Film Horor Gentayangan pada Libur Lebaran
Film bergenre horor psikologis seperti itu dapat bekerja dengan baik ketika berfungsi sebagai sebuah cermin gelap.
Film horor masih ”gentayangan” di layar bioskop. Setidaknya ada empat film horor yang dibicarakan orang, yang akan menyergap penonton pada libur Lebaran tahun ini. Dua film asing, dua film lokal.
Keempat film itu adalah The First Omen, Exhuma, Siksa Kubur, dan Badarawuhi di Desa Penari. Keempatnya bertarung di bioskop-bioskop Tanah Air untuk memperebutkan penonton.
The First Omen bercerita tentang pertikaian baik-buruk, kebajikan melawan kejahatan, kekuatan ilahiah dan iblis yang tidak lagi abadi. Kondisi ini terjadi karena tokoh-tokoh kontroversial dari kubu kekuatan baik berkolaborasi dengan kekuatan jahat untuk menciptakan sosok anti-Kristus.
Kolaborasi ini didorong oleh perkembangan dunia yang kian sekuler, yang membuat keberadaan dan kewibawaan gereja semakin terkikis. Manusia tak lagi percaya kepada institusi gereja. Sebagian kalangan gereja percaya hal itu hanya bisa diobati dengan membuat manusia kembali takut. Ketika takut, mereka akan kembali mencari perlindungan kepada kuasa ilahiah, yang otoritasnya direpresentasikan oleh gereja.
Baca juga: ”Siksa Kubur” Akan Ramaikan Bioskop di Hari Raya
Film garapan Arkasha Stevenson ini merupakan prekuel film horor ikonik The Omen (1976). Film ini berkisah tentang kelahiran Damien, seorang anak titisan iblis, yang dipercaya bakal menjadi sosok anti-Kristus di masa depan.
Dalam The First Omen, plot cerita mengkaji asal-muasal keberadaan Damien, yang ternyata merupakan hasil konspirasi sekelompok kecil dalam kalangan gereja Katolik, yang dipimpin langsung Kardinal Lawrence, dengan kekuatan iblis demi menciptakan sosok anti-Kristus. Kolaborasi terlarang berupa ritual ”perzinaan” antara sosok perempuan yang memiliki tanda lahir simbol iblis dan makhluk terkutuk utusan iblis pun terjadi.
Baca juga: Film Horor Indonesia Tembus Kerja Sama Perdana dengan Lionsgate
Pada The Omen (1976), dari ritual keji tadi lahir sosok bayi bernama Damien, yang kemudian ”dititipkan” ke pasangan Duta Besar Amerika Serikat Robert dan Katherine Thorn. Harapannya dengan akses dan latar belakang dari keturunan keluarga penting itu, Damien akan menjadi semacam ”Juru Selamat Paradoksal” di masa depan.
”Saya selalu penasaran dari mana asal mula Damien. Bagaimana bayi itu bisa berada dalam pelukan Robert dan Katherine Thorn. Keinginan kami adalah menciptakan film horor bersifat abadi dan kontemporer. Sesuatu yang akan menunjukkan masa lalu, tetapi juga dengan unsur masa kini,” ujar sang produser David S Goyer.
Menurut David, film bergenre horor psikologis seperti itu dapat bekerja dengan sangat baik ketika mereka berfungsi sebagai sebuah cermin gelap. Sebuah cermin gelap yang memperlihatkan kembali kecemasan kontemporer yang kita miliki.
Dalam The First Omen (2024), cerita diawali kepindahan seorang calon biarawati, Margaret, dari AS ke Roma. Sebelum ditahbiskan menjadi biarawati, Margaret bekerja di sebuah panti asuhan anak-anak perempuan.
Di panti asuhan itu, Margaret bertemu dan tertarik kepada seorang remaja bernama Carlita. Margaret menilai, Carlita punya kesamaan dengan masa remajanya yang serba memberontak dan kerap berhalusinasi melihat sesuatu yang tak seharusnya. Namun, perkenalan itu justru membawa Margaret pada kegelapan, yang bahkan membuatnya meragukan keimanannya sendiri.
