Panglima TNI Minta Pemeriksaan Saksi Kasus Dugaan Pelanggaran HAM di Paniai Jangan Dibatasi
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa meminta agar Kejaksaan Agung diberi ruang sebebasnya untuk memeriksa prajurit TNI yang menjai saksi dalam kasus dugaan pelanggaran HAM di Paniai, Papua.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa meminta agar Polisi Militer TNI tidak memberikan syarat bagi pemeriksaan prajurit TNI sebagai saksi dalam kasus dugaan pelanggaran HAM di Paniai, Papua. TNI tak ingin ada kesan pemeriksaan prajurit ada batasan-batasan tertentu di mata publik.
Hal ini disampaikan Andika dalam rapat dengan jajaran hukum di Mabes TNI, seperti yang dimuat di media sosialnya, Selasa (15/2/2022). Andika mengatakan, sesuai dengan UU Peradilan Militer, porsi TNI adalah mengirimkan saksi untuk diminta sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan. Hal ini disampaikan Andika kepada Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) Laksamana Muda Nazali Lempo yang mengatakan, ada permintaan buat TNI untuk menyiapkan saksi. Menurut rencana, Puspom akan meminta agar pemeriksaan dilakukan di kantor Polisi Militer Mabes TNI.
Rencana Nazali ini ditolak Andika. Menurut Andika, lokasi pemeriksaan tidak harus di dalam lingkup TNI. Hal ini juga bukan merupakan syarat legal dan formal sebagaimana dituliskan dalam undang-undang. Pada prinsipnya, TNI bertugas untuk menyiapkan saksi, mengirimkannya dan diserahkan kepada aparat hukum, dalam hal ini kejaksaan, untuk diperiksa sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan.
”Jangan sampai ada kesan kita ingin pemeriksaannya dibatasi. Bebaskan saja. Yang penting serah terimanya jelas,” kata Andika. Nazali Lempo mengiyakan perintah Andika. Ia mengatakan, saat ini sudah ada tujuh anggota Polri yang diperiksa. Selain itu, juga sudah dilakukan pemeriksaan warga sipil biasa.
Jangan sampai ada kesan kita ingin pemeriksaannya dibatasi. Bebaskan saja. Yang penting serah terimanya jelas.
Apresiasi Andika
Sebelumnya, dalam rapat rutin dengan tim hukum TNI, Andika mendapatkan laporan terkait dengan tindak lanjut penanganan kasus hukum di beberapa daerah yang melibatkan prajurit TNI dan sudah memasuki masa sidang dan putusan.
Marsda TNI Reki Irene Lumme, selaku Oditur Jenderal (Orjen) TNI, melaporkan, sejumlah kasus akan memasuki masa putusan, dan beberapa kasus lainnya sudah memasuki persidangan, seperti di Palangkaraya. Andika memberikan apresiasi kepada jajaran hukum yang sudah bertindak cepat, teliti, dan tegas dalam penanganan kasus yang melibatkan prajurit TNI.
Kami sedang bekerja keras untuk memproses ke pengadilan sejauh yang bisa diproses. Bersamaan dengan itu, kami akan menyiapkan perangkat hukum untuk membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Instruksi Presiden Jokowi
Sebagaimana dilaporkan Kompas (17/5/2021), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan, Presiden Joko Widodo meminta aparat penegak hukum menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat semaksimal mungkin. Sebagai aktor kunci penyelesaian kasus HAM berat, Jaksa Agung diperintahkan untuk tetap memproses hukum kasus yang menjadi beban sejarah tersebut.
Dalam jajak pendapat Litbang Kompas, 27-30 April 2021, sebanyak 80 persen responden menganggap pelanggaran HAM Mei 1998 belum tuntas atau tuntas sebagian. Sebanyak 59,7 persen responden mendorong penuntasan melalui peradilan (Kompas, 10/5/2021).
Saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (16/5), Mahfud MD mengatakan, dirinya telah memanggil Jaksa Agung dan Komnas HAM untuk membahas penyelesaian 13 kasus pelanggaran HAM berat. Adapun 13 kasus itu, antara lain, adalah penembakan misterius 1982-1985; peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II (1998); peristiwa Wasior dan Wamena 2001; Jambu Keupok, Aceh, 2003; dan peristiwa Paniai 2014.
Dalam pertemuan itu, dia mengatakan, sebagai penyidik, Jaksa Agung diperintahkan menyelesaikan penyidikan sebagai tumpuan proses penegakan hukum. ”Kami sedang bekerja keras untuk memproses ke pengadilan sejauh yang bisa diproses. Bersamaan dengan itu, kami akan menyiapkan perangkat hukum untuk membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR),” ujar Mahfud (Kompas, 17/5/2021).