Satgas Covid-19: Pemda Lengah dalam Penanganan Covid-19
Pemda dinilai terlena atau lengah dalam penanganan pandemi Covid-19. Akibatnya, masih banyak daerah yang berstatus zona oranye atau risiko sedang penularan Covid-19.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dinilai terlena atau lengah dalam penanganan pandemi Covid-19. Akibatnya, masih banyak daerah yang berstatus zona oranye atau risiko sedang penularan Covid-19. Berangkat dari hal itu, pemda diharapkan tetap fokus menangani Covid-19 demi membuat daerahnya masuk kategori zona hijau.
Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, dalam keterangan pers secara daring dari Graha BNPB, Jakarta, Selasa (13/10/2020), menyampaikan kenaikan kasus mingguan secara nasional pekan ini 5,9 persen.
Secara nasional, Selasa ini, kasus positif Covid-19 di Indonesia bertambah 3.906 sehingga secara kumulatif jumlah kasus di Indonesia menjadi 340.622. Kasus aktif menjadi 65.299 atau 19,2 persen. Pasien Covid-19 yang sembuh bertambah 4.777 orang menjadi total 263.296 orang atau 77,3 persen, sedangkan pasien meninggal bertambah 92 orang sehingga secara kumulatif 12.027 orang atau 3,5 persen.
Provinsi dengan kenaikan kasus tertinggi pekan ini adalah Maluku, Riau, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Aceh. Adapun lima provinsi dengan tingkat kesembuhan pasien Covid-19 terbanyak pekan ini adalah Jawa Barat, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, dan Kalimantan Timur.
Baca juga : 270 Juta Vaksin Disiapkan hingga Kuartal IV-2020
Selain jumlah penambahan kasus yang masih fluktuatif, Wiku mengatakan, banyak pemerintah daerah yang terlena dengan penanganan Covid-19. Karenanya, jumlah kabupaten/kota yang berada di zona risiko sedang atau zona oranye tetap tinggi. Jumlah kabupaten/kota zona merah atau risiko tinggi hanya turun tipis, dari 54 kabupaten/kota pekan lalu menjadi 53 kabupaten/kota minggu ini.
Zona oranye, menurut Wiku, dilihat dari tiga indikator yang memengaruhi tingkat penularan Covid-19, yakni epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan masyarakat sangat dekat dengan zona merah. Karena itu, jika kurang waspada, penularan Covid-19 bisa terus terjadi dan semakin banyak.
Saat ini tercatat 336 kabupaten/kota atau 65 persen dari kabupaten/kota di Indonesia berada di zona oranye. ”Ini artinya daerah lengah atau sudah merasa nyaman dalam penanganan Covid-19,” ujar Wiku.
Dari jumlah tersebut, 94 kabupaten/kota terus berada di zona oranye selama enam minggu secara berturut-turut. Adapun kabupaten/kota yang bergeser ke zona oranye terus bertambah. Sumatera Utara, Jawa Tengah, dan Jawa Timur menjadi provinsi dengan kabupaten/kota terbanyak di zona oranye. Tiga kabupaten lain, yakni Langsa di Provinsi Aceh, Pasaman Barat di Sumatera Barat, dan Karanganyar di Jateng bergeser ke zona merah.
”Zona oranye tetap berisiko penularan. Kalau dibiarkan, akan pindah ke zona merah. Jangan terlena dan lengah karena target penanganan Covid-19 adalah semua wilayah menjadi zona hijau, tidak ada penambahan kasus selama empat minggu berturut-turut, dan kesembuhan 100 persen,” tutur Wiku.
Pemda pun diminta terus meningkatkan pemeriksaan, pelacakan, dan perawatan (3T). Pemda juga diminta tak ragu meminta bantuan untuk penanganan Covid-19 kepada pemerintah pusat, seperti reagen, obat-obatan, dan insentif sukarelawan.
Masyarakat juga diminta terus memakai masker saat keluar rumah, mencuci tangan sesering mungkin, menjaga jarak 1,5 meter dengan orang lain, dan sebisanya tidak keluar rumah jika tidak perlu.
