Introduksi di sanggar yang didirikan ayahnya bukan berarti keistimewaan bagi Nala Amrytha. Tanpa pandang bulu, ia diwajibkan mengikuti audisi untuk diterima EKI Dance Company. Gemblengan sang ibu pun tak kalah kerasnya.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·5 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Nala Amrytha saat mengikuti latihan rutin di studio Sanggar Tari Eksotika Karmawibhangga Indonesia (EKI Dance Company) di Jakarta, Kamis (9/2/2023).
Diberkati kemahiran multitalenta, Ken Nala Amrytha (27) meramaikan pentas dengan akting, tari, hingga nyanyiannya. Sejak usia dini, personel EKI Dance Company itu sudah memulai kiprahnya dengan menembus layar lebar. Sebagai penerus tongkat estafet sanggar tersebut, ia membuktikan tekad dengan gigih.
Nala menari-nari dengan lincah diiringi instrumentalia rock yang rancak dan mata membelalak. Tubuh yang berkeluk-keluk seraya tersengal diiringi raungan gitar. Sesekali, Rusdy Rukmarata (60) mengarahkan putrinya itu untuk lebih luwes meliuk.
Titik-titik peluh sudah menghiasi wajah Nala dengan mimik letih, tetapi tak kurang pula senyum puas tersungging di bibirnya. Ia tampak serasi dengan rambut dicepol, rok panjang batik, sepatu hitam, dan leotard atau baju yang lazim dikenakan pebalet.
Latihan di studio tersebut usai dan tepuk tangan sekitar 15 penari menggema. Nala menghela napas sembari beristirahat sejenak sebelum mengungkapkan persiapannya mementaskan Musikal Ken Dedes yang digelar selama 1,5 jam pada pertengahan Maret nanti.
”Buat act (babak) pertama, sudah 90 persen. Nah, act kedua sekitar 60 persen. Sejauh ini lancar. Cuma masih deg-degan,” katanya di Jakarta, Kamis (9/2/2023). Maklum, Nala sudah lama sekali tak memanggungkan lakon dengan durasi sepanjang itu.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Nala Amrytha, Penari, Penyanyi, Pemain Film
”Terakhir, pertunjukan yang selama itu mungkin tahun 2010. Agak takut, kan, pakai musik live (langsung). Tantangannya, stamina harus digenjot,” ucapnya. Februari ini, Nala dan rekan-rekannya akan berlatih dengan musisi dan penyanyi.
Setelah sekitar enam bulan berlatih di sanggar, mereka harus siap pula beradaptasi dengan panggung yang jauh lebih luas. ”Pasti capek banget. Langkah-langkah harus ditambah. Berantem juga tapi besoknya sudah ketawa-ketawa lagi,” katanya sambal terbahak.
Asam garam selama lebih kurang dua dekade sudah dicecap Nala yang terbiasa dengan tangis dan tawa panggung musikal. Semua perbedaan visi tetap dipandang positif demi mempersembahkan penampilan yang terbaik. Tak heran, ia berangsur dipercaya melaksanakan regenerasi untuk mengampu EKI Dance Company.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Nala Amrytha saat mengikuti latihan rutin di studio Sanggar Tari Eksotika Karmawibhangga Indonesia (EKI Dance Company) di Jakarta, Kamis (9/2/2023).
”Sudah diminta sejak pandemi. Jadi asisten Bapak buat mengurus koreografi. Mulai jadi produser juga. Aku sebenarnya banyak bantu di manajemen,” katanya. Sedikit-sedikit, ia memanajeri sejumlah proyek kecil atau mengatur jadwal koleganya berlatih.
Ketertarikan Nala menggeluti seni telah tebersit sejak menyaksikan lenggak-lenggok penari yang tergabung dengan komunitas milik orangtuanya. Ia menjajal dunia akting, disusul tari yang nyaris bersamaan dengan tarik suara saat berusia tujuh tahun.
”Mulai serius waktu SMA atau 15 tahun. Aku masuk EKI Dance Company,” kata aktris yang menjalani debut layar lebarnya lewat Perempuan Punya Cerita (2008) itu. Introduksi di klub yang didirikan ayahnya bukan berarti keistimewaan bagi Nala. Tanpa pandang bulu, ia diwajibkan mengikuti audisi untuk diterima EKI Dance Company.
Sudah diminta sejak pandemi. Jadi asisten Bapak buat mengurus koreografi. Mulai jadi produser juga. Aku sebenarnya banyak bantu di manajemen.
”Enggak ada Bapak di kelas, tapi guru. Kalau jelek, ya, jelek. Misalnya, peran tertentu lebih cocok buat yang lain, bisa saja aku enggak ikut,” ujarnya.
