Di sela patriarkat yang sangat kuat di zaman kerajaan lampau, Ken Dedes ditampilkan sebagai perempuan yang amat dinamis. Bukan sekadar perempuan yang pasrah mengikuti keinginan laki-laki. Ken Dedes cerdas dan ambisius.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·5 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Teater Musikal Ken Dedes dipentaskan oleh EKI Dance Company di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Jumat (17/3/2023). Kisah Ken Dedes tersebut ditampilkan dalam musikal modern dengan memadukan kreasi balet, kontemporer, dan etnik. Pementasan tersebut melibatkan sejumlah pemain, seperti Ara Ajisiwi (Ken Dedes), Taufan Purbo (Ken Arok), Nala Amrytha (Ken Umang), dan Uli Herdi (Tunggul Ametung).
Riwayat singgasana paling bersimbah darah lantaran dendam tiada akhir dalam sejarah kerajaan di Nusantara ditampilkan lewat Musikal Ken Dedes. Pembantaian berantai antara putra mahkota dan rajanya itu turut menyelipkan kekritisan atas keresahan publik belakangan ini.
Pagi-pagi, nyanyian sudah dilancarkan untuk membuka pertunjukan berdurasi dua jam tersebut. Narator beraksi berlatarkan layar yang memampangkan multimedia artistik. Alkisah, Ken Arok (Taufan Purbo), pencuri lihai lagi sakti mandraguna, bertandem dengan pasangan yang lantas dinikahinya, Ken Umang (Nala Amrytha).
Lazimnya, hikayat yang lestari selama berabad-abad tersebut, peruntungan Ken Arok sungguh moncer hingga memegang tampuk sebagai panglima andalan Tunggul Ametung (Uli Herdi). Lambat laun, seantero negeri sudah riuh rendah dengan gosip paling panas.
Ken Arok rupanya tergila-gila dengan Ken Dedes (Ara Ajisiwi). Pesona perempuan yang tak lain istri Tunggul Ametung itu memang memesona setiap pria. Tua dan muda tak sungkan bergunjing, bahkan di depan Ken Umang yang jelas terbakar api cemburu.
Sutradara sekaligus koreograferMusikal Ken Dedes, Rusdy Rukmarata, tak berlama-lama untuk menghunjam benak penonton dengan plot yang bersimbah darah. Iri dengki, dendam kesumat, dan fitnah berhamburan dengan deras di sela baku caplok kekuasaan dan cinta.
Drama tersebut terbagi atas dua babak di Ciputra Artpreneur, Jakarta, pada 18-19 Maret 2023. Babak pertama mengisahkan silang sengkarut Ken Arok, Ken Umang, Ken Dedes, dan Tunggul Ametung. Diselingi istirahat selama 15 menit, babak kedua menarasikan keturunan mereka yang saling menuntut balas.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Teater Musikal Ken Dedes dipentaskan oleh EKI Dance Company di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Jumat (17/3/2023). Kisah Ken Dedes tersebut ditampilkan dalam musikal modern dengan memadukan kreasi balet, kontemporer, dan etnik.
Rusdy menggarap Musikal Ken Dedes dengan tangan dinginnya lewat pemain-pemain yang tak berpenampilan konvensional. Roman kerajaan kuno tak mesti lekat dengan kebaya, caping, atau kemben; mereka berkostum modern, tetapi tidak meninggalkan aksen-aksen khazanah Nusantara.
Ken Dedes, umpamanya, mengenakan jubah permaisuri kuning dilengkapi mahkota, kalung, dan gelang dengan gaya perpaduan Tiongkok klasik dengan Jawa Timur. Kebo Ijo (Nino Prabowo) juga melilitkan pinggangnya dengan selendang merah dan sabuk coklat yang melengkapi blus hijau lengan pendek.
Sementara Ken Arok, Anusapati (Fatih Unru), dan Tohjaya (Gerardo Tanor) beratraksi dengan balutan serupa kulit. Mereka ditingkahi musik-musik macam pop, jazz, rock, disko, bahkan rap. Penari-penari pun mengiringi para pelakon dengan balet, kontemporer, dan hiphop.
Lenggak-lenggok mereka berkoreografi mutakhir. Akan tetapi, dengan lakon yang tercantum dalam Pararaton atau kitab riwayat raja-raja di Jawa itu, tak pelak mencuatkan visualisasi soal pergelaran setara Broadway, kiblat teater musikal internasional.
Benak yang dibawa ke deretan pementasan tersohor di New York, Amerika Serikat, itu ditunjang kreativitas penata musik Oni Krisnerwinto, pengarah artistik Iskandar Loedin, dan penulis naskah Titien Wattimena. Tata cahaya dan properti panggung yang tak kalah apik mengiringi kreasi mereka.
