Nikmati Pengkang dan Kwetiau Saat Liburan di Pontianak
Saat liburan akhir tahun di Kota Pontianak, sediakan waktu mencicipi kuliner mulai dari pengkang sampai kwetiau Apollo.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
Pengkang, makanan olahan dari ketan dan santan, di dalamnya berisi ebi atau udang kering gurih. Bagi yang belum pernah mencicipinya, pengkang serupa lemper atau lemang, sama-sama olahan dari ketan.
Di Kalimantan Barat, terdapat tempat menjual pengkang yang cukup terkenal, yaitu Pondok Pengkang. Lokasinya berada di Desa Peniti, Kecamatan Jongkat, Kabupaten Mempawah, sekitar 58 menit dari Kota Pontianak, ibu kota Provinsi Kalbar.
Jangan khawatir, dari Kota Pontianak menuju Pondok Pengkang, Anda menyusuri jalan beraspal mulus. Jalur tersebut jalur utama wisata menyusuri pesisir hingga ke Kota Singkawang dan Kabupaten Sambas. Lokasi Pondok Pengkang tepat di tepi jalan utama Desa Peniti.
Pengkang wujud pertemuan budaya Melayu, Tionghoa, Dayak, Bugis, dan Madura.
Tempat ini selalu dibanjiri penikmat pengkang. Dalam sehari mereka bisa menjual ratusan pengkang. Saat hari libur besar keagamaan, lebih dari 1.000 jepit pengkang terjual. Sementara kepah yang diperlukan untuk sambal per hari berkisar 300-400 kilogram.
Seperti yang terlihat pada Selasa (12/12/2023) siang, asap mengepul dari arah dapur pondok. Tampak pengkang sedang dipanggang, aromanya mengundang.
Ketan dicampur santan dan ebi di dalamnya, dibungkus dengan daun pisang membentuk segitiga yang kemudian dijepit bambu. Setiap jepitan berisi dua pengkang. Setelah itu, pengkang disajikan di atas meja siap disantap.
Menyantap pengkang dimulai dengan membuka bungkusan daun pisang, kemudian dicocol dengan sambal kepah, kerang laut kecil nan lunak.
Satu jepit pengkang mungkin tak cukup, lidah selalu minta tambah ketika satu pengkang disantap. Untuk itu, pengkang dijual sangat terjangkau, per jepit harganya Rp 14.000. Sementara sambal kepah dijual Rp 35.000 per porsi.
”Jualan pengkang ini sudah dari generasi ke generasi sejak 1934. Namun, Pondok Pengkang yang sekarang berdiri sejak 1996,” ujar Haerany (60), generasi ketiga pemilik Pondok Pengkang.
Menurut Haerany, wisatawan yang ke Pontianak selalu singgah ke pondoknya. Ada juga konsumen yang pulang kantor lalu mampir makan. ”Ciri khas kami menggunakan jepitan bambu yang diikat dengan tali dari daun bundung,” ujarnya.
Pengkang ternyata juga menjadi penanda pertemuan berbagai budaya. Berdasarkan buku Perempuan Saudagar Pengkang dari Sabuk Khatulistiwa karya M Alie Humaedi (2019), pengkang wujud pertemuan budaya Melayu, Tionghoa, Dayak, Bugis, dan Madura.
Bahan baku ketan identik dengan budaya Melayu dan Dayak. Isi pengkang berupa udang ebi karakter khas kuliner masyarakat Tionghoa. Pengemasan menggunakan daun segitiga ciri khas orang Madura. Pola pemanggangan dengan sistem jepitan dan ikatan tali menjadi karakter orang Bugis dan Dayak.
”Sambalnya pedas, asam, dan manis serta aroma bakaran pengkang juga menawarkan cita rasa khas. Cocok untuk saya pencinta pedas, apalagi ebinya gurih. Setiap melintas pulang dari Kota Singkawang saya selalu singgah” ujar Yuli Santi (39), salah satu warga Kalbar.
Kwetiau dan kopi
Saat pengkang disantap siang hari, petualangan untuk makan malam dimulai. Ada kwetiau sapi Apollo di Kota Pontianak yang sudah hadir sejak 55 tahun lalu. Kwetiau Apollo ada di Jalan Patimura, Kota Pontianak. Kwetiau ini punya dua lokasi satu jalur itu, jaraknya hanya beberapa puluh meter saja, tetapi tetap satu kepemilikan.
Di Pontianak ada banyak pilihan kwetiau. Namun, kwetiau Apollo bisa dikatakan paling dikenal di Kota Pontianak. Di tempat itu, pengunjung bisa memilih menu kwetiau favorit, kwetiau goreng atau rebus. Kwetiau goreng gurih dengan sensasi daging sapi yang segar dan empuk.
”Kwetiau Apollo menawarkan kaldu dimasak dari tulang sapi 5-6 jam untuk memberikan cita rasa gurih dan wangi. Kami menggunakan daging sapi lokal,” ujar Devy (36), salah seorang pengelola kwetiau Apollo generasi ketiga.
Dalam sehari kwetiau terjual di atas 50 piring. Saat hari libur dan hari besar, jumlah yang terjual meningkat 20-30 persen dengan kehadiran turis dari Jakarta dan Malaysia. Lokasinya juga berdekatan dengan tempat penjualan oleh-oleh Kota Pontianak. Seporsi kwetiau Apollo dijual Rp 35.000 hingga Rp 44.000.
Pemburu kuliner pasti sudah cukup kenyang dengan dua kuliner plihan Pontianak itu, tapi apalah artinya ke Pontianak tanpa kopi. Pontianak bahkan punya julukan ”Kota Seribu Warung Kopi”.
Sungai Kapuas di Kota Pontianak pernah menjadi jalur utama perdagangan yang sibuk. Di tepiannya tumbuh pusat ekonomi, seperti pasar dan pelabuhan.
Salah satu yang terkenal warung kopi Asiang di Jalan Merapi, Kota Pontianak. Asiang (68), pemilik warung kopi yang berdiri sejak 1958 itu, meracik sendiri kopi pesanan pelanggannya. Salah satu cirinya adalah ia menyeduh kopi sambil tak mengenakan baju.
Kebiasaan itu menarik konsumen untuk berswafoto. Kata Asiang, ”Seduh kopi tanpa baju sudah jadi branding.”
Atau bisa juga ngopi di warung kopi Djaja yang sudah berdiri sejak 1935 di Jalan Tanjungpura, yang pada masa kolonial jalan itu bernama Voorstraat. Warung kopi itu disebut-sebut warung kopi tertua di Kota Pontianak, di sekitar tepian Sungai Kapuas.
Dengan merogoh kocek Rp 8.000 hingga Rp 12.000, Anda sudah bisa menikmati racikan kopi tradisional di Kota Pontianak. Bagaimana, sudah siap bertualang kuliner di Pontianak?