Rusdy Rukmarata, Eksotika Karmawibhangga
Siapa sangka, penghormatan terhadap perangai baik dan buruk dengan memahami segala sebab dan keadaan ini menjadi sukma EKI Dance Company, sebuah perusahaan di bidang seni pertunjukan seni tari kontemporer.
Sisi eksotis sebagai daya tarik khas bisa ditemukan pada setiap orang, entah orang yang diberi label baik atau buruk. Di situ ada perangai yang menjadi sebab, kemudian lahirlah akibat. Dari setiap perbuatan akan ada karma baik, ada karma buruk. Tugas manusia terhadap sesamanya hanya saling menghargai dan menghormati.
Siapa sangka, penghormatan terhadap perangai baik dan buruk dengan memahami segala sebab dan keadaan ini menjadi sukma EKI Dance Company, sebuah perusahaan di bidang seni pertunjukan seni tari kontemporer berbasis tari balet di Jakarta. EKI singkatan dari Eksotika Karmawibhangga Indonesia. Rusdy Rukmarata (60) membentuk EKI Dance Company pada 1996.
Istilah “karmawibhangga” dipilih Rusdy untuk mewadahi gagasan penghormatan terhadap siapa pun. Siapa pun itu pasti memiliki latar belakang tertentu dalam melakukan sesuatu, hingga berakibat sesuatu pula. Kadang kala ada situasi yang memaksa atau pengetahuan tertentu yang mendorongnya. Hasil baik atau tidak baik bukan persoalan untuk terus menghargai dan menghormati.
Bisa dibilang, orang benar tidak akan selamanya benar. Orang baik tidak akan selamanya baik. Begitu pula, sebaliknya.
Itulah eksotika Karmawibhangga. Karmawibhangga sendiri selama ini dikenal sebagai cerita yang bertolak dari relief tersembunyi di kaki Candi Borobudur. Relief-relief di situ mengisahkan sebab dan akibat dari suatu perbuatan baik dan buruk. Karena alasan tertentu, bagian Karmawibhangga Candi Borobudur itu kemudian ditutup beberapa tahun silam.
“Selama Orde Baru saya memperoleh pengalaman orang yang dihargai hanyalah orang yang baik, orang yang berprestasi. Dulu sering kita dengar penghargaan-penghargaan teladan sering diberikan kepada orang yang dianggap berprestasi baik. Lalu, persoalannya, bagaimana menghargai orang-orang lain yang bukan teladan?” kata Rusdy, Rabu (18/5/2022) di Jakarta.
Gagasan itu seperti gugatan Rusdy. Ia kemudian mengaktualisasikan pemikiran-pemikiran melalui kiprahnya di dunia seni pertunjukan tari kontemporer EKI Dance.
Aborsi
Pada tahun-tahun tertentu menjelang pembentukan EKI Dance Company, Rusdy terusik dengan banyaknya praktik pengguguran bayi atau aborsi yang dilakukan di Jakarta. Ada kesan realita sosial tersebut masih ditutup-tutupi.
Dalam konteks tertentu, itu sama halnya Karmawibhangga di kaki Candi Borobudur yang akhirnya ditutup-tutupi pula. Ini menunjukkan hal yang tidak baik bukan untuk dicari hikmah dan penyebabnya, tetapi ditutup-tutupi.
“Ada kesan budaya Timur membungkam realita. Padahal, yang dibutuhkan dan perlu ditampilkan kepada anak muda itu sebuah realita,” ujar Rusdy, yang pernah menempuh studi di Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Indonesia, meski tidak sampai tamat.
Rusdy sejak kecil menggeluti seni tari. Ia sempat belajar tari tradisional dari I Made Suteja, Katijo, dan Mohammad Supriyatin. Kemudian belajar tari balet pula dari Linda Karim, Sunny Pranata, Farida Oetoyo, Margie Kalhorn, dan Rudy Wowor.
Di era 1990-an Rusdy sempat berkiprah sebagai sutradara dan koreografer pertunjukan musikal di beberapa stasiun televisi. Ia membesarkan beberapa nama penyanyi yang sekarang cukup tenar.
Dari beragam aktivitasnya itu, Rusdy sempat mendapat beasiswa dari British Council untuk melanjutkan studi di London Contemporary Dance School, Inggris. Di sana ia belajar menari dari maestro dunia tari, seperti Jane Dudley atau Ronald Emblen. Ia pun belajar koreografi dari Nina Fonaroff.
Dari pendidikan dan pengalaman-pengalaman itulah, Rusdy akhirnya mendirikan EKI Dance Company pada 1996. Sampai sekarang ia menjadi Direktur Artistik EKI Dance Company.
Terlupakan
Setahun sebelum EKI Dance Company terbentuk, pada 1995 Rusdy sempat membuat pementasan drama tari yang diberi tajuk ”Potret Manusia yang Terlupakan”. Mereka yang terlupakan itulah orang-orang yang selama ini tidak pernah diberi penghargaan, tidak pernah dihormati.
“Saya menjadi koreografer sekaligus turut bermain untuk drama tari 'Potret Manusia yang Terlupakan'. Ini tentang kehidupan seorang ibu muda di metropolitan yang selingkuh dengan pria lain hingga mengandung bayi dan bingung siapa bapak dari bayi itu,” ujar Rusdy, seraya menyebutkan perannya sebagai sosok selingkuhan ibu muda tersebut.
