Apapun Baju Lebarannya, Jahitkan di Waktu yang Tepat
Sudah punya baju Lebaran? Pastikan pergi ke penjahit di waktu yang tepat agar mendapat kualitas dan harga terbaik.
Bulan Ramadhan kerap menjadi momen warga untuk menyiapkan pakaian terbaik yang akan dipakai saat Lebaran. Selain menggunakan pakaian yang tersedia di lemari, sejumlah warga membeli baju baru, baik melalui toko daring atau belanja langsung di pusat perbelanjaan.
Namun, pernahkah Anda mendapati pakaian tersebut tidak pas dengan tubuh, seperti kedodoran karena baju yang longgar, celana yang terlalu panjang, atau lengan baju yang terlalu panjang? Jika kondisinya demikian, Anda butuh bantuan penjahit.
Baca juga: Jasa Jahit Pakaian Lebaran di Pasar Mayestik
Agar pakaian terbaik itu siap saat Lebaran, Anda mesti memilih waktu yang tepat pergi ke penjahit. Tujuannya, agar baju tersebut tidak tertumpuk dan panjang mengantre di penjahit. Kiat-kiat tersebut, salah satunya, bisa kita dapatkan dari penjahit yang beroperasi di tepi jalan Pasar Kosambi, Kota Bandung, Jawa Barat. Mereka sudah beroperasi sejak tahun 1990-an dan sering kebanjiran konsumen pada Lebaran setiap tahunnya.
Dari pengalaman tersebut, mereka menyarankan agar pergi ke penjahit jauh-jauh hari sebelum Lebaran. Sejumlah manfaat bisa didapat jika menjahitkan baju Lebaran di waktu yang tepat.
Baca juga: Padu Padan Unik untuk Hari Raya
Kualitas jahitan lebih baik
Ade Gares (51), penjahit yang melapak di tepi jalan Pasar Kosambi, mengatakan bahwa seminggu sebelum Lebaran adalah waktu yang sibuk baginya. Sebab, di saat itu, ia bisa mengerjakan 50 pesanan jahitan per hari. Oleh karena itu, menurutnya, semakin jauh dari hari Lebaran, semakin baik pergi ke penjahit.
"Karena antrean masih sedikit. Saran saya, maksimal dua minggu sebelum Lebaran ke penjahit. Saya yakin, semua penjahit kalau tidak padat sehingga kerjaannya akan bagus dan rapi," ujar Ade yang sudah menjahit di sana sejak 1997, Minggu (24/3/2024).
Saat ditemui, ia sedang memermak kemeja perempuan dan kemudian memotong tiga pasang celana panjang denim. Masih ada 10 helai pakaian lagi yang perlu ia potong atau kecilkan. Menurutnya, tumpukan pakaian itu jumlahnya masih di batas normal. Ia bisa memotong celana, menjahit, atau mengganti bahan dengan santai.
Baca juga: Tidak Ada Beras, Biar Sagu yang Membereskan
Kondisi tersebut, lanjut Ade, membuat dia lebih tenang dalam menjahit. Ketenangan itu akan membuatnya bekerja lebih detail. Misalnya, ia akan mengukur beberapa kali bagian-bagian yang akan dipotong agar lebih akurat.
"Harga pun masih normal kalau jauh hari sebelum Lebaran. Potong celana Rp 15.000, permak sekitar Rp 70.000. Kalau seminggu sebelum Lebaran harganya naik Rp 10.000," katanya.
Itu adalah harga pasaran di sekitar Pasar Kosambi untuk memotong dan memermak pakaian. Di lain tempat, bisa jadi harga pasarannya berbeda. Ade mengatakan, kenaikan harga hampir selalu terjadi saat mendekati hari Lebaran. Sebab, permintaan jasa jahit membeludak sejak seminggu sebelum Lebaran dan membuat para penjahit harus lembur mengerjakannya.
Leluasa konsultasi
Pergi ke penjahit di waktu yang tepat pun bisa membuat obrolan lebih cair antara konsumen dan penjahit. Itu dialami Alfiah (25), warga Bekasi. Menjelang bulan Ramadhan, ia sudah membeli kain untuk pakaian yang bakal ia kenakan di hari Lebaran.
Alfiah kemudian pergi ke penjahit langganannya di awal Ramadhan. Ia membawa serta contoh gamis berupa foto yang sudah ia unduh dari internet. Lantaran penjahit langganannya belum sibuk, ia bisa leluasa berkonsultasi.
