Elegi Nurhayati, Pelapor Dugaan Korupsi Justru Jadi Tersangka
Upaya pemberantasan korupsi diuji saat pelapor kasus rasuah justru jadi tersangka di Cirebon. Jangan sampai hal ini rentan menjadi preseden buruk penegakan hukum di Indonesia.
”
Kertas berisi doa keselamatan tertempel di dinding rumah Nurhayati (35), warga Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Munajat itu menjadi salah satu perlawanan terhadap keputusan yang menetapkannya sebagai tersangka setelah mengungkap kasus dugaan korupsi kepala desanya.
”Setelah penetapan ini, kami ikhtiar supaya status Nur (Nurhayati) sebagai tersangka dicabut. Habis maghrib, misalnya, kami yasinan untuk keselamatan dan kesehatan Nur,” ucap Junaedi (41), kakak Nurhayati, Selasa (22/2/2022). Buku berisi Surat Yasin menumpuk di meja ruang tamunya. Nama adiknya juga tertulis di doa.
Nurhayati merupakan mantan Bendahara Desa Citemu yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Cirebon Kota, akhir November 2021. Sebelumnya, ia turut mengungkap tindakan eks kepala desanya berinisial S yang diduga menyelewengkan anggaran desa lebih dari Rp 818 juta.
Setelah menjadi tersangka, kondisi Nurhayati drop. Ibu dua anak itu terpapar Covid-19 saat ingin melapor ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Jakarta. Ia pun sempat menjalani perawatan di rumah sakit di Cirebon dan kini melanjutkan isolasi mandiri di rumah keluarganya.
Baca juga : Ungkap Dugaan Korupsi Atasannya, Mantan Bendahara Desa Citemu di Cirebon Jadi Tersangka
”Anak-anak Nur juga untuk sementara enggak berani main di luar. Khawatir di-bully, dibilang sama teman-temannya kalau ibunya dipenjara karena korupsi,” lanjut Junaedi yang diberi amanah menjaga keponakannya tersebut.
Sementara itu, suami Nur masih melaut di Kepulauan Riau. Dia hanya bisa pulang setahun sekali.
”Suaminya mau kembali ke sini, tapi kami larang. Nanti kalau enggak melaut, dapat uang dari mana?” lanjutnya.
Sebagai anak buah kapal, suami Nur mendapatkan upah sekitar Rp 3 juta per bulan yang selama ini untuk menghidupi keluarganya. Apalagi, Nur tidak lagi bekerja dan harus menjalani serangkaian pemeriksaan kasus korupsi.
Junaedi menuturkan, sejak menjabat bendahara atau kepala urusan (kaur) keuangan desa sekitar 2018, adiknya kerap mengeluh soal pengelolaan anggaran. Ia meminta adiknya tidak buru-buru melapor jika tak ada bukti. Hingga 20 Januari 2019, Nur mengirim surat kepada Ketua Badan Permusyawaratan Desa Citemu Lukman Nurhakim.
Surat yang ditulis tangan dengan tanda tangan bermeterai itu berisi keluhannya. Misalnya, kuwu (kepala desa) berinisial S melarangnya memberi tahu aparat desa, termasuk Ketua BPD Citemu, jika ada pencairan dana desa.
Nur juga diminta menyerahkan uang itu kepada S. ”Pak kuwu selalu berkata, tenang saja saya kuwunya dan bertanggung jawab,” tulisnya.
Setahun berikutnya, Nur kembali mengirim surat ke BPD Citemu. Isinya, antara lain, memberi tahu sejumlah program yang tidak terealisasi, seperti pembangunan rumah tidak layak huni, honor kepala dusun, hingga honor guru mengaji. Bahkan, ia mengaku tidak mendapatkan uang untuk membeli alat tulis kantor.
Atas informasi Nur, Lukman akhirnya melaporkan S ke polisi karena diduga korupsi. Lukman merahasiakan identitas Nurhayati karena bisa berdampak pada keamanan pelapor.
”Ini bentuk perlawanan Bu Nurhayati ke atasannya. Intinya, dia hanya menjalankan tugasnya untuk mencairkan dana sesuai perintah atasannya,” kata Lukman.
Belakangan, polisi menaikkan status Nur dari saksi menjadi tersangka karena diduga melanggar Pasal 66 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Nur disangka memberikan dana itu langsung kepada S, bukan kepada kaur dan kepala seksi pelaksana kegiatan.
”Kami kaget, kenapa Nur jadi tersangka. Yang mengantar surat (laporan) ke polisi itu saya dan Ketua BPD. Enggak mungkinlah saya mencobloskan adik saya sendiri. Kalau ada pemanggilan polisi, dia enggak pernah absen,” ungkap Junaedi. Dia menampik adiknya tidak menyerahkan anggaran desa kepada aparat desa yang berwenang.
