Memeluk Hegemoni NFT
NFT tidak ubahnya cara baru dalam berekspresi dan mengapresiasi karya seni.
Nyaris semua lini kehidupan tak terhindar dari hegemoni teknologi, termasuk lini seni rupa. Para seniman atau pegiat seni mau tak mau memeluk hegemoni teknologi itu. Kini mereka, misalnya, menekuni teknologi seni digital untuk NFT.
Ketika Bentara Budaya yang bekerja sama dengan Galeri Astra membuka ruang inkubasi Lab NFT (Laboratorium Non-Fungible Token), Andre Tanama (41), akademisi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, tertarik mengikutinya. Lab NFT diluncurkan pada 26 September 2022 di Jakarta. Programnya dikemas dalam kelas tatap muka dan daring.
Kelas perdana dimulai pada 28 Januari 2023 selama sekitar 2,5 bulan dengan sepuluh kali pertemuan. Dilanjutkan kelas kedua dengan jadwal serupa. Andre selalu menyimak kelas-kelas daring itu. Ia ingin memasuki kedalaman NFT dan ingin menjadi paham tentang seluk-beluk NFT.
Dari dua angkatan Lab NFT akhirnya melahirkan 34 peserta yang terdiri dari 11 orang angkatan pertama dan 23 orang angkatan kedua. Andre menjadi salah satunya. Mereka tidak hanya menyimak teori, tetapi langsung diajak mempraktikkan dan berpameran. Terciptalah dua pameran NFT bertajuk Re-Identify di Bentara Budaya Jakarta (13-22 Juli 2023) dan Galeri Astra Jakarta (26-30 Juli 2023).
Andre yang intensif mengikuti kelas Lab NFT ternyata merasa tak segera tahu cara untuk menceburkan diri ke dalam praktik NFT. ”Ketika diminta ikut berpameran karya NFT, saya masih mempertimbangkan dulu. Saya bingung untuk memutuskan,” ujar Andre, Kamis (27/7/2023), di Yogyakarta.
Hingga mendekati jadwal pameran, Andre belum memutuskan untuk ikut. Pihak BBJ akhirnya menawarkan karya-karya fisik Andre, terutama karya seni grafis yang ditekuninya selama ini agar didigitalkan. Kemudian karya digital itu dijadikan produk seni digital NFT. Begitulah cara sederhananya.
Andre enggan menempuh hal semudah itu. Keikutsertaan pada pameran Lab NFT ini bakal menjadi pameran karya NFT-nya yang pertama. Andre tak ingin sekadar mendigitalkan dari karya fisik.
Baca juga: Berlebaran Seni Rupa di Yogya
Ia teringat pada 2006, ketika menjuarai lomba Trienal Grafis Bentara Budaya. Sejak itu, Andre terus berkarya dengan teknik seni grafis. Pada 2007, ia mulai melahirkan karakter gadis cilik yang diberi nama Gwen Silent. Karakter Gwen Silent ini pula yang kemudian diolah untuk pameran Lab NFT di BBJ dan Galeri Astra.
”Akhirnya, saya membuat dua karya seni digital dengan karakter gadis cilik sedang memejamkan mata dan menunduk,” kata Andre.
BBJ membantu mengunggah atau minting karya NFT Andre ke dalam rantai blok. Kedua karya NFT itu diberi judul ”Saya #1” dan ”Saya #2”. Bentuk kedua karya dengan karakter Gwen Silent itu mirip, hanya beda warna, yakni abu-abu dan coklat.
Dokumentasi pribadi
Pada hari pembukaan pameran Re-Identify di Galeri Astra, Rabu (26/7/2023), tampak ingar-bingar para peserta pameran menunjukkan karya masing-masing. Salah satu di antaranya peserta yang berprofesi jurnalis, Sri Rejeki, yang akrab disapa Eki. Ia memamerkan lima karya NFT dari digitalisasi foto dokumentasi pribadi selama menempuh perjalanan ke Iran.
Eki mengambil cuti dari kantornya untuk mengunjungi Iran pada 1–12 Juli 2023. Ia kemudian menampilkan karya NFT dari foto Danau Maharloo yang berwarna merah jambu, gurun pasir, dan pertunjukan seni tradisi masyarakat Iran.
Sebelum itu, Eki mengikuti kelas Lab NFT untuk angkatan pertama dan kedua. Pameran di Galeri Astra ia ikuti untuk pertama kali. Sebetulnya, ini bukan semata pameran NFT yang pertama diikutinya. Ini bahkan benar-benar pameran karya seni yang pertama di sepanjang hidupnya.