Rusdy menyebutkan, akhir narasi drama tari itu tetap digantung tanpa kesimpulan atau akhir yang tuntas. Ia menginginkan pemirsa menelisik sebab dan akibat terjadinya perselingkuhan di dalam narasi maupun yang banyak terjadi di kehidupan nyata.
Dari ”Potret Manusia yang Terlupakan”, Rusdy makin mantap menapaki jalur seni drama tari dan musikalisasi. Setelah EKI Dance Company terbentuk, Rusdy mempersiapkan pementasan baru berikutnya. Hingga pada 1997 dipentaskan Drama Tari Kontemporer dan Abstrak “Ken Dedes”. Ini tak kalah peliknya.
Ken Dedes menjadi sosok wanita yang penuh ambisi dan tak bisa muncul ke permukaan. Drama tarinya sendiri tidak mengikuti alur cerita tradisional tentang Ken Dedes, istri Tunggul Ametung, yang kemudian menjadi istri Ken Arok, raja kerajaan Singasari.
“Ken Dedes relevan dengan Karmawibhangga. Akan tetapi, kami mementaskannya secara absurd,” ujar Rusdy.
Adanya kelompok Dharma Wanita di setiap institusi pemerintah melatari gagasan pementasan Ken Dedes. Jenjang kepengurusan Dharma Wanita selalu mengikuti kepangkatan suami di institusi tersebut. Ini mengekang perempuan lain yang tidak bisa naik ke permukaan.
“Di dalam aristokrasi, wanita selalu di samping suami, sehingga ambisinya tersembunyi dan tidak bisa muncul. Seperti ambisi Ken Dedes untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya yang dibunuh Tunggul Ametung,” ujar Rusdy.
Ada bahaya dari ambisi wanita yang tertahan. Suatu ketika bisa meledak dan menjadi malapetaka besar. Di dalam keseharian, mungkin bisa ditengok perilaku korupsi pejabat. Tak jarang perilaku korupsi pejabat laki-laki turut dipengaruhi ambisi seorang istri yang konsumtif. Realita seperti inilah yang semestinya disuguhkan kepada anak muda agar mengetahui suatu sebab dan akibat segala sesuatu yang terjadi.
Rusdy meneruskan kiprahnya membuat beragam pementasan drama tari EKI Dance Company. Pada 1999 ia mementaskan karya Drama Tari Laki-laki. Disusul kemudian ”Forbidden Passion” (2000), serta pertunjukan musikal ”Madame Dasima” (2001), ”China Moon” (2003), ”Lovers and Liars” (2004), ”Battle of Love” (2005), ”Freakin’ Crazy You” (2006), ”Miss Kadaluwarsa” (2007), ”Kabaret Oriental” (2011), ”Mendadak Kaya” (2015), ”War of The Inlaws” (2016), ”Smash The Musical” (2017), ”Hwana Punya Story in New York” (2018), dan ”Ada Apa dengan Sinta” (2019).
Selama masa pandemi Covid 19, Rusdy sempat menjadi sutradara untuk beberapa film musikal stasiun televisi, seperti Calon Arang dan Jaka Tarub serta Lutung Kasarung #musikaldirumahaja bersama Nia Dinata dan Oni Krisnerwinto. Di tengah pandemi, Rusdy juga menjadi koreografer dan penari di film pendek musikal Cerita dari Manggarai: Kenangan, Realita dan Harapan. Film ini tayang di aplikasi GoPlay antara 14 November hingga 14 Desember 2021.
Sebelum itu, Rusdy menampilkan drama tari dan musikalisasi Balet kontemporer ”Firebird” (2019) yang berkolaborasi dengan Jakarta City Philharmonic. Kemudian karya musikal ”Lagu Rama Ragu” (2018) untuk HUT ke-50 Taman Ismail Marzuki.
Rusdy juga memiliki pengalaman diundang Presiden Joko Widodo untuk pementasan tari di jamuan makan kenegaraan guna menyambut Presiden Filipina Rodrigo Duterte (2016). Kemudian pada 2017 dengan tamu negara Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.
Di dunia internasional, Rusdy cukup berkiprah dalam membawa EKI Dance Company menjadi duta seni bangsa. Pada 2007 mereka sempat pentas di Perancis, kemudian Spanyol (2008), Jepang (2009), Malaysia (2014), dan India (2017).
Di bulan Mei 2022 ini EKI Dance Company kembali diundang pentas oleh pemerintah di Davos, Swiss. Mereka diminta turut mempromosikan Bussiness (B) – 20 di World Economic Forum.
Rusdy penuh kesetiaan. Ia mengantarkan EKI Dance Company menapaki jalan Karmawibhangga, jalan perjuangan untuk penghargaan bagi orang-orang yang tidak pernah dihargai, jalan perjuangan untuk penghormatan bagi orang-orang yang tidak pernah dihormati.
Biodata :
Nama: Rusdy Rukmarata
Tempat, tanggal Lahir: Bandung, 6 Agustus 1962
Pendidikan:
- Jurusan Sastra Indonesia Universitas Indonesia (1981 – 1983/tidak selesai), pindah ke Universitas Nasional (1983 – 1984/tidak selesai).
-Kursus pendidikan seni tari di London Contemporary Dance School, London, Inggris (1985-1986).
Pekerjaan :
- Direktur Artistik EKKI Dance Company 1996 – sekarang
- Koordinator Komite Tari dan ketua Bidang Program Dewan Kesenian Jakarta (2015 – 2018).