Melihat fluktuasi perubahan zona risiko beberapa pekan ini, Wiku juga meminta pemda untuk selalu transparan dan apa adanya dalam melaporkan data dan penanganan di wilayah masing-masing.
Secara terpisah, dalam evaluasi tujuh bulan Covid-19 di Indonesia, Institute for Demographics and Poverty Studies (Ideas) menilai gelombang pertama Covid-19 di Indonesia masih jauh dari selesai. Terjadi percepatan dan penambahan kasus yang lebih besar dari waktu ke waktu. Kalaupun ada penurunan beberapa hari, selalu ada peningkatan lagi.
Peneliti Ideas, Fajri Azhari, menunjukkan, 50.000 kasus Covid-19 pertama di Indonesia terjadi dalam 115 hari. Namun, 50.000 berikut dicapai hanya dalam 32 hari. Penambahan kasus dari 100.000 menjadi 150.000 juga semakin cepat, hanya dalam 26 hari. Dalam data per 5 Oktober, penambahan kasus dari 250.000 menjadi 300.000 terjadi hanya dalam 12 hari.
”Ada percepatan penularan. Kasus meninggal juga punya pola yang sama. Penambahan semakin cepat meski case fatality rate Indonesia semakin rendah,” tuturnya melalui keterangan pers yang disampaikan secara daring, Selasa.
Peneliti Ideas lainnya, Meli Triana Devi, menambahkan, yang lebih mengkhawatirkan adalah data kematian yang dilaporkan lebih rendah dari kenyataan. Di DKI Jakarta, misalnya, dari data Satgas Penanganan Covid-19 terdapat 1.661 kasus meninggal, tetapi jumlah pemakaman dengan prosedur Covid-19 sebanyak 6.248.
Melihat penanganan Covid-19 yang hanya mengandalkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang kemudian dilonggarkan, menurut Fajri, hal ini membuat peningkatan kasus positif Covid-19 terus naik tajam. Semestinya PSBB, bahkan karantina wilayah, bisa mengatasi penularan Covid-19. Sebab, dalam pantauan di beberapa wilayah yang menerapkan PSBB, terjadi pengurangan penularan.
Kalaupun PSBB dinilai melemahkan ekonomi, Pemerintah Indonesia bisa meniru negara-negara lain yang sukses menangani Covid-19 tanpa penutupan wilayah (lockdown), seperti Korea Selatan. Tes usap diperbanyak sehingga penularan dan risiko kematian bisa dikendalikan.
”Tapi, Indonesia tidak melakukan keduanya,” kata Fajri.
Unjuk rasa
Sementara itu, di antara pengunjuk rasa yang kecewa terhadap pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja, banyak di antaranya yang reaktif Covid-19 berdasarkan tes cepat. Sejauh ini, dari massa yang diamankan Polri dan TNI di beberapa provinsi, tercatat 21 dari 253 pengunjuk rasa yang ditahan di Sumatera Utara reaktif, di DKI 34 dari 1.192, di Jawa Timur 24 dari 650, di Sulawesi Selatan 30 dari 261, di Jabar 13 dari 39, dan 1 dari 95 di DI Yogyakarta.
”Ini puncak gunung es dari hasil pemeriksaan yang merupakan contoh kecil bahwa virus gampang menular secara cepat dan meluas. Angka (penularan) diperkirakan meningkat dalam 1-2 minggu ke depan,” tambah Wiku.
Satgas juga mengimbau perguruan tinggi mengidentifikasi mahasiswa yang berunjuk rasa dan melakukan tes cepat. Jika reaktif, diharapkan ada penelusuran kontak terdekat dan penyediaan ruang isolasi untuk mereka.
Baca juga : Hindari Kekerasan Eksesif dalam Pengamanan Unjuk Rasa
Untuk pengunjuk rasa buruh, Satgas meminta perusahaan membuat satgas di tingkat perusahaan dan berkoordinasi dengan satgas di tingkat kabupaten/kota untuk mengetes para pengunjuk rasa. Prosedur serupa untuk pelacakan dan uji usap perlu dilakukan jika ada yang reaktif dalam tes cepat.