Penyidikan Kasus Paniai Perlu Dukungan Pimpinan TNI
Intensi dari Panglima TNI diharapkan dapat membuka secara lebih jelas bagaimana peristiwa Paniai itu terjadi, yang berakibat pada dugaan pelanggaran HAM berat.
JAKARTA, KOMPAS — Arahan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa agar pemeriksaan terhadap anggota TNI dalam dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang berat di Paniai diharapkan mempermudah jalannya penyidikan. Penuntasan kasus tersebut penting tidak hanya untuk mengungkap pelaku, tetapi juga membuka jalan perdamaian di Papua.
Sebelumnya, dalam pertemuan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dengan tim hukum TNI, Andika menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap anggota TNI dalam penyidikan peristiwa Paniai merupakan kewenangan penyidik, termasuk mengenai tempat pemeriksaan. Arahan Andika tersebut disampaikan setelah mendengar rencana Komandan Pusat Polisi Militer TNI Laksamana Muda Nazali Lempo bahwa pemeriksaan terhadap anggota TNI akan dilakukan di kantor Puspom TNI.
”Hal yang harus dipenuhi adalah bahwa kita yang mengirim. Tapi, mau diperiksa di mana saja monggo karena memang penyidiknya mereka, kok. Kalau mereka mau memeriksa di kejaksaan, silakan,” kata Andika sebagaimana disiarkan melalui akun Youtube Jenderal TNI Andika Perkasa, Selasa (15/2/2022).
Menurut Andika, terkait pemeriksaan anggota TNI, yang menurut dia penting adalah perizinan dari TNI. Terkait dengan tempat pemeriksaan, hal itu bukan syarat yang harus dipenuhi. Andika pun berpesan agar jangan sampai muncul kesan bahwa TNI berusaha membatasi pemeriksaan. Padahal, hal itu merupakan kewenangan penuh penyidik.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar, ketika dihubungi pada Kamis (17/2/2022), mengatakan, mekanisme penyidikan pada perkara dugaan pelanggaran HAM berat berbeda dari mekanisme penyidikan yang mengacu pada Undang-Undang Peradilan Militer. Dalam konteks penyidikan peristiwa HAM berat, wewenang sepenuhnya ada pada Jaksa Agung sebagaimana dimandatkan dalam UU tentang Pengadilan HAM.
”Saya berharap adanya intensi Panglima TNI tersebut dapat membuka secara lebih jelas bagaimana peristiwa Paniai itu terjadi, yang berakibat pada dugaan pelanggaran HAM berat,” kata Wahyudi.
Menurut dia, keberhasilan Jaksa Agung dalam melakukan proses penyidikan kasus Paniai akan menentukan masa depan antara hubungan pemerintah yang ada di Jakarta dan masyarakat di Papua secara keseluruhan. Penyelesaian kasus Paniai akan menjadi pintu masuk dalam rangka penyelesaian praktik kekerasan melanggar HAM yang terjadi selama ini di Papua.
Adanya intensi Panglima TNI diharapkan dapat membuka secara lebih jelas bagaimana peristiwa Paniai itu terjadi, yang berakibat pada dugaan pelanggaran HAM berat.
Oleh karena itu, partisipasi atau dukungan dari pimpinan institusi TNI dan Polri untuk memastikan proses penyidikan berjalan lancar akan menjadi catatan penting.
Pandangan berbeda dikatakan Kepala Pemantauan Divisi Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Tioria Pretty. Menurut Pretty, meski arahan Panglima TNI tersebut positif, selama ini publik menyaksikan bahwa anggota TNI diperlakukan berbeda. Syarat pemeriksaan harus dilakukan di kantor Puspom TNI adalah salah satunya.
Terkait dengan penyidikan peristiwa Paniai, lanjut Pretty, hingga saat ini keluarga korban belum dimintai keterangan oleh penyidik dari kejaksaan. Sebagaimana diketahui, dalam peristiwa Paniai, terdapat empat korban meninggal yang semuanya adalah remaja.
Menurut Pretty, hingga saat ini keluarga keempat korban menolak rencana otopsi terhadap jenazah korban. Selain dianggap bertentangan dengan adat istiadat, mereka juga telah kehilangan kepercayaan terhadap proses hukum yang dilakukan aparat. Sebab, selama ini mereka menyaksikan tidak ada proses hukum yang adil terhadap pelaku kekerasan di Papua.
”Peristiwa-peristiwa semacam ini membuat rasatidak percaya mereka kepada pemerintah semakin tebal,” kata Pretty.
Alih-alih berharap lebih besar, menurut dia, yang muncul justru kekhawatiran bahwa penyidikan akan dihentikan di tengah jalan oleh kejaksaan. Atau kalaupun berhasil mengungkap pelaku, yang dibawa ke pengadilan hanyalah pelaku lapangan, sementara rantai komando hingga ke pucuk pimpinan sama sekali tidak tersentuh, sebagaimana terjadi pada pengadilan HAM sebelumnya.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, penyidik terakhir memeriksa saksi pada Senin (14/2/2022) lalu, yakni dua anggota kepolisian. Seorang saksi dimintai keterangan terkait pelaporan dari bawahannya mengenai peristiwa tanggal 7 dan 8 Desember 2014 di Paniai. Saksi lain diperiksa terkait uji balistik terhadap senjata yang digunakan oleh personel Polri dan TNI dalam peristiwa tanggal 8 Desember 2014. Mengenai lokasi pemeriksaan saksi dari TNI, Leonard tidak menjawab.