Menurut Eki, di dalam NFT terdapat kesempatan berkesenian yang paling demokratis. Karya seni NFT tak hanya untuk menyalurkan ekspresi seni bagi siapa saja. Ternyata bisa pula untuk mendapatkan sejumlah uang dari hasil penjualan karya seni digital tersebut.
Pada hari pembukaan pameran, lima foto dokumentasi pribadi Eki itu laku sembilan edisi seharga masing-masing satu Tezos. Tezos ini mata uang kripto untuk produk NFT yang saat ini bernilai sekitar Rp 12.000. Eki mengunggah masing-masing karya dengan 50 edisi. Biasanya, harga per edisi berikutnya akan naik dibandingkan harga edisi pertama.
”Dulu sewaktu SMP dan SMA saya memang suka berkesenian seperti melukis atau membuat puisi. Kemudian selama kuliah dan bekerja hampir tak pernah ada lagi kesempatan untuk menghidupkan kembali jiwa kreatif. Sekarang saatnya untuk itu,” ujar Eki.
Dulu sewaktu SMP dan SMA saya memang suka berkesenian seperti melukis atau membuat puisi. Kemudian selama kuliah dan bekerja hampir tak pernah ada lagi kesempatan untuk menghidupkan kembali jiwa kreatif. Sekarang saatnya untuk itu.
Tak semua peserta pameran ingin menjual karyanya sebagai produk seni NFT. Ada sebagian peserta yang ingin meraih sertifikasi atau pengakuan karya fisik lewat jalur NFT. Salah satunya pelukis Tato Kastareja yang menetap di Jakarta dan Rangkasbitung.
”Melalui NFT saya ingin menunjukkan karya-karya lukisan saya secara fisik. Hanya lukisan fisik inilah yang ingin saya jual lewat NFT,” ujar Tato, seraya menunjukkan dua lukisan yang diikutsertakan di dalam pameran Re-Identify ini.
422 transaksi
Becermin dari pameran Re-Identifyyang pertama di BBJ, karya seni NFT termasuk banyak diminati. Ada 422 transaksi penjualan karya seni digital selama pameran itu. Capaian ini menunjukkan fenomena terkini publik yang memiliki cara baru dalam mengapresiasi karya seni.
”Kami menawarkan semangat beradaptasi dengan perubahan zaman. NFT salah satu bentuk seni visual yang menjadi fenomena terkini dalam kehidupan global,” ujar Ilham Khoiri selaku General Manager Bentara Budaya.
Kami menawarkan semangat beradaptasi dengan perubahan zaman. NFT salah satu bentuk seni visual yang menjadi fenomena terkini dalam kehidupan global.
NFT ibarat sertifikat digital yang merepresentasikan barang nyata yang otentik. Sertifikat ini dapat diedarkan atau diperjualbelikan secara resmi dengan mata uang digital.
Dengan sistem keamanan digital, proses transaksi terekam di rantai blok jaringan. Skema ini memungkinkan para pencipta seni digital NFT mendapatkan sertifikat keaslian, pengakuan hak cipta, royalti, dan nilai penjualan sesuai kontrak yang disepakati.
NFT juga memperluas medan penyajian, cara berkomunikasi, dan cara bertransaksi dalam mengapresiasi karya seni. Para pencipta karya seni NFT tak akan berkutat pada cara-cara konvensional, tetapi mendapatkan ruang jaringan metaverse dengan jaringan global.
”Tema pameran ’Re-Identify’ untuk kembali mempertanyakan, siapakah diri kita di tengah arus perubahan zaman seperti ini,” ujar Ilham.
Baca juga: Prabu Perdana Menginovasi Lukisan Pemandangan
Tak terelakkan di dalam setiap transaksi, termasuk ketika menggunakan mata uang digital untuk pembelian produk NFT itu, mengandung berbagai risiko. Di antaranya risiko naik atau turunnya nilai mata uang digital.
Athalia Neysa dari Apac Tezos Indonesia, pendukung ekosistem Tezos di Indonesia, menyarankan pembelian dengan mata uang digital untuk produk-produk seni NFT ini dibedakan dengan skema investasi seperti reksa dana dan sebagainya. NFT tak ubahnya cara baru dalam berekspresi dan mengapresiasi karya seni.