Baca juga: Tren Film Lebaran, dari Era Drama hingga Dominasi Horor
Persoalan bertambah rumit ketika dia juga berjumpa dan berkenalan dengan sesama calon biarawati, Luz Valez, dan Pastor Brennan, seorang pastor yang dikucilkan dari gereja. Dari situ, rangkaian drama terjalin.
Sutradara Arkasha Stevenson dalam wawancara dengan Screen Rant Plus mengatakan, dia ingin memodernisasi plot cerita terkait asal mula Damien. Selain untuk mendekatkan kisah itu pada penonton saat ini, dia juga coba mempertahankan sejumlah elemen lain dari cerita seperti yang terdapat dalam versi tahun 1976.
Selain The First Omen, ada satu film horor asing dari Korea Selatan yang sudah duluan gentayangan di bioskop dan kemungkinan akan bertahan hingga masa libur Lebaran. Film berjudul Exhuma itu telah tayang di bioskop-bioskop di Tanah Air sejak Maret 2024.
Film garapan sutradara Jang Jae-hyun itu sudah ditonton sekitar 2,3 juta orang di Indonesia. Di Korsel, mengutip kantor berita Yonhap, film ini ditonton lebih dari 10 juta penonton, memasuki masa tayang hari ke-32.
Dibintangi Choi Min-sik dan Kim Go-eun, Exhuma berkisah tentang dua dukun, seorang ahli ramal fengsui, dan seorang petugas pemakaman yang bergabung menyelidiki serangkaian peristiwa misterius terhadap keluarga kaya Korsel berbasis di AS. Mereka memulai perjalanan itu dengan menggali kuburan leluhur keluarga kaya tersebut di sebuah desa terpencil di Korsel.
Baca juga: Menonton Film Indonesia Menjadi Hiburan di Momen Lebaran
Horor lokal
Dari Tanah Air, film Siksa Kubur garapan sutradara Joko Anwar dan Badarawuhi di Desa Penari garapan sutradara Kimo Stamboel akan bertarung memperebutkan penonton pada masa libur Lebaran tahun ini. Kedua film ini bakal sama-sama hadir di layar bioskop per 11 April 2024.
Film Siksa Kubur bercerita tentang kakak beradik, Sita dan Adil, yang tiba-tiba menjadi yatim piatu di usia remaja setelah kedua orangtua mereka tewas dalam peristiwa bom bunuh diri di depan toko roti milik mereka. Pelaku melancarkan aksi kejinya lantaran merasa harus membersihkan dunia dari orang-orang berdosa setelah dia berhasil merekam suara yang diklaim jeritan orang yang disiksa di dalam kubur. Saat dewasa, Sita tidak percaya agama dan bertekad membuktikan siksa kubur dan agama itu tak nyata.
Sementara itu, film Badarawuhi di Desa Penari yang merupakan prekuel dari film KKN di Desa Penari (2022) bercerita tentang sosok paling ditakuti di Desa Penari.
Mengutip pemberitaan sebelumnya di Kompas.id, Joko Anwar secara diplomatis mengatakan, ia tak ingin menargetkan jumlah penonton, apalagi merasa harus bersaing dengan film sesama horor lain. Baginya, semakin beragam dan banyak secara kuantitas dan kualitas justru berpengaruh baik bagi perfilman Tanah Air.
Baca juga: Horor KKN nan Fenomenal
Sementara itu, Kimo Stamboel mengatakan, film Badarawuhi di Desa Penari menjadi tantangan tersendiri buatnya jika dibandingkan dengan film-film lain yang pernah ia kerjakan sebelumnya. ”Unsur drama di film ini lumayan tebal. Saya berharap penonton di sini bisa menikmatinya, apalagi mengingat ceritanya juga tentang ibu dan anak,” ujar Kimo.
Manoj Punjabi dari MD Pictures yang memproduseri film ini berharap, Badarawuhi di Desa Penari akan diterima terutama oleh penonton Tanah Air. Apalagi momentumnya bertepatan dengan libur panjang hari raya Idul Fitri.