Karut-marut
Lebih dari sekadar hiburan, Ken Dedes merefleksikan karut-marut sosial di Tanah Air. Anusapati dan Tohjaya, misalnya, berbalas muslihat demi takhta. Sepasang anak manja yang dengan mudahnya gebuk-menggebuk itu mengingatkan audiens akan pemuda viral dengan ulah menghajar rivalnya hingga nyaris tewas.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Teater Musikal Ken Dedes dipentaskan oleh EKI Dance Company di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Jumat (17/3/2023). Kisah Ken Dedes tersebut ditampilkan dalam musikal modern dengan memadukan kreasi balet, kontemporer, dan etnik.
Pemimpin yang tidak bijak direpresentasikan pula dengan kegemaran Tunggul Ametung menenggak tuak saban hari hingga teler. Meski disiapkan sejak enam bulan lalu, Musikal Ken Dedes sekonyong-konyong menyiratkan potret mereka yang mabuk jabatan hingga tega menghabisi koleganya atau bergelimang harta dengan ukuran tak wajar.
Ambil pula contoh Regawa (Yosep Wahyu), pendekar kepercayaan Ken Arok sejak lama. Tokoh rekaan itu oportunis yang cemas ketika majikannya berkolaborasi dengan Ken Dedes. Ia ketakutan jika jabatannya tak lagi langgeng hingga tak segan melancarkan intrik.
Humor pun tak dilupakan dengan gaya bahasa segar, seperti saat Anusapati memergoki Tohjaya yang baru saja menikamkan keris ke tubuh ayahnya. ”Oke, Bro. Lu tenang aja, ya,” ucap Anusapati menggambarkan anak muda yang memancing tawa penonton.
Sosok fiksi lain, Suho (Iqbal Sulaeman) turut mengocok perut dengan logat Nusa Tenggara Timur yang khas. Ia memang berasal dari provinsi itu, persisnya, Ende. Rakyat jelata yang diwakili Larto (Nanang Hape) dan sang istri, Laras (Takako Leen), meramaikan alur dengan sentilan-sentilannya.
Kejutan lain dihadirkan dengan meleburnya batas-batas panggung dan barisan kursi ketika kudeta memicu lebih kurang 10 prajurit berhamburan di sela pengunjung. Lebih-lebih, di tengah kekalutan itu terlihat 12 dayang yang ikut berlarian seraya menjerit.
Sejarah penting
Rina Ciputra Sastrawinata tertarik memanggungkan Ken Dedes saat menghadiri Festival Musikal Indonesia 2022. Aktraksi itu dinilai bermuatan sejarah yang penting. ”Sangat bagus. Semua yang kita nikmati tentu tak lepas dari masa lalu,” ucap Presiden Direktur Ciputra Artpreneur tersebut.
Produser Musikal Ken Dedessekaligus Pendiri dan Direktur Utama EKI Dance Company Aiko Senosonoto mengungkapkan impian untuk memboyong pertunjukannya ke mancanegara. ”Contohnya, Malaysia dan Singapura. Bukan tak mungkin juga bisa dibawa ke New York,” ujarnya sambil tersenyum.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Teater Musikal Ken Dedes dipentaskan oleh EKI Dance Company di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Jumat (17/3/2023). Kisah Ken Dedes tersebut ditampilkan dalam musikal modern dengan memadukan kreasi balet, kontemporer, dan etnik.
Aiko membaca beberapa buku kemudian merangkumnya untuk dituangkan dalam Musikal Ken Dedes. Ia pun harus mengatasi kendala tersulitnya dengan banyaknya pemain yang bergonta-ganti setelan. Jumlah kru yang dilibatkan mencapai 300 orang. ”Di panggung pakai air sampai basah juga, jadi harus uji coba,” katanya.
Rusdy pun menuntaskan riset mendalam sebelum menggelar Musikal Ken Dedes. Legenda turun-temurun tersebut tentu sudah dibumbui romantisisme. ”Bagaimanapun, sangat menarik karena multi-interpretasi lalu berkembang. Sastrawan-sastrawan menuangkan tafsirannya,” ujarnya.
Perspektif itu tak lepas dari keluwesan Rusdy yang sempat mengenyam Program Studi Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Ia pun kerap berbincang dengan seniman kawakan Sujiwo Tejo dan Nanang Hape yang menjembarkan pandangannya.
Wajar jika rumor menyertai turunan-turunan sepak terjang pasangan tersebut. Rusdy menyambut tantangannya dengan menyajikan sejarah yang relevan, tetapi tetap aktual. ”Terutama, untuk penonton masa kini. Kalau disertai rumor kekinian, ya, sah-sah saja,” ucapnya.
Maka, di sela patriarkat yang sangat kuat di zaman kerajaan, Ken Dedes pun ditampilkan sebagai perempuan yang dinamis. ”Bukan sekadar perempuan yang pasrah mengikuti keinginan laki-laki. Ken Dedes cerdas dan ambisius,” kata Ara yang telah menggeluti dunia tari sejak berumur 13 tahun.