Tempaan demi tempaan diabsorpsi Nala yang tak berbeda dengan penari lain. Jika diomeli, ia hanya menahan perasaannya walau terkadang tak tahan juga.
”Bapak galak. Sering marah, tapi aku diam saja. Sudah selesai, aku nangis sembunyi-sembunyi. Akhirnya ketahuan juga. Baru diajak ngomong,” katanya sembari terbahak.
Nala kian tangguh hingga matanya tak lagi sembap bila dikoreksi. Selama latihan, Rusdy bertindak selaku orangtua untuk semua penari.
Gemblengan tak kalah keras dilancarkan sang ibu. Saat ditanya pengalaman yang paling tak terlupakan, Nala lama termangu-mangu. ”Aku pernah manggung. Perananku diceritakan berdialog di depan kuburan bapaknya lalu marah-marah,” katanya.
Seusai pergelaran tersebut, sejumlah pengunjung menyelamati Nala. Tak dinyana, kritik sang ibu ternyata begitu menohok. ”Katanya, ’kamu gagal’. Ibu tahu yang aku rasakan. Masalahnya, aku terlalu jaim (jaga image atau citra),” katanya.
Meski adegan itu sangat emosional, Nala ogah pipinya berlinang air mata lantaran takut terlihat jelek. Ia lantas benar-benar tersedu sedan. ”Aktingku malah jadi jelek benaran. Emosinya enggak dapat. Baru sadar, aku enggak menghargai penonton yang sudah datang hanya demi kelihatan oke,” katanya.
Bisik-bisik soal Nala yang dilingkupi privilese orangtua sampai juga ke telinganya. Ia menepis stigma itu dengan kerja keras, justru hingga dua kali lipat dari pemain lain. ”Kalau yang lain 100 persen, aku harus 200 persen. Makanya, aku enggak boleh malas,” ujarnya.
Ia curhat kepada orangtuanya soal prasangka yang menganggap Nala hanya bisa mesem-mesem, padahal gadis itu memang menari dengan ekspresif. ”Bapak bilang, ’kalau memang itu yang diperlukan, enggak apa-apa’. Paling penting, aku harus menunjukkan kemajuan,” katanya.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Nala Amrytha, Penari, Penyanyi, Pemain Film
Elan begitu besar ia peroleh saat duduk di SMA yang dikenal menerapkan disiplin tinggi. Nala yang sudah didapuk membintangi serial televisi terpaksa meninggalkan shooting untuk sementara. ”Sampai adegan dimulai, aku harus nunggu lama. Enggak kuat. Aku berhenti dulu supaya fokus belajar,” ujarnya.
Selagi remaja lain mengunyah pop corn di bioskop, nongkrong di kafe, atau liburan beramai-ramai, ia tak kehilangan masa yang menyenangkan dengan menggeluti seni. ”Di EKI Dance Company, teman-temannya seumuran. Cuma diganti, happy (bahagia) bareng-barengnya sama penari lain,” katanya.
Berkutat dengan klubnya, ia tak urung pernah mengenyam cinta lokasi meski ujungnya bikin kapok gara-gara tak terlalu sukses. ”Aku enggak mau lagi. Sudah ngerti kecilnya kayak bagaimana. Tahu sifat-sifat jeleknya,” kata Nala sambil terbahak.
Ia menganggap EKI Dance Company keluarga besarnya. Riak-riak kecil memang menyelingi keseharian mereka dengan kompetisi. ”Bisa seminggu enggak ngomong. Kayak saudara saja. Tahu-tahu bilang, ’Eh, gerakan kemarin gimana?’. Nah, berarti sudah minta maaf, tuh,” ujarnya seraya tergelak.
Kegembiraan meruyak pula dengan antusiasme publik menyaksikan pergelaran seiring meredanya pandemi. Saat Festival Musikal Indonesia yang diselenggarakan pada tahun 2022, umpamanya, Nala kembali mengenyam interaksi dengan audiens.
”Hampir tiga tahun enggak lihat penonton sebanyak itu. Terasa banget kemeriahannya. Grup-grup lain juga nonton,” katanya.
Kebersamaan itu menerbitkan optimisme Nala akan cerahnya prospek drama musikal dengan penari-penari yang saling bergandengan tangan untuk menjalin ekosistem demi menguatkan satu sama lain. Kini, ia tak sabar menanti sukacita serupa yang akan disambutnya saat melakonkan Musikal Ken Dedes.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Nala Amrytha saat mengikuti latihan rutin di studio Sanggar Tari Eksotika Karmawibhangga Indonesia (EKI Dance Company) di Jakarta, Kamis (9/2/2023).