Jaksa Agung Meminta Kepala Kejaksaan Tinggi Tak Menimbulkan Kegaduhan
Kepada 18 Kepala Kejati yang baru dilantik, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin meminta agar meningkatkan sensitivitas terkait isu penegakan hukum yang menyangkut rakyat kecil, dan tidak cederai rasa keadilan masyarakat.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepada delapan belas kepala kejaksaan tinggi yang baru dilantik, Jaksa Agung berpesan agar penegakan hukum tidak menimbulkan kegaduhan dan sensitif terhadap isu yang menyangkut rakyat kecil.
Pada Rabu (2/3/2022), Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin melantik 36 pejabat eselon II dan III di lingkungan kejaksaan secara daring. Dari semua pejabat yang dilantik, 18 orang di antaranya kepala kejaksaan tinggi (kajati).
Burhanuddin meminta para kajati tidak membuat kegaduhan ketika melaksanakan penegakan hukum. Demikian pula ketika melaksanakan tugasnya, jajaran kejaksaan diminta melaksanakan tugas dengan tidak mencederai rasa keadilan dalam masyarakat dan dengan mengedepankan hati nurani.
Burhanuddin pun menggarisbawahi agar para kajati meningkatkan sensitivitas terhadap isu-isu penegakan hukum. ”Khususnya yang menyangkut rakyat kecil, oleh karena itu tunjukkan bahwa kejaksaan hadir untuk melindungi masyarakat,” kata Burhanuddin.
Burhanuddin juga mengingatkan para kajati agar harus bergerak secara cepat, tepat, dan akurat di dalam menangani setiap isu yang muncul di wilayahnya. Dengan demikian, setiap persoalan yang muncul tidak meluas sehingga merugikan kejaksaan sebagai institusi dan masyarakat.
Terkait dengan itu, para kajati diminta mengawal penerapan kebijakan keadilan restoratif yang telah berjalan. Keadilan restoratif tersebut mesti dilaksanakan dengan bersandar pada nilai atau kearifan lokal. Jika terdapat jaksa yang diketahui tidak profesional atau melakukan tindakan yang melanggar kode etik, Kejaksaan Agung akan langsung turun untuk memberikan pembinaan.
Khusus dalam hal penetapan tersangka, Burhanuddin mengingatkan bahwa kejaksaan memiliki prosedur operasi standar yang sangat jelas dan sangat ketat dalam rangka melakukan perlindungan hak asasi manusia, baik terhadap pelaku maupun korban.
Khusus dalam hal penetapan tersangka, Burhanuddin mengingatkan bahwa kejaksaan memiliki prosedur standar operasi yang sangat jelas dan ketat dalam rangka melakukan perlindungan hak asasi manusia, baik terhadap pelaku maupun korban tindak pidana. Selain itu, Burhanuddin meminta agar para kajati berhati-hati dalam menangani perkara, seperti mafia tanah, tindak pidana perdagangan orang, dan tindak pidana korupsi.
”Lebih hati-hati dan cepat untuk kepastian hukum dan keadilan di dalam masyarakat,” ujar Burhanuddin.
Adapun sebanyak 18 kepala kejaksaan tinggi itu adalah Gerry Yasid sebagai Kepala kejaksaan Tinggi (Kajati) Kepulauan Riau, Leonard Eben Ezer Simanjuntak sebagai Kajati Banten, Katarina Endang Sarwestri sebagai Kajati DI Yogyakarta, dan Nanang Sigit Yulianto sebagai Kajati Lampung. Kemudian terdapat Mukri sebagai Kajati Kalimantan Selatan, Mia Amiati sebagai Kajati Jawa Timur, Edy Birton sebagai Kajati Sulawesi Utara, Juniman Hutagaol sebagai Kajati Papua Barat, dan Andi Herman sebagai Kajati Jawa Tengah.
Selain itu, Idianto sebagai Kajati Sumatera Utara, Heri Jerman sebagai Kajati Bengkulu, Reda Manthovani sebagai Kajati DKI Jakarta, Yusron sebagai Kajati Sumatera Barat, dan Hutama Wisnu selaku Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur. Terakhir adalah Sungarpin dilantik sebagai Kajati Nusa Tenggara Barat, Raimel Jesaja sebagai Kajati Sulawesi Tenggara, Bambang Bachtiar sebagai Kajati Aceh, dan Harlina sebagai Kajati Gorontalo.
Ketika dihubungi terpisah, Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak mengatakan mengikuti kegiatan pelantikan tersebut dan menilai arahan Jaksa Agung cukup keras. Menurut Barita, Jaksa Agung tidak ingin keberhasilan kejaksaan yang tergambar dari berbagai survei dan indeks tidak turun.
”Dia menginginkan kehadiran kejaksaan itu mengayomi. Jadi bertindak keras kepada penjahat ekonomi atau koruptor, tapi di sisi lain harus punya empati terhadap rakyat kecil,” kata Barita.
Menurut Barita, kepedulian atau empati terhadap rakyat kecil penting dikedepankan dalam masa pandemi seperti ini. Sebab, tindak pidana ringan yang dilakukan bisa jadi merupakan wujud dari tekanan sosial atau ekonomi yang dirasakan masyarakat. Oleh karena itu, tanpa bermaksud berkompromi, penegakan hukum mesti dilakukan dengan mengedepankan hati nurani.
Kepedulian atau empati terhadap rakyat kecil penting dikedepankan dalam masa pandemi seperti ini. Sebab, tindak pidana ringan yang dilakukan bisa jadi merupakan wujud dari tekanan sosial atau ekonomi yang dirasakan masyarakat.
Terkait dengan arahan kepada para kajati tersebut, menurut Barita, hal itu perlu dilakukan karena mereka memiliki fungsi pengendalian terhadap dua tingkat ke bawah, termasuk kepada kepala kejaksaan negeri. Oleh karena itu, tugas dan fungsi mereka sangat penting di masing-masing wilayah.
”Jaksa Agung mengatakan tidak mau tahu ada aparat kejaksaan yang bermasalah di wilayah. Karena ketika ada satu masalah terhadap kejaksaan, hal itu akan memengaruhi yang lain,” kata Barita.