Misalnya, semula ia hanya ingin membuat gamis dari bahan yang sudah ia beli. Setelah berbincang santai dengan penjahit langganan, ia bisa mendapat masukan untuk menambah brokat dan pita di gamisnya.
"Sekarang gamisnya udah jadi. Lebih manis dan trendy dari bayangan awal. Yang jelas ukurannya pas. Bahkan, sisa kainnya bisa untuk gamis keponakan," ujarnya melalui sambungan telepon.
Baca juga: Dua Pekan Sebelum Lebaran, Tiket KA Balik dari Yogyakarta Ludes Terjual
Kalau waktunya mepet, pengalamanku tahun sebelumnya, bisa Rp 1 juta untuk ongkos jahitnya saja. Penjahitnya sudah sibuk banget soalnya.
Kepuasan itu bisa ia dapatkan karena sudah pergi ke penjahit sejak awal Ramadhan. Saat baju sudah jadi, ia merasa tidak nyaman di bagian pundak kanan. Lantaran penjahit belum terlalu sibuk, ia bisa leluasa meminta perbaikan ke penjahit sampai Alfiah merasa nyaman.
Alfiah mengakui menjahitkan baju memang lebih mahal dibandingkan membeli baju produksi massal seperti yang terjaja di mal atau toko daring. Namun, ia merasa wajar. Sebab, dengan menjahitkan sendiri baju ke penjahit, ia bisa mendapat pakaian yang nyaman dan sesuai selera.
Ia mesti mengeluarkan ongkos sedikitnya Rp 200.000 untuk ongkos jahit. Itu belum ditambah biaya membeli kain dan brokat. Baju gamis impiannya itu pun dikerjakan dengan tenggat waktu yang longgar, sekitar dua minggu. Ia punya pengalaman, ongkos semakin mahal tatkala mendekati Lebaran.
"Kalau waktunya mepet, pengalamanku tahun sebelumnya, bisa Rp 1 juta untuk ongkos jahitnya saja. Penjahitnya sudah sibuk banget soalnya. Akhirnya tahun lalu enggak jadi jahit baju. Takut malah kecewa hasilnya," kenang Alfiah.
Baca juga: Kaum Milenial dan Gen Z Makin Gemari Pakaian Bekas
Memodifikasi baju lama
Lebaran ternyata tak selalu identik dengan baju baru. Asep (38), misalnya, memilih memodifikasi baju kesayangannya ke penjahit pinggir jalan di Pasar Kosambi. Ia punya baju kesayangan yang ternoda getah kecokelatan. Sudah senang dengan kemeja itu, ia ingin mengenakannya di momen Lebaran bersama keluarga.
Ia punya salah satu penjahit langganan tepercaya, sekalipun beroperasi di pinggir Jalan Kosambi. Namanya Agus Sopian (45), sejak 1994 sudah melapak di Pasar Kosambi.
"Bagian baju yang ada nodanya saya ganti pakai kain baru. Walau beda warna, tetapi jadi unik," kata Agus sambil menjahit pesanan Asep.
Baca juga: Cara Sehat untuk Ibu Menyusui Selama Berpuasa
Kemeja Asep itu terkena noda yang tak hilang meski dicuci berkali-kali di bagian kiri depan. Sebenarnya, kemejanya itu bermotif garis-garis biru dongker dengan warna dominan putih. Lantaran sulit mencari motif serupa, Agus menawarkan menggantinya dengan bahan biru dongker polos.
Setelah menimbang-nimbang, Asep tertarik dengan usulan Agus. Ia membayangkan hasilnya akan mirip dengan karya-karya desainer yang sering memadupadankan kain perca berbagai motif.
"Jadi lebih gaul, sih, kayaknya," katanya tertawa.
Mendengar pengalaman para penjahit dan konsumen itu, memutuskan berbelanja pakaian jauh hari sebelum Lebaran adalah waktu yang tepat. Jika ada yang kurang pas, Anda bisa pergi ke penjahit sesegera mungkin agar memperoleh kualitas jahitan yang baik dan harga normal.
Jadi, sudah menentukan akan pakai baju apa untuk Lebaran nanti?
Baca juga: Sederhana Itu Rumit dan Sulit, tapi Indah