Kemenangan ”Oppenheimer” Sesuai Prediksi
”Oppenheimer” berjaya di Oscar 2024. Tak melulu soal kualitas film. Ada kemenangan modal di sini.
Kemenangan besar film Oppenheimer (2023) garapan sutradara Christopher Nolan, yang menyabet tujuh dari 13 nominasi penghargaan Academy Awards ke-96 tahun ini, sudah bisa diprediksi sejak awal. Sebagai sebuah film, Oppenheimer merupakan anomali di lanskap perfilman dunia.
Sutradara Joko Anwar yang dihubungi seusai pengumuman kemenangan Oppenheimer di ajang Oscar, Senin (11/3/2024), mengungkapkan, Oppenheimer adalah sebuah film yang fenomenal, baik dari sisi teknis maupun craftmanship proses pembuatannya. Ia bahkan menilai Oppenheimer adalah anomali di lanskap perfilman dunia.
”Coba bayangkan, bagaimana film ini bisa membuat orang betah menonton dan benar-benar menikmati walau (durasinya) disetel 3 jam. Sementara isinya kebanyakan orang mengobrol. Dari situ saja sudah luar biasa. Film ini buatku adalah sebuah anomali di laskap perfilman dunia,” ujar Joko.
Hal itu lantaran dari segi penyajian, Oppenheimer adalah jenis tontonan serius, terutama dari sisi isu yang dibicarakan. Mereka yang menonton pun setidaknya butuh mengetahui latar belakang pengetahuan tentang Perang Dunia II.
”Meski demikian, somehow, dia bisa menarik penonton yang sangat banyak, bahkan jauh melebihi film-film Marvel tahun ini. Pendapatannya kalau enggak salah sampai hampir 1 juta dollar AS secara total,” ujar Joko. Ia menambahkan, jaminan nama besar dan reputasi Nolan juga ikut menjadi faktor yang menarik jumlah penonton besar.
Joko menilai tahun ini Oppenheimer punya banyak pesaing yang tak kalah bagus. Oleh karena itu, beberapa kategori nominasi justru dimenangi film lain yang terpilih. Dia mencontohkan kategori tata suara terbaik yang dimenangi Tarn Willers dan Johnnie Burn dari film The Zone of Interest.
”Padahal, di film Oppenheimersound tentang pembuatan bom atom dan saat bomnya meledak bisa terdengar menggelegar, tetapi enggak sampai memecahkan gendang telinga penonton,” ujar Joko.
Tentang kemenangan The Zone of Interest untuk kategori suara terbaik, Joko mengatakan, dalam filmnya itu sang sutradara Jonathan Glazer mencoba mengontraskan suara antara pemukiman warga Jerman dan kamp konsentrasi Auschwitz yang letaknya bersebelahan. Baik suara maupun keheningan semuanya menciptakan efek kengerian tersendiri yang sukses ditampilkan dalam film ini dan membuat orang bergidik.
Senada dengan Joko Anwar, sutradara Riri Riza menyebut hasil Oscar tahun ini, termasuk kemenangan Oppenheimer, sudah bisa diperkirakan. Hal itu bisa diikuti mulai dari penghargaan Screen Actor’s Guild dan Screen Director’s Guild di Amerika Serikat serta Akademi Seni Film dan Televisi Britania Raya (BAFTA).
Semua itu, menurut Riri, bisa menjadi semacam petunjuk tentang siapa kira-kira yang dijagokan atau yang akan memenangi Oscar setiap tahunnya. Untuk Oppenheimer, Riri sudah memperkirakan, apalagi setelah menonton film tersebut di bioskop berteknologi layar IMAX.
Baca juga: ”Oppenheimer” dan Robert Downey Jr Berkibar di Oscar
”Secara momentum, film ini juga tepat, sekaligus membuat kita berpikir, bagaimana (dunia ini) sejak (pecahnya) perang di Ukraina dan belakangan Gaza, Palestina. Film ini seharusnya membuat kita sangat reflektif dengan apa yang terjadi,” ujar Riri.
Riri memuji, tidak hanya dari sisi teknis, Oppenheimer yang gambarnya diambil menggunakan teknologi film 70 milimeter ini, naskah serta dialognya pun digarap dengan sangat serius. ”Kreativitas naratifnya juga sangat luar biasa tentang bagaimana sosok (Oppenheimer) ini digambarkan. Begitu pun argumen-argumen di sekitarnya. Juga tentang kisah-kisah kecil dia dengan istrinya di mana ada pergulatan dan ironi (memandang) eksperimen yang terjadi,” ujar Riri.
Pilihan pribadi
Meski demikian, baik Riri maupun Joko mempunyai preferensi pribadi soal film dan sutradara favorit yang mereka jagokan di ajang Oscar kali ini. Bagi Riri, sutradara Martin Scorsese di filmnya Killers of The Flower Moon lebih membuatnya terpesona, terutama terkait isu yang diangkat.
”Saya sebetulnya berharap ada kejutan-kejutan, semisal Martin Scorsese yang menurut saya berpeluang kuat dengan filmnya kali ini. Apalagi, terkait tema yang diangkatnya di tanah Amerika sana. Malah so far saya beranggapan ini adalah salah satu film terbaiknya,” tambah Riri.