Dalam salinan penyerahan anggaran pada 5 Oktober 2020 yang Junaedi tunjukkan, misalnya, dana desa tahap kedua termin ketiga diambil oleh S. Nur, kepala seksi pemerintahan, kasi kesejahteraan, dan kasi pelayanan turut memberikan tanda tangan sebagai orang yang mengetahui. Begitu pun dengan pengambilan dana desa, September 2020.
Akan tetapi, menurut Kepala Polres Cirebon Kota Ajun Komisaris Besar Fahri Siregar, Nur menyerahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa kepada kepala desa secara sadar, bukan kepada aparat desa yang seharusnya. ”Ini sudah 16 kali selama tiga tahun sejak 2018-2020. Tindakannya dapat merugikan keuangan negara,” ucapnya.
Nur pun terancam melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001. Penetapan Nur sebagai tersangka, lanjutnya, berdasarkan bukti keterangan saksi dan sejumlah dokumen.
”Kami masih belum dapat membuktikan bahwa Saudari Nurhayati menikmati uangnya,” katanya.
Menurut Fahri, penetapan Nur sebagai tersangka juga atas informasi jaksa penuntut umum. ”Kami melakukan penyidikan lebih lanjut terhadap tersangka N itu juga ada petunjuk dari tim JPU agar dilakukan pendalaman terhadap N. Perbuatannya melawan hukum dengan memperkaya Saudara S,” ungkapnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Sumber, Cirebon, Hutamrin menegaskan, jaksa tidak mengintervensi penyidik Polri dalam penetapan tersangka terhadap N. Pihaknya hanya memberi petunjuk agar penyidik memperdalam keterangan Nur selaku saksi saat itu.
”Kami tidak pernah mengatakan, Nurhayati itu harus jadi tersangka,” ujarnya.
Kuasa hukum Nur, Elyasa Budianto, mengatakan, kliennya seharusnya tidak dipidana sesuai Pasal 51 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Aturan itu menyebutkan, orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan dari penguasa berwenang tidak boleh dipidana.
Elyasa termasuk lima anggota Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Ikatan Keluarga Alumni Universitas Islam Indonesia (IKA UII) yang mendampingi kasus ini.
“Kalau menjadi tersangka, kenapa hanya Nur? Itu ada peran-peran yang lainnya,” katanya.
Ia juga menyesalkan keputusan aparat menetapkan Nur, yang berusaha mengungkap kasus korupsi di desanya, sebagai tersangka.
Pada Rabu (23/2/2022), Elyasa mengatakan akan mengirim surat kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. Elyasa berharap Mahfud dapat memberikan solusi atas kasus yang menjerat Nurhayati.
”Yang pasti, Kemenko Polhukam (diharapkan) akan memberikan titik tengah penyelesaian, apakah deponering (penyampingan perkara) dari perkaranya Bu Nurhayati dan menunda lanjut ke perkara pokok si kuwu. Suratnya dikirim hari ini,” ujarnya.
Langkah mengirim surat kepada Menko Polhukam tersebut untuk sementara membatalkan rencana awal kuasa hukum mengajukan gugatan praperadilan. Elyasa menampik ada tekanan dari sejumlah pihak agar menunda praperadilan. Namun, pihaknya mengaku berkomunikasi dengan polisi.
”Kalau tidak ada hasil, harus disegerakan masuk praperadilan,” lanjutnya.
Melalui suratnya, Nurhayati menegaskan tidak terlibat dalam dugaan korupsi, termasuk menikmati uang negara. Sebagai bendahara sejak 2017, ia hanya menjalankan tugas mencairkan dana desa sesuai dengan perintah atasannya. Penetapan tersangka terhadap dirinya dinilai membuat masyarakat kecil takut menguak kasus korupsi di desa atau instansi lain.
”Ini preseden buruk dan mematikan semangat pemberantasan korupsi,” lanjutnya.
Elyasa menilai, Nurhayati seharusnya tidak dipidana sesuai Pasal 51 KUHP. Aturan itu menyebutkan, orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan dari penguasa berwenang tidak boleh dipidana.
Menurut dia, kliennya merupakan saksi yang membantu pengungkapan kasus dugaan korupsi. Itu sebabnya, kliennya semestinya dilindungi. Pihaknya pun telah berkoordinasi dengan LPSK. Rabu sore, kata Elyasa, tim LPSK akan melihat kondisi Nurhayati yang sedang menjalani isolasi mandiri.
Di tengah upaya negara memberantas korupsi, keadilan bagi Nur menjadi batu ujian. Satu hal yang pasti, Nur telah berusaha melawan dugaan korupsi di desanya meski dengan berbagai rintangan.
Baca juga : Pemilihan Kuwu Cirebon, Harapan Rakyat Sejahtera Bukan Berujung Penjara