Baleg DPR sedang menunggu alokasi waktu dari pimpinan DPR agar RUU Masyarakat Adat disetujui untuk dibahas bersama pemerintah di rapat paripurna.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI, RINI KUSTIASIH
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Walaupun keberadaan masyarakat adat diakui di konstitusi, mereka masih sulit mendapatkan pengakuan karena kekosongan hukum untuk melindungi mereka. Salah satunya adalah Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang tak kunjung disahkan di DPR.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Agtas, saat dihubungi, Senin (6/6/2022), mengatakan, RUU Masyarakat Adat sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. RUU itu menjadi inisiatif DPR.
Baleg pun sudah selesai menyusun naskah akademik dan draf RUU tersebut. Sekarang, posisinya Baleg sedang menunggu alokasi waktu dari pimpinan DPR agar RUU tersebut disetujui untuk dibahas bersama pemerintah di rapat paripurna.
Semua syarat sudah terpenuhi oleh RUU Masyarakat Hukum Adat sehingga tidak ada alasan lain untuk tidak segera dibahas.
”Baleg mendorong agar RUU Masyarakat Adat ini bisa segera disahkan. Penyusunan dan harmonisasi sudah selesai. Ini, kan, inisiatif kami, jadi kami juga mendorong supaya cepat,” kata Supratman.
Karena proses penyusunan dan harmonisasi di Baleg sudah selesai, menurut Supratman, artinya semua fraksi di DPR sudah setuju. RUU itu sedang menunggu proses formilnya agar disetujui oleh Badan Musyawarah (Bamus) dan pimpinan DPR agar bisa dibahas bersama pemerintah.
”Seluruh fraksi di DPR sudah setuju, tak ada yang menolak. Sekarang tinggal menunggu Bamus untuk menentukan rapat kapan untuk diparipurnakan,” kata Supratman.
Sejak tahun 2009, sejumlah pihak mendesak agar penyusunan dan pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat segera disahkan. Payung hukum ini dinilai penting untuk melindungi komunitas adat yang keberadaannya masih rentan, terutama menyangkut eksistensi mereka sebagai pemilik ruang wilayah yang menjadi sumber kehidupan dan budayanya.
Tanpa payung hukum itu, korporasi atau investor yang berbasis ruang, seperti perkebunan, pertambangan, dan kehutanan, ataupun pemerintah, apabila memiliki proyek, dengan mudah menggunakan ruang hidup mereka. Masyarakat adat yang memprotes pun kerap mengalami kriminalisasi.
Pendiri dan peneliti Pusat Kajian Etnografi Komunitas Adat Yando Zakaria pun mendorong agar Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat ini segera dituntaskan. Penyusunan RUU juga harus melibatkan para ahli dan perwakilan masyarakat adat (Kompas, 6/6/2022).
Syarat terpenuhi
Sementara itu, Ketua Kelompok Fraksi Nasdem di Badan Legislasi (Baleg), Taufik Basari, mengatakan, saat ini ada dua RUU yang dinantikan masyarakat. Keduanya telah disepakati oleh Baleg untuk menjadi RUU inisiatif DPR. Namun, sampai saat ini, keduanya belum dibawa ke paripurna. Hal itu akan sangat tergantung pada pimpinan DPR.
Khusus RUU Masyarakat Adat, legislasi itu sangat dinantikan oleh masyarakat adat sebagai kelompok rentan yang selama ini termarjinalkan. ”Semua syarat sudah terpenuhi oleh RUU Masyarakat Hukum Adat sehingga tidak ada alasan lain untuk tidak segera dibahas,” katanya.