Bintang Tanatimur, Melukis Realita dengan Kejujuran
Ambang masa remaja dirayakan Bintang Tanatimur (17) lewat pameran tunggal lukisan keempat di Yogyakarta. Ada kebosanan sekaligus kebimbangan. Rasa enggan meninggalkan masa kanak-kanak.
Oleh
IGNATIUS NAWA TUNGGAL
·5 menit baca
Ambang masa remaja dirayakan Bintang Tanatimur (17) lewat pameran tunggal lukisan keempat di Yogyakarta. Ada kebosanan sekaligus kebimbangan. Rasa enggan meninggalkan masa kanak-kanak. Ada pula tanda tanya besar tentang kehidupannya kelak. Bintang meracik semua itu lewat metafora lukisan berjudul Potongan Kehidupan Merah Muda (Slice of Pink Life).
Lukisan itu berseri sampai 40 buah lukisan. Siswa Kelas XI SMA Negeri 7 Yogyakarta ini menuangkan dominasi warna merah muda menjadi warna dasar dan sebagian warna rambut karakter yang dibuatnya. Karakter-karakter itu dinamai Mimigar yang berhidung panjang, mirip dengan sosok Pinokio saat berbohong.
Melalui Mimigar dan dominasi warna merah muda, Bintang menyuguhkan ambang kehidupan masa remaja. Di situ penuh keceriaan, tetapi mungkin saja ada kebohongan yang tecermin dari hidung panjang Pinokio. Dia menjadi anak muda yang beranjak ke dunia metafora sebagai inti bahasa seni.
Bintang merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kedua orangtuanya sejak kecil sudah mengenalkan dunia seni rupa. Ayahnya, Mikke Susanto, seorang dosen seni rupa di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Mikke sering mengenalkan dunia seni rupa dengan mengajak Bintang datang ke pameran-pameran lukisan.
Ibunya, Rina Kurniyati, juga seorang pegiat seni yang aktif melukis dengan media kaca. Ia turut mengenalkan teknik seni rupa kepada Bintang sejak masih kecil. ”Saya melukis atas kemauan sendiri, tidak pernah disuruh kedua orangtua saya. Kakak saya yang pertama tidak melukis. Sekarang, dia masuk pesantren di Gontor,” ujar Bintang.
Di sekolahnya pun, Bintang merasa tidak ada teman yang juga melukis dan berpameran seperti dirinya. Untung saja, di Yogyakarta terdapat banyak komunitas anak muda yang melukis. Bintang selama ini bergaul di komunitas-komunitas tersebut.
Lukisan seri Slice of Pink Life itu menjadi bagian dari 30 judul karya seni rupa yang dipamerkan Bintang di Pendhapa Art Space, Yogyakarta. Pameran yang bertajuk 17 itu berlangsung 17-28 Agustus 2022. Pameran ini sekaligus merayakan ulang tahunnya yang ke-17.
Bintang mengaku karya-karya yang sedang dipamerkan sebagian besar mengungkapkan potongan kebingungan yang dirasakan saat ini ketika memasuki gerbang masa dewasa.
”Warna merah muda ada di antara gradasi warna putih dan merah. Warna itu bukan lagi warna merah yang menggambarkan berani, tetapi bukan pula putih yang menggambarkan suci,” ujar Bintang ketika dihubungi di Yogyakarta, Kamis (18/8/2022).
Merah muda tidak lain siratan potongan kebingungan dari kehidupan Bintang. Ia bingung harus diam atau berbuat sesuatu untuk beragam persoalan hidup yang mulai menggelayuti benaknya. Ketika Bintang mulai peduli dengan persoalan lingkungan, banyak hal yang sudah dipelajari untuk berbuat kebaikan bagi lingkungan. Namun, kadang hal itu tidak sejalan dengan realitas kehidupan.
Contoh kecil tentang persoalan sampah yang ada di mana-mana. Bintang bingung harus berdiam diri atau berbuat sesuatu. Jika harus berbuat sesuatu, apa yang harus diperbuat? Kegelisahan ini dituangkan dalam karya seni kripto berjudul NFT The Great Trashes. Bintang mengunggah karya itu ke platform non-fungible token atau NFT. Karya digital itu berbasis foto tong sampah dari drum plastik besar berwarna biru. Ia menggunakan teknik gambar digital untuk mengimbuhkan gambar karakter Mimigar di dalam tong sampah. Karakter itu memegang sapu dan pengki.
”Sejak tahun lalu, saya belajar NFT dari teman yang juga tetangga saya. Sampai sekarang ada 11 karya seni kripto yang saya unggah. Ada beberapa di antaranya laku dengan mata uang kripto Tezos,” ujar Bintang.
Potongan kebingungan bukan hanya datang dari luar atau lingkungan di sekitar Bintang, melainkan juga dari dalam dirinya sendiri. Bintang masih merasakan kebingungan dengan pilihan profesi bagi masa depannya.
Selepas SMA, Bintang berencana mendaftar kuliah di bidang sastra, bukan seni rupa. Mungkin saja kelak akan berubah.
Sebuah harapan
Pada masa pandemi Covid-19, rasa kebosanan tinggal di rumah juga menghinggapi benak Bintang. Ia mengusir rasa kebosanan itu dengan melukis di beragam media di rumah, termasuk di kulkas, penanak nasi, kompor, piring, kotak pendingin, dan sebagainya. Lukisan di alat-alat rumah tangga itu dipamerkan pula di Pendhapa Art Space.
Bintang juga menuangkan harapannya ke dalam lukisan yang berjudul Hope atau Harapan. Harapan inilah teman, motivasi, dan tujuan terbaik bagi dia. Akan tetapi, keberadaan ”hope” itu seperti datang dan pergi, seperti muncul dan hilang kembali secara berulang-ulang.
Bintang juga menampilkan lukisan di atas piring berjudul Papua Sepotong Indonesia. Dia bermain metafora kembali. Papua layaknya hidangan di atas satu piring dan diperebutkan banyak orang. ”Haruskah kita ikut serta (berebut) atau cukup diam?” kata Bintang.
Dalam pameran itu, dia menata karya-karyanya seperti urutan dalam sebuah rumah. Di ruang paling depan, lukisan dipajang sekaligus sebagai ucapan selamat datang. Selanjutnya, pengunjung diajak menikmati ruang tengah hingga dapur serta teras, seperti urutan ruang di sebuah rumah yang dipenuhi lukisan.
Tidak jarang persoalan ringan dari sudut pandang kanak-kanak akan menjadi persoalan rumit di tengah masyarakat. Bintang menjabarkan persoalan-persoalan itu dengan kepolosan yang jujur.
Bintang TanatimurLahir: Yogyakarta, 18 Agustus 2005
Pendidikan: SMAN 7 Yogyakarta
Pameran, antara lain:
- Pameran Indo NFT Festiverse di Galeri RJ Katamsi Institut Seni Indonesia Yogyakarta (2022)
- Pameran Internasional ”Sengkuni 3: Adaptasi Faktual”, di Unesa (2022)
- Penampilan Melukis untuk Program Puisi Bumi Pertiwi Yayasan Generasi Lintas Budaya di platform Youtube (2021)
- Proyek Mural Desa Jetak ”Jogo Rogo, Jogo Rupo, Jogo Roso” (2020)