pemeriksaan swab di Banyumas hingga keluar hasilnya saat ini rata-rata 10-12 hari. ”Bahkan, ada yang dua minggu belum keluar,” ungkapnya.
Kondisi ini menyebabkan waktu tunggu pasien yang lama, padahal pada saat yang sama rumah sakit makin penuh meski ada penambahan kapasitas ruang perawatan dan tempat isolasi Covid-19.
”Waktu tunggu hasil pemeriksaan ini mempersulit tracing (pelacakan). Di sisi lain, mereka yang tanpa gejala rata-rata tidak mau isolasi sebelum ada hasil tes. Hal ini akan memperluas penularan,” kata Joko.
Kesulitan pemeriksaan, lanjut Joko, juga menyebabkan jumlah korban meninggal karena Covid-19 tidak tercatat dengan baik. Dengan situasi penuhnya rumah sakit saat ini, risiko korban meninggal dengan gejala status belum selesai diperiksa akan meningkat.