Baca juga : Dominasi ”Oppenheimer”, Gaza, dan Antiperang di Oscar
Riri mengatakan, sebagai orang Indonesia, dia terpesona melihat Scorsese berbicara tentang isu masyarakat adat lewat filmnya itu. Bicara tentang bagaimana ekonomi menjadi begitu rakus dan mengeksploitasi lingkungan dengan mengabaikan nasib dan kemanusiaan. Bagi Riri, film seperti itu punya peluang seimbang dengan yang didapat Oppenheimer.
Baca juga: Letupan Bakat Cillian Murphy, Si Pemeran Oppenheimer
”Saya juga sangat terkejut di kategori aktris terbaik. Jagoan saya, Lily Gladstone, di film Killers of The Flower Moon kalah dari Emma Stone di film Poor Things. Secara pribadi hasil (pemenang Oscars) kali ini sangat berbeda dari yang saya bayangkan. He-he-he,” ujar Riri.
Sementara itu, berbeda dengan Riri yang menjagokan Emma Stone, Joko justru lebih terpesona pada film Poor Things itu yang dibintangi Stone. Selain Stone, Poor Things juga dibintangi Mark Ruffalo dan Willem Dafoe serta disutradarai Yorgos Lanthimos.
Di Oscar 2024, Poor Things memenangi tiga kategori, seperti desain kostum terbaik, desain produksi terbaik, serta make up dan gaya rambut terbaik. ”Film itu luar biasa banget. Gila banget menurutku. Nonton itu saat lagi di New York di layar lebar. Benar-benar ibaratnya aku nonton itu sambil mangap, hah. Ada film kayak gini?” papar Joko.
Joko memuji, Poor Things seperti membawa para penontonnya masuk ke sebuah dunia yang belum pernah ada sebelumnya. Film itu berkisah tentang seorang perempuan yang tengah hamil, tetapi bunuh diri dan upaya untuk menyelamatkannya. Caranya, mencangkokkan otak bayi dalam kandungan ke otak si perempuan tadi.
”Jadi, dia walau tubuhnya perempuan dewasa, otaknya bayi. Setelah dihidupkan, perempuan itu jadi belajar dari awal lagi seperti bayi. Film fantasi begitu luar biasa banget menurut saya. Ceritanya juga tentang moralitas dan bagaimana anak kecil belajar tentang kehidupan. Secara personal saya favorit itu,” ujar Joko.
Kemenangan Modal
Shanty Harmayn Hofman, Chief Executive BASE Entertainment, serta produser sekaligus pendiri Kawankawan Media, Yulia Eniva Bhara, di sela-sela perhelatan Hong Kong Trade Development Council (HKTDC), the Hong Kong International Film and TV Market (FILMART), di Hong Kong, Senin (11/3/2024), mengatakan, di balik kemenangan Oppenheimer, kemenangan film-film di ajang Oscar tidak melulu soal kualitas film, melainkan juga lebih kepada perang modal. Filmart di Hong Kong digelar pada 10-14 Maret 2024. Beberapa delegasi dari Indonesia datang atas undangan dari Kementerian Pariwisata dan Perekonomian Kreatif, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaaan, Riset, dan Teknologi.
Oppenheimer memenangi tujuh piala, yaitu Film Terbaik, Sutradara Terbaik, Aktor Terbaik, Aktor Pendukung Terbaik, Sinematografi Terbaik, Penyunting Film Terbaik, dan Musik Latar Orisinal Terbaik. FIlm yang masuk 13 nominasi ini akhirnya mengantar Nolan membawa pulang Oscar, sesuatu yang ditunggu-tunggu karena film-filmnya selalu memukau.
”Film itu pasti sudah kampanye di mana-mana. Pencapaian ini sudah punya milestones. Bukan sekadar filmnya bagus,” kata Shanty, salah satu orang penting dalam kesuksesan serial film Gadis Kretek ini.
Oscar melibatkan 6.000-9.000 juri mulai tahap awal sampai akhir. Mereka terdiri dari semua lini yang ada di dalam produksi film, mulai dari sutradara, editor, produser, ilustrator musik, sampai kritikus film. Biasanya, rumah produksi, termasuk sutradara dan produser, aktif mengampanyekan film-film mereka kepada para juri itu lewat screening atau bahkan mengirim kepingan CD. Tujuannya, antara lain, untuk memastikan para juri memonton film mereka. Kadang masih ditambah dengan diskusi agar para juri makin paham maksud dari film tersebut.
Nah, untuk dapat melakukan semua itu butuh modal besar. ”Bisa sampai jutaan dollar AS. Jadi, selain aktor yang bagus, mereka juga memiliki sumber daya yang besar untuk mengampanyekan film,” kata Ebe, sapaan akrab Yulia.
Baik bagi Shanty maupun Ebe, kemenangan Oppenheimer tidak mengejutkan karena film itu memang mendapat sambutan baik dari publik. Sukses secara komersial, begitu juga film lain, seperti The Holdovers atau Barbie.
Pendapat serupa disampaikan Kiki Fung, konsultan, kurator, dan kritikus film dari Hong Kong. Dia menegaskan, film-film pemenang Oscar kali ini tidak ada kejutan. Sebab, cerita-cerita yang ditampilkan mudah diterima publik. Selain itu, secara estetika film juga sudah selesai, tidak ada yang perlu diperdebatkan.