Negara lain dengan kasus Covid-19 yang melandai mulai berencana menghidupkan lagi festival besar. Kebalikannya, di Indonesia, khususnya Jakarta, pertunjukan skala mikro pun harus menerapkan protokol kesehatan amat ketat.
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI
·5 menit baca
Pertunjukan musik langsung dengan penonton mulai digelar di kota-kota besar dunia dengan risiko penularan Covid-19 yang dianggap mengecil. Sementara di Jakarta, pertunjukan dengan skala sebesar itu rasanya masih jadi angan-angan.
Pertunjukan musik skala kecil, lebih tepatnya berskala mikro, mulai digelar di kafe atau warung kopi di Jakarta dan sekitarnya. Jumlah penonton dibatasi, jauh lebih sedikit dibandingkan kapasitas sebenarnya setiap venue. Energi interaksi antara penonton dan penampil, yang sebelumnya dibatasi layar gawai, mulai berdenyut lagi.
Solois Leonardo Ringo adalah salah seorang musisi yang melakukannya. Tak cuma sekali manggung, dia menggelandang ke tiga warung kopi di Jakarta, Bekasi, dan Tangerang setiap Rabu malam pada akhir Maret hingga awal April silam. Rangkaian tur mini itu dihelat untuk mengenalkan single terbarunya, “Karena Waktu Saja tak kan Cukup”.
Nama turnya adalah pelesetan dari judul lagu terbaru dia, yakni “Karena Live Streaming Saja Tak Kan Cukup”. Judul tur itu sendiri menggambarkan betapa selama setahun terakhir, pertunjukan musik yang berlangsung secara virtual dirasa kurang menggugah, baik dari sisi audiens maupun penampilnya.
“Saya mau lihat orang benar-benar kangen konser atau enggak, sih? Dari sisi musisinya sih kangen,” kata Leonardo, yang selama pandemi beberapa menjalani konser secara virtual bersama bandnya, Zeke and The Popo ini.
Pertanyaan Leo itu terjawab sejak rencana mini tur diumumkan. Pertunjukan pertama dihelat di Tujuhari Coffee di Grand Wijaya, Jakarta Selatan. Kapasitas pertunjukan hanya untuk 30 orang, dan kuota segera terpenuhi. Sebagian lain yang datang terlambat gigit jari tak bisa masuk. Leo dan tim Satria Ramadhan Manajemen (SRM) berusaha keras menerapkan protokol kesehatan.
Membatasi jumlah penonton adalah salah satunya. Penonton duduk di kursi dengan jarak aman. Semua orang, kecuali Leo karena dia adalah penyanyinya, wajib pakai masker di dalam ruang. Mikrofon dilapisi selubung yang diganti secara berkala. Merokok pun tak boleh.
Sebelum memasuki arena, penonton, kru, hingga musisi wajib menjalani tes antigen. Di setiap venue, ada sekitar 40 orang yang menjalani tes. Tes antigen dan menikmati sajian musiknya gratis.
“Saya sendiri yang bikin syarat harus ada tes antigen untuk semua, walau (pengelola) venue tidak mewajibkan. Supaya aman. Tujuan acara ini bukan hanya konser dan mengisi kursi, tapi juga supaya tidak menimbulkan klaster Covid-19. Hanya yang hasil tesnya negatif yang boleh masuk,” ujar Leo, pada Sabtu (22/5/2021) dari rumahnya di Tangerang Selatan.
Malah intim
Upaya penegakan protokol kesehatan mereka terbilang berhasil. Berpekan-pekan setelah rangkaian tur usai, mereka tak menerima laporan ada pengunjung atau kru juga musisi yang terjangkiti virus. “Buat gue itu satu keberhasilan,” kata Leo yang juga pernah jadi personil band Vessel di awal tahun 2000-an ini.
Penontonnya memang sedikit. Namun, dampaknya dirasa pas bagi nuansa lagu-lagu Leo yang cenderung intim. Andaikata tidak ada pandemi pun, dia lebih senang ditonton segelintir orang yang memang mengakrabi lagu-lagunya.
Di setiap pertunjukan, Leo memainkan 13 hingga 15 lagu, dengan salah satunya tentu saja lagu teranyarnya. Sisanya, dia menyuguhkan lagu-lagu dari album perdananya The Sun (2010), juga beberapa lagu yang dia ciptakan untuk band Zeke and the Popo. Set list belasan lagu ini bisa dibilang setara dengan konser sungguhan.
Kerinduannya tampil di hadapan penonton terbayar tunai. Energi yang dia keluarkan sepanjang durasi pertunjukan direspons langsung oleh tepukan dan sing along penonton. Perasaan letih jadi tidak ada apa-apanya.
“Ini beda kalau manggung virtual. Sama-sama capek, sih. Tapi kalau main virtual, begitu usai lagu terakhir, ya sudah, sepi. Sementara kalau ada penonton, energi yang terpakai waktu main seperti diisi ulang oleh tepuk tangan,” kata dia.
Oleh karena itu, ditambah lagi standar keberhasilan penerapan protokol Kesehatan mereka, Leo berencana menggelar tur lagi merayakan single kedua yang bakal rilis 17 Juni nanti. Lokasinya belum diumumkan, tapi lebih dari banyak dari sebelumnya. Beberapa kedai kopi sudah menawarkan diri menjadi lokasi pertunjukan.
Konser di luar negeri
Mengingat pandemi Covid-19 di Indonesia, khususnya Jakarta yang bahkan bermunculan lagi klaster baru, pertunjukan mikro dengan protokol kesehatan ketat adalah yang paling mungkin di lakukan saat ini. Ini berbeda dengan kota-kota lain di dunia yang situasinya mulai kondusif.
Pada 24 April lalu, 50.000 orang menghadiri konser band Six60 di stadion rugby Eden Park di Auckland, Selandia Baru. Boleh dibilang, itu adalah konser pertama dengan penonton terbanyak yang terselenggara di masa pandemi.
Di Barcelona, 5.000 penonton menyaksikan pertunjukan band indie lokal Love of Lesbians. Penonton umumnya memakai masker, tapi tak perlu menjaga jarak. Semua penonton menjalani tes antigen sebelum masuk arena. Biaya tes dan masker digabungkan sebagai harga karcis masuk.
Festival besar Lollapallooza di Chicago, AS, akan berlangsung pada 29 Juli hingga 1 Agustus nanti. Nama-nama tenar, seperti Foo Fighters, Post Malone, Jimmy Eat World, dan Miley Cyrus jadi penampilnya. Biasanya, festival ini mendulang penonton hingga 100.000 orang dengan lebih dari 170 penampil di delapan panggung.
Wali Kota Chicago, Lori Lightfoot, mendukung perhelatan tahun ini. “Kata ‘Lollapalooza’ di Chicago bersinonim dengan musim panas, musik bagus, dan empat hari penuh keriaan,” kata Lighfoot dalam rilis pers yang diunggah di Associated Press.
Seluruh penonton Lollapalooza harus sudah tuntas menerima vaksin, atau menunjukan hasil negatif tes yang dilakukan sehari sebelum memasuki arena. Detil protokol kesehatan festival tahunan ini akan diumumkan penyelenggara awal Juli mendatang. (AP/HEI)