Suap Penyelenggara Negara, PT Merial Esa Divonis Lebih Rendah dari Tuntutan
Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis pidana denda Rp 200 juta kepada perusahaan pemenang tender pengadaan satelit pemantau dan pesawat nirawak di Bakamla. Sebelumnya, jaksa menuntut pidana denda Rp 275 juta.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
DIAN DEWI PURNAMASARI
Direktur PT Merial Esa Fachmi Darmawansyah mengikuti sidang vonis kasus suap pengadaan satelit pemantau dan pesawat nirawak di Badan Keamanan Laut (Bakamla) tahun anggaran 2016 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (19/4/2022),
JAKARTA, KOMPAS — PT Merial Esa, korporasi pemenang tender proyek pengadaan satelit pemantau dan pesawat nirawak di Badan Keamanan Laut Tahun Anggaran 2016, divonis pidana denda Rp 200 juta. Denda dijatuhkan karena perusahaan itu dinilai terbukti menyuap anggota DPR dan pejabat Bakamla untuk memenangkan tender proyek pengadaan satelit pemantau dan pesawat nirawak.
Selain pidana denda, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta juga menjatuhkan pidana tambahan berupa biaya pengganti kerugian negara Rp 126,135 miliar. Putusan itu dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai Surachmat di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (19/4/2022). Duduk sebagai anggota hakim Ig Eko Purwanto, Toni Irfan, Sukartono, dan Jaini Basir.
Vonis hakim lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, jaksa KPK menuntut PT Merial Esa dengan pidana denda Rp 275 juta. Jaksa juga menuntut pidana tambahan berupa biaya pengganti kerugian negara Rp 133 miliar dan penutupan seluruh atau sebagian perusahaan selama satu tahun.
”Mengadili menyatakan terdakwa PT Merial Esa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama. Menjatuhkan pidana pokok terhadap terdakwa PT Merial Esa berupa pidana denda Rp 200 juta rupiah,” kata Surachmat.
GUNTER'S SPACE PAGE
Ilustrasi satelit
Apabila pidana denda tidak dibayarkan paling lambat satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda milik PT Merial Esa dapat disita oleh jaksa untuk membayar denda itu. Jangka waktu pembayaran dapat diperpanjang sebanyak satu kali selama satu bulan.
Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti kepada negara Rp 126,135 miliar. Uang itu dikompensasi dengan memperhitungkan uang yang telah disita Rp 92,97 miliar, Rp 22,2 miliar, dan 800.000 dollar AS.
”Kelebihannya agar dikembalikan kepada terdakwa,” kataSurachmat.
Dalam pertimbangannya, PT Merial Esa terbukti secara bersama-sama dan berlanjut menyuap sejumlah penyelenggara negara untuk mendapatkan pengadaan satelit pemantau dan pesawat nirawak di Badan Keamanan Laut (Bakamla) pada 2016. Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah bersama dengan pegawai operasional Muhammad Adami Okta dan pegawai pemasaran Hardy Stefanus serta Managing Director PT Rohde & Schwarz Indonesia Erwin Sya’af Arief menyuap anggota Komisi I DPR, Fayakhun Andriadi, 911.480 dollar AS. Suap juga diberikan kepada narasumber Bidang Perencanaan dan Anggaran Bakamla, Ali Fahmi atau Fahmi Habsyi, Rp 64 miliar. Suap dikirimkan melalui nomor rekening bank di China dan Singapura.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Kemanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (15/12/2016).
Suap tersebut bertujuan agar para penyelenggara negara itu mengupayakan penambahan alokasi anggaran Bakamla untuk pengadaan satelit pemantau dan pesawat nirawak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara- Perubahan (APBN-P) 2016. Selain itu, pemberian suap juga bertujuan agar perusahaan yang terafiliasi dengan PT Merial Esa, yaitu PT Melati Technofo, dapat mengerjakan proyek tersebut.
Setelah PT Melati Technofo mendapatkan proyek pengadaan satelit pemantau, PT Merial Esa lalu memberikan sejumlah uang kepada empat orang lainnya. Mereka adalah Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA) proyek pengadaan satelit pemantau dan pesawat nirawak Bakamla Eko Susilo Hadi 100.000 dollar Singapura, 88.500 dollar AS, dan 10.000 euro. Direktur Data Informasi sekaligus pejabat pembuat komitmen Bakamla, Bambang Udoyo, juga mendapatkan 105.000 dollar Singapura, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan 104.500 dollar Singapura, serta Kepala Subbagian Tata Usaha Bakamla Tri Nanda Wicaksono Rp 120 juta.
Majelis hakim berpendapat unsur memberatkan dalam tindak pidana korupsi itu adalah perbuatan tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Adapun keadaan meringankan adalah terdakwa belum pernah dipidana dan terdakwa merupakan tempat bergantungnya banyak orang dalam mencari nafkah atau pekerjaan.
KURNIA YUNITA RAHAYU
Suasana sidang pembacaan tuntutan terhadap PT Merial Esa, terdakwa suap sejumlah anggota DPR dan pejabat Bakamla, dalam proyek pengadaan satelit pemantau dan pesawat nirawak Bakamla tahun anggaran 2016 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (5/4/2022). Direktur PT Merial Esa (berbaju biru) hadir mewakili terdakwa.
Terhadap putusan tersebut, Fachmi Darmawansyah langsung akan mengajukan upaya banding. Adapun jaksa KPK masih pikir-pikir.