Keberlanjutan BPJS-Kesehatan Jadi Alasan Pemerintah Kembali Naikkan Iuran
Pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS-Kesehatan dengan alasan untuk menjaga keberlangsungan program jaminan kesehatan itu. Namun, kenaikan itu dikritik karena diberlakukan saat warga sedang terpukul pandemi Covid-19.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memutuskan kembali menaikkan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat mulai Juli 2020. Keberlanjutan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS)-Kesehatan menjadi alasan pemerintah menaikkan premi jaminan sosial milik pemerintah tersebut.
Kenaikan iuran peserta JKN-KIS ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam Pasal 34 Perpres yang diteken Presiden Joko Widodo pada 5 Mei 2020 itu disebutkan, iuran JKN-KIS untuk peserta Kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 150.000 per bulan.
Adapun peserta Kelas II ditetapkan naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000 per bulan. Ketentuan mengenai iuran BPJS Kesehatan yang baru ini mulai berlaku sejak 1 Juli 2020.
Sementara itu, layanan Kelas III Iuran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP) menjadi Rp 42.000 per bulan. Sepanjang tahun 2020, para peserta JKN-KIS Kelas III tetap membayar iuran Rp 25.500 per bulan sama seperti semula. Kekurangan iuran Rp 16.500 ditanggung pemerintah pusat sebagai bantuan kepada peserta PBPU dan BP.
Pemerintah akan mengurangi bantuan iuran JKN-KIS bagi peserta PBPU dan PB Kelas III pada tahun 2021 menjadi Rp 7.000 yang dialokasikan dari APBN. Dengan demikian, para peserta JKN-KIS Kelas III harus membayar iuran sebesar Rp 35.000 per bulan.
Dalam Pasal 34 itu juga diatur iuran JKN-KIS untuk bulan April, Mei, dan Juni sama dengan premi sebelumnya, yakni Rp 25.000 untuk peserta Kelas III, Rp 51.000 untuk peserta Kelas II, dan Rp 80.000 untuk peserta Kelas I.
Ketentuan tersebut sesuai dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 7P/HUM/2020 tertanggal 31 Maret 2020 yang membatalkan kenaikan iuran JKN-KIS. Melalui Perpres Nomor 75 Tahun 2019, pemerintah memutuskan menaikkan premi JKN-KIS menjadi Rp 160.000 untuk Kelas I, Rp 110.000 untuk Kelas II, dan Rp 42.000 untuk peserta Kelas III.
Ketentuan itu sempat diberlakukan pada Januari, Februari, dan Maret, tetapi kemudian dibatalkan MA. Pembatalan itu membuat pemerintah mengembalikan iuran seperti semula, tetapi ternyata hanya berlaku selama tiga bulan, yakni April, Mei, dan Juni.
Saat dimintai penjelaskan dalam jumpa wartawan secara virtual, Rabu (13/5/2020), Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, keputusan kembali menaikkan iuran JKN-KIS diambil untuk menjaga keberlanjutan BPJS-Kesehatan.
”Soal BPJS, ketentuannya sesuai dengan apa (perpres) yang sudah diterbitkan. Dan, tentunya ini adalah untuk menjaga keberlanjutan BPJS Kesehatan,” tuturnya.
Pemerintah, lanjut Airlangga, tetap memberikan subsidi premi untuk kelompok masyarakat penerima subsidi. Subsidi dari pemerintah itu diberikan untuk menjamin keberlangsungan jaminan sosial yang dikelola oleh BPJS-Kesehatan.
Menanggapi kenaikan iuran JKN-KIS, anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Netty Prasetyani menilai, pemerintah tidak peka terhadap suasana kebatinan dan ekonomi masyarakat yang terpukul akibat pandemi Covid-19.
”Kebijakan kenaikan ini sangat mencederai kemanusiaan. Sebab, menurut para pakar, kondisi ekonomi kita akan terganggu hingga akhir tahun,” tuturnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu menganggap keputusan menaikkan premi JKN-KIS itu merupakan kado buruk pemerintah bagi masyarakat tahun ini. Kenaikan itu justru semakin mempersulit kehidupan masyarakat.