Setahun, Kejaksaan Selamatkan Uang Negara Rp 21,26 Triliun
Kejaksaan diharapkan tidak berpuas diri dengan capaian dalam penanganan korupsi sepanjang 2021. Tantangan ke depan diperkirakan akan lebih berat karena biasanya banyak aksi korupsi yang terjadi pada tahun politik.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·5 menit baca
PUSPENKUM KEJAKSAAN AGUNG
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin
JAKARTA, KOMPAS — Bidang tindak pidana khusus melalui penanganan kejahatan ekonomi telah menjadi etalase bagi kinerja kejaksaan sepanjang tahun 2021. Sejak Januari sampai November 2021, bidang pidana khusus kejaksaan telah menyetorkan penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 362,5 miliar dan menyelamatkan keuangan negara senilai Rp 21,26 triliun.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam keterangan tertulis, Rabu (29/12/2021) malam, mengatakan, bidang tindak pidana khusus (pidsus) di seluruh tingkatan kejaksaan telah melakukan kinerja positif dengan mengungkap ribuan kasus korupsi. Hal itu merupakan wujud penegakan hukum yang dapat memberikan kepastian, keadilan dan kemanfaatan.
”Presiden Joko Widodo menyampaikan apresiasi terhadap kinerja positif yang dilakukan Bidang Pidsus Kejaksaan Agung yang berhasil menangani dan mengungkap ribuan kasus korupsi, di antaranya merupakan kasus kakap, seperti kasus Jiwasraya dan Asabri yang kerugian negaranya sampai puluhan triliun rupiah, dan juga telah memberikan tuntutan maksimal, yaitu pidana seumur hidup dan hukuman mati, kepada para pelaku,” kata Burhanuddin.
Selama Januari-November 2021, bidang pidsus kejaksaan telah menyelamatkan kerugian keuangan negara senilai Rp 21,26 triliun. Sementara penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berhasil disetor ke kas negara dari bidang pidsus berjumlah Rp 362,5 miliar.
ANTARA/DHEMAS REVIYANTO
Bekas Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (14/1/2020). Hendrisman ditahan terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya.
Selama dua tahun terakhir, yakni Oktober 2019-September 2021, bidang pidsus kejaksaan telah menyelidiki 2.855 perkara. Dari jumlah itu, yang kemudian berlanjut ke tahap penyidikan sebanyak 2.754 perkara. Sebanyak 1.699 perkara di antaranya sudah di tingkat penuntutan. Dengan demikian, jika digabungkan dengan perkara yang disidik kepolisian, terdapat 2.772 perkara yang masuk ke tahap penuntutan. Dari jumlah itu, kejaksaan berhasil mengeksekusi 1.813 perkara.
Menurut Burhanuddin, penanganan perkara dengan pendekatan kerugian perekonomian negara merupakan terobosan hukum yang harus terus dilakukan. Sebab, Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak hanya mengenai kerugian keuangan negara, tetapi juga kerugian perekonomian negara.
Selama Januari-November 2021, bidang pidsus kejaksaan telah menyelamatkan kerugian keuangan negara senilai Rp 21,2 triliun. Sementara penerimaan negara bukan pajak yang berhasil disetor ke kas negara dari bidang pidsus berjumlah Rp 362,5 miliar.
Saat ini, Bidang Pidsus Kejagung telah berhasil mengungkap perkara korupsi impor tekstil yang mengakibatkan kerugian perekonomian negara hingga Rp 1,6 triliun. Kerugian perekonomian negara tersebut timbul karena akibat perbuatan para pelaku, tekstil dari China membanjiri pasar dalam negeri sehingga industri tekstil lokal gulung tikar. Dalam kasus itu, terdakwa dari pihak swasta, yakni Irianto, dipidana 10 tahun penjara di tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
Atas dasar itulah Burhanuddin menyebut bidang pidsus menjadi etalase bagi reputasi dan tolok ukur keberhasilan penegakan hukum di kejaksaan. Karena itu, diharapkan bidang pidsus menjadi model dalam penanganan perkara pidana korupsi yang baik dan benar. Penanganan yang tidak hanya menghukum dan memberikan efek jera, tetapi juga mampu memulihkan kerugian keuangan negara, memberikan manfaat bagi masyarakat, serta memperbaiki tata kelola. Selain itu, penanganan tindak pidana korupsi juga diharapkan dilakukan secara profesional, tanpa membuat kegaduhan.
