Dari Kasus PT IM2, Kejaksaan Setor Rp 253,35 Miliar ke Kas Negara
Kejaksaan menyetor uang sebesar Rp 253,35 miliar ke kas negara dari total pidana uang pengganti PT IM2 senilai Rp 1,3 triliun. Kejaksaan menyatakan, sudah ada aset lain yang siap dilelang.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan menyetor uang Rp 253,35 miliar ke kas negara. Uang tersebut merupakan bagian dari pidana uang pengganti yang dibebankan kepada PT Indosat Mega Media dengan terpidana bekas Direktur Utama PT IM2, Indar Atmanto.
Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Sarjono Turin, mengatakan, uang Rp 253,35 miliar tersebut merupakan bagian dari hukuman yang dijatuhkan terhadap terpidana Indar Atmanto dalam perkara korupsi PT Indosat Mega Media (IM2).
Dalam perkara tersebut, selain pidana badan, Mahkamah Agung juga menjatuhkan pidana uang pengganti yang dibebankan kepada PT Indosat Mega Media. ”Dari hasil sita eksekusi, kami sudah menemukan beberapa aset yang sudah kami lelang, yaitu dari penjualan beberapa aset Rp 244,1 miliar dan ditambah uang tunai sekitar Rp 9 miliar sehingga totalnya Rp 253,35 miliar,” kata Sarjono dalam jumpa pers, Jumat (1/4/2022), di Kejaksaan Agung, Jakarta.
Perkara korupsi PT Indosat Mega Media telah berkekuatan hukum tetap berdasarkan Putusan (MA) Nomor 787 K/PID.SUS/2014 tanggal 10 Juli 2014. Dalam putusan tersebut, Indar Atmanto dipidana 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Indar dinyatakan terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dengan menandatangani perjanjian kerja sama jaringan 3G agar IM2 dapat menggunakan frekuensi radio 2,1 GHz milik Indosat. Perbuatan ini dinilai merugikan negara Rp 1,3 triliun (Kompas, 7/11/2015).
Menurut Sarjono, uang Rp 253,35 miliar itu merupakan hasil lelang dari aset produksi dan aset pendukung produksi berupa jaringan dengan ditambah uang tunai. Selain itu, tim jaksa eksekutor dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan Jampidsus Kejagung juga menyita beberapa aset lain dari PT Indosat Mega Media, antara lain 1 gedung kantor, bangunan, barang mekanik elektrik dan barang inventarisasi, 14 kendaraan, serta piutang PT Indosat Mega Media sebesar Rp 77,6 miliar.
”Dan ini akan diakumulasikan sebagai sisa dari uang pengganti yang akan kami eksekusi selanjutnya. Dalam waktu dekat, kami akan melakukan pelelangan atas aset-aset yang sudah dirampas itu,” kata Sarjono.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, dengan eksekusi tersebut, berarti dari putusan pidana uang pengganti masih tersisa sekitar Rp 1,1 triliun. Sebagian dari putusan pembayaran uang pengganti itu akan dipenuhi dari hasil lelang aset-aset yang sudah dikuasai jaksa eksekutor.
Meski demikian, Ketut memastikan bahwa tim jaksa eksekutor masih terus melakukan penelusuran aset-aset yang lain agar pidana uang pengganti tersebut dapat terpenuhi seluruhnya.
Terkait rentang waktu tujuh tahun lebih antara putusan MA pada tahun 2014 dengan eksekusi uang pengganti yang baru terlaksana sekarang, Ketut mengatakan bahwa proses penelusuran hingga perampasan aset memerlukan waktu. Selain itu, lelang terhadap aset berupa jaringan, selain membutuhkan waktu, juga membutuhkan pembeli yang sesuai.
”Semua aset yang disita pasti akan dilelang. Sebelum itu kami lakukan appraisal terlebih dahulu,” ujar Ketut.
Menurut Ketut, hasil lelang tersebut merupakan bentuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang dihasilkan kejaksaan. Atas hal itu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengapresiasi kinerja jajarannya.
Kasus IM2
Dalam perkara korupsi PT Indosat Mega Media, Sarjono menjelaskan, pada saat itu terdapat pihak korporasi lain yang turut dijadikan tersangka. Namun, dengan pertimbangan bahwa pidana uang pengganti sudah terserap dalam tuntutan Rp 1,3 triliun dan bahwa jika korporasi dipidana nanti hanya berupa denda, maka kejaksaan mengambil keputusan menghentikan penyidikan terhadap mereka.
Selain itu, dalam perkara tersebut, kejaksaan juga menetapkan tersangka pihak lain, yakni bekas Presiden Direktur PT Indosat, Suwandi Sjam. Menurut Sarjono, saat penyidikan dengan tersangka itu, penyidik mengalami kesulitan dalam mencari saksi ahli. Ia menyebut, saat itu hanya ada satu saksi ahli yang ada di Indonesia dan ia tidak bersedia lagi menjadi saksi ahli.
”Kalau untuk tersangka korporasi sudah SP3 (surat perintah penghentian penyidikan). Kalau Suwandi Sjam akan kami pelajari lagi,” ujar Sarjono.