"Jazz Gunung Bromo" Menyejukkan Indonesia lewat Lintas Generasi
Pergelaran musik Jazz Gunung Bromo 2023 kembali diselenggarakan pada 21-22 Juli di Amfiteater Jiwa Jawa Resort. Musisi lintas generasi meramaikan acara ini.
Oleh
RIANA A IBRAHIM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Elaborasi jazz dengan musik tradisi Nusantara kembali hadir menyapa melalui pergelaran musik bertajuk Jazz Gunung Bromo. Pada 2023 ini, Jazz Gunung Bromo juga merayakan pergelaran ke-15 tahun dengan tetap mengusung semangat ”Indahnya Jazz Merdunya Gunung” dan menghadirkan sejumlah artis lintas generasi.
”Tahun ini, ada juga yang spesial. Kami akan menghadirkan talenta lokal yang belum lama ini baru saja mengukuhkan kontribusinya di dunia musik Indonesia setelah menjadi juara di Indonesian Idol. Ada Salma Salsabil yang asli Probolinggo,” ungkap salah seorang founder Jazz Gunung Indonesia, Sigit Pramono, saat jumpa pers di IFI Thamrin, Jakarta, Selasa (13/6/2023).
Selain Salma, sejumlah musisi muda Indonesia turut berpartisipasi dalam acara yang bertahun-tahun selalu digelar di Amfiteater Jiwa Jawa Resort, Bromo, Probolinggo, Jawa Timur. Selama dua hari, 21-22 Juli 2023, penyanyi Ardhito Pramono, Yura Yunita yang baru pertama kali tampil di acara ini, Denny Caknan, hingga gitaris Daniel Dyonisius masuk dalam daftar penampil.
”Saya cukup senang ketika diberi kesempatan untuk tampil dan bermain bersama para legenda musik Jazz Indonesia. Bagi saya, ini menjadi momen belajar yang sangat berharga bagi saya,” ungkap Daniel.
Tak ketinggalan, para legenda musik Indonesia, seperti Ermy Kullit, Mus Mudjiono, Atiek CB, dan Margie Segers, juga siap menghibur. Dari tahun ke tahun, Jazz Gunung Bromo selalu konsisten memunculkan regenerasi musisi dengan penampilan tunggal hingga kolaborasi lintas genre.
Ajang ini pun tidak sekadar menjadi wadah regenerasi, tapi juga menjadi cawan kolaborasi bagi musisi lintas genre karena konsep yang diusung adalah etno jazz. Salah satu langganan kolaborasi dalam event tahunan ini adalah kehadiran Ring of Fire Project dan Blue Fire Project by Bintang Indrianto yang memang hanya bisa disaksikan di Jazz Gunung ini.
Selain itu, juga turut berpartisipasi beberapa musisi dari luar negeri yang membawa misi pertukaran budaya musik jazz. ”Setiap Jazz Gunung selalu membawa penasaran. Bagaimana kegilaan-kegilaan dalam bermain (musik) jazz secara spontan akan terjadi, kolaborasi antarmusisi. Kepekaan nilai etnik lokal dan budaya tradisional dari para pendiri acara ini juga menjadi pembeda nuansa Jazz Gunung dengan acara jazz lainnya,” ungkap founder Jazz Gunung, Butet Kartaredjasa.
Butet pun menambahkan, tema Jazz Gunung kali ini mendadak terlintas, yakni ”Jazz Sejukkan Indonesia”. Hal ini mengingat tahun politik yang marak akan isu yang memancing nuansa panas di tengah masyarakat. Kolaborasi yang tercipta dari keberagaman di panggung jazz pun seolah menjadi oase agar tetap adem di tengah ragam perbedaan.
Kurator Jazz Gunung, Bintang Indriyanto, menyampaikan, pemilihan musisi yang tampil dilandaskan pada kontribusinya terhadap musik Indonesia. Kemampuan identifikasi membawa budaya Indonesia juga menjadi pertimbangan lain sejalan dengan konsep etno jazz yang menjadi sumbu dari Jazz Gunung ini.
Bagi para peminat musik, tiket dapat dibeli di Jazzgunung.com dengan tarif satu hari di kelas tribune Rp 550.000, VIP Rp 1 juta, dan VVIP Rp 2 juta. Sementara tarif dua hari/terusan tribune Rp 850.000, VIP Rp 1,7 juta, dan VVIP Rp 3,7 juta. Sampai saat ini, antusiasme penonton cukup tinggi. Hal itu terbukti dari tiket kelas tribune dan VIP di hari kedua yang sudah terjual habis.
Pemberdayaan lokal
Di sisi lain, tajuk Jazz Gunung ini memiliki makna yang besar terhadap pengembangan pariwisata Indonesia. Sigit mengungkapkan, gagasan awal tak sebatas menyelenggarakan acara musik, tetapi juga memperkenalkan kekayaan pariwisata alam Indonesia yang indah sekaligus memberdayakan masyarakat lokal.
Selain di Bromo, akan ada pula Jazz in the Valley di Bandung pada Agustus dan Jazz Gunung Ijen di Banyuwangi pada September. Di luar Jawa, tengah dipersiapkan perhelatan di beberapa daerah, seperti Samosir (Sumatera Utara), Gunung Burangrang (Bandung), dan Gunung Slamet (Semarang).
”Ini sejalan dengan program Bangga Berwisata di Indonesia yang punya target menggerakkan 1,4 miliar wisatawan nusantara dan juga kebangkitan UMKM untuk mendorong terciptanya lapangan kerja. Jazz Gunung ini salah satu yang membuktikan industri pertunjukan mampu menggerakkan perekonomian lokal,” ujar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno.
Adapun perhelatan Jazz Gunung Bromo tahun ini menargetkan 5.000 penonton dan melibatkan 115 pelaku UMKM lokal di Bromo. Nantinya akan ada pembukaan Rumah Batik Afifah, Rumah Dokumentasi Batik Batang dan Pesisiran, penyelenggaraan Pasar Batik, bursa batik Nusantara, sekaligus acara Belajar Batik Bersama Pak Dudung. Selain itu, ada acara Bincang Batik Rifaiyah dan Pesisiran bersama Dudung Alie Syahbana (maestro batik Pekalongan) dan Miftahkhutin (pembatik Batang Rifaiyah).
Tidak berhenti pada UMKM, pelaku pariwisata, seperti pemilik hotel dan homestay hingga pemilik usaha tur Bromo, juga ikut kebanjiran berkah bertepatan dengan Jazz Gunung Bromo. Komunitas anak muda dan mahasiswa lokal juga memperoleh kesempatan ikut terlibat dalam acara musik ini sebagai panitia lokal.
”Ini memang misi kami, tetesan hasilnya harus mengalir untuk masyarakat lokal. Bukan hanya kita yang menyelenggarakan acara,” ucap Sigit.