Kompas/Heru Sri Kumoro
Direktur Utama PT Hanson International Benny Tjokrosaputro (rompi, kanan) dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat keluar dari Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, seusai diperiksa tim penyidik Kejaksaan Agung, Selasa (9/6/2020). Keduanya merupakan terdakwa perkara dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya dan tindak pidana pencucian uang.
”Capaian dan prestasi yang telah diraih tersebut janganlah membuat kita jemawa sehingga kita terlena, karena mempertahankan lebih sulit daripada meraihnya. Kita harus tetap melakukan evaluasi dengan mempertahankan hal-hal baik yang telah dicapai dan memperbaiki apa yang menjadi kekurangannya,” tuturnya.
Salah satu catatan Burhanuddin untuk bidang pidsus adalah adanya jurang antara kualitas penanganan perkara yang dilakukan Kejaksaan Agung dan satuan kerja pidsus di daerah. Sebab, penanganan perkara bidang pidsus di Kejagung berjalan cepat, sementara di daerah masih lambat, bahkan jauh tertinggal.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Ali Mukartono menambahkan, meskipun capaian bidang pidsus secara nasional telah memenuhi target, jumlah penyelesaian dan penanganan perkara masih didominasi oleh Jampidsus, baik untuk perkara korupsi maupun pencucian uang. Sebagai contoh, selama Januari-November 2021, Jampidsus menangani dan menyelesaikan perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebanyak 18 kasus, sementara satuan kerja di daerah menangani 9 perkara.
”Karena itu, perlu diingatkan kembali kepada seluruh jajaran bidang pidsus untuk lebih optimal menangani perkara tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal tindak pidana korupsi sepanjang ditemukan alat bukti yang cukup sehingga dapat mewujudkan optimalisasi penanganan perkara tindak pidana korupsi,” kata Ali.
Apresiasi
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Peneliti Imparsial Ardi Manto Adiputra, Wakil Direktur Imparsial Ghufron Mabruri, peneliti Imparsial Hussein Ahmad, dan peneliti Imparsial Bhatara Ibnu Reza (dari kiri ke kanan) saat peluncuran laporan mengenai evaluasi praktik hukuman mati pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo di Jakarta, Kamis (10/10/2019).
Secara terpisah, anggota Komisi Kejaksaan, Bhatara Ibnu Reza, mengapresiasi kerja bidang pidsus kejaksaan dalam menangani kasus-kasus korupsi besar. Hal itu merupakan prestasi yang perlu dijaga, khususnya di tengah pesimisme publik tentang pemberantasan korupsi di Indonesia. Apresiasi tersebut juga perlu diberikan karena Jampidsus berani menangani kasus dengan pendekatan kerugian perekonomian negara, selain kerugian keuangan negara.
Meski demikian, lanjut Bhatara, perbaikan dan peningkatan kinerja harus terus dilakukan. Sebab, masyarakat masih memiliki pandangan bahwa penanganan kasus korupsi masih dilakukan secara tebang pilih.
”Kejaksaan harus bisa membuktikan kepada masyarakat bahwa mereka mampu menghadirkan keadilan bagi masyarakat. Ini tantangan bagi kejaksaan karena selama ini masalah kejaksaan adalah persoalan public trust,” kata Bhatara.
Dalam menangani kasus korupsi, menurut Bhatara, aspek penyelamatan keuangan negara memang mesti menjadi prioritas. Namun, ia mengingatkan agar penanganan perkara tersebut harus dilakukan dengan hati-hati, khususnya ketika melakukan penyitaan. Dengan demikian, penegakan hukum yang dilakukan kejaksaan tidak sampai merugikan masyarakat yang tak ada sangkut pautnya dengan perkara atau sebaliknya masyarakat yang menjadi korban justru tidak mendapatkan haknya.
PUSPENKUM KEJAKSAAN AGUNG
Kejaksaan melelang sebanyak 16 kendaraan mewah yang dirampas dalam kasus korupsi Asuransi Jiwasraya. Hasil lelang tersebut diperkirakan sebesar Rp 11,1 miliar.
Terkait dengan penanganan kasus korupsi di Jampidsus Kejagung yang lebih maju dan cepat dibandingkan di daerah, hal itu salah satunya terkait dengan penyebaran sumber daya manusia yang kurang merata. Di sisi lain, aturan internal kejaksaan mengenai supervisi berjenjang juga perlu dievaluasi karena hal itu justru membuat waktu koordinasi menjadi lebih panjang.
”Tantangan Jaksa Agung dan kejaksaan itu selalu mengenai bagaimana mendapatkan public trust. Tantangan ke depan akan lebih berat karena saya melihat, ketika mendekati tahun-tahun politik, akan banyak peristiwa yang terkait korupsi,” tutur Bhatara.