Berkaca dari Kasus Bupati Bogor, BPK Didorong Evaluasi Total Pengawasan Internal
”Untuk kesekian kalinya terjadi dugaan jual beli atau suap predikat BPK. Salah satu pihak yang diharapkan jadi benteng pertahanan pencegahan korupsi ternyata jebol juga,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terungkapnya kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2021, yang melibatkan Bupati Bogor Ade Yasin dan beberapa pegawai Badan Pemeriksa Keuangan, menunjukkan gagalnya instrumen pengawasan internal yang dimiliki BPK. BPK harus mengevaluasi total pengawasan internalnya untuk mengembalikan citra dan kepercayaan publik.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nurul Ghufron saat dihubungi, Jumat (29/4/2022), mengatakan, suap pengurusan laporan keuangan yang dilakukan BPK bukan sekali ini terjadi. Di tahun 2017, KPK melakukan operasi tangkap tangan di Kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi terkait suap penetapan predikat laporan keuangan wajar tanpa pengecualian (WTP).
Menurut Ghufron, pemeriksaan keuangan atau audit oleh BPK secara ketatanegaraan sebenarnya adalah mekanisme pengawasan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian pencegahan korupsi. Setiap penyelenggara negara yang mengelola keuangan negara seharusnya sadar bahwa kinerja pengelolaan keuangannya diawasi dan dimintai pertanggungjawaban.
”KPK sangat menyayangkan atas dugaan suap di BPK. Untuk kesekian kalinya terjadi dugaan jual beli atau suap predikat BPK. Salah satu pihak yang diharapkan menjadi benteng pertahanan pencegahan korupsi ternyata jebol juga,” kata Ghufron.
Menurut Ghufron, hal itu menunjukkan bahwa korupsi sudah semakin masif. Pelaku bahkan terang-terangan mengajak dan melibatkan pihak yang diketahui sebagai pengawas. Pengawas diajak untuk kongkalikong menutupi perbuatan curang agar tidak diketahui oleh penegak hukum. Bahkan, penegak hukumnya juga diajak untuk menutupi tindak pidana yang dilakukan. Hal itu dianggap sangat merisaukan.
”KPK ingin meningkatkan kerja sama yang lebih substansial dengan BPK untuk menggunakan manajemen berbasis integritas. Setiap jabatan yang memiliki kewenangan, tanpa adanya integritas akan ada celah untuk korupsi,” kata Ghufron.
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha berpendapat, jika sudah terjadi berulang kali, tandanya korupsi memang diduga sudah mengakar di tubuh instansi tersebut. BPK harus segera membenahi sistem pengawasannya. Mulai dari evaluasi total pengawasan internal, regulasi, ruang lingkup pengawasan, jenis pengawasan, hingga sistem reward and punishment.
”Evaluasi total diperlukan karena ada hal-hal yang berpotensi membuat pengawasan internal BPK tidak maksimal. Misalnya, Majelis Kehormatan Kode Etik BPK yang berisikan anggota BPK juga. Ini berpotensi bias jika yang diduga terkena masalah etik adalah pimpinan,” kata Egi.
Egi menilai, berulangnya jual beli predikat WTP yang melibatkan internal BPK itu jelas menunjukkan bahwa instrumen pengawasan internal yang dimiliki oleh BPK gagal menjalankan fungsinya. Hal itu juga dinilai menunjukkan BPK tidak pernah serius membenahi instansinya. Padahal, BPK adalah salah satu lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi.
Selain itu, bagi masyarakat, menurut Egi, predikat WTP dari BPK tidak menjamin kementerian, lembaga, atau pemerintah daerah tidak bebas dari korupsi. Justru dalam beberapa kasus korupsi terjadi di daerah yang mendapatkan opini WTP dari BPK.
”Jual beli predikat dari BPK itu condong dilakukan untuk menjaga gengsi atau membohongi publik bahwa institusi yang dipimpinnya bersih dari korupsi. Padahal, realitanya belum tentu demikian,” tegas Egi.
Akan dievaluasi
Ketua BPK Isma Yatun saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (28/4/2022) dini hari menegaskan bahwa kasus jual beli predikat WTP akan menjadi pembelajaran bagi BPK. BPK akan menerima saran yang disampaikan oleh KPK sebagai lembaga penegak hukum. BPK mendukung penuh upaya KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Selama ini, BPK dan KPK selalu bersinergi dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan akuntabel.
”BPK dan KPK selalu bersinergi dengan bersama-sama menjadi garda terdepan sebagai combating corruption agencies di negara ini,” kata Isma.
Menurut Isma Yatun, BPK juga mendukung penuh upaya penegakan integritas, independensi, dan profesionalisme oleh BPK. Penegakan hukum oleh KPK diharapkan dapat menjadi efek jera (deterrent effect) bagi siapa pun pegawai BPK yang melanggar nilai-nilai dasar itu.
”Hal ini merupakan pukulan berat bagi BPK sekaligus sebagai advance warning bagi institusi kami. Bahwasanya langkah untuk memerangi korupsi dan segala bentuknya membutuhkan ketangguhan dan dukungan semua pihak,” kata Isma.
Terkait penyidikan kasus dugaan suap pengurusan predikat WTP di Kabupaten Bogor, penyidik KPK juga telah melakukan upaya paksa penggeledahan di beberapa wilayah tersebut. Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, ada empat lokasi yang digeledah oleh tim penyidik KPK, yaitu pendopo dan rumah dinas Bupati Bogor, kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bogor, serta rumah kediaman di Ciparigi, Bogor Utara, Kota Bogor.
”Ditemukan dan diamankan berbagai bukti di antaranya berbagai dokumen keuangan. Di samping itu, juga ditemukan uang dalam pecahan mata uang asing. Bukti ini diduga kuat berkaitan dengan pokok perkara,” kata Ali.
Bukti-bukti itu, imbuh Ali, akan segera dianalisis untuk disita dan melengkapi berkas perkara penyidikan di KPK.