Tiap orang memiliki tujuan dan perencanaannya tersendiri untuk menikmati libur akhir tahun dengan berbagai cara hingga rela berutang. Terlihat menyenangkan, tapi benarkah demikian?
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·5 menit baca
FAKHRI FADLURROHMAN
Warga menaiki kereta keliling saat berlibur di Kebun Binatang Ragunan, Jakarta Selatan, Minggu (25/12/2022). Libur Natal dimanfaatkan sejumlah warga untuk berlibur di tempat-tempat wisata, salah satunya di Kebun Binatang Ragunan. Sebanyak 76.000 warga memadati Kebun Binatang Ragunan. Jumlah tersebut meningkat sebanyak 39.000 dibandingkan pada Sabtu (24/12/2022) atau H-1 Natal.
Libur akhir tahun memberi kesempatan banyak orang untuk unjuk gigi. Sebagian dari mereka memamerkan dirinya sedang berlibur, seperti mengunjungi tempat-tempat wisata, menginap di hotel, dan mencicipi beragam makanan khas daerah. Upaya ini pasti tak lepas dari sederet tagihan keuangan yang mengikuti.
Sejumlah anak muda menjadikan kegiatan berlibur sebagai kebutuhan. Alasannya, wisata-wisata ini telah dirancang dalam pos keuangan tersendiri. “Libur akhir pekan biasa (dilakukan) spontan karena melihat kepadatan pekerjaan. Kalau perjalanan lebih tiga hari, biasanya direncanakan dengan budget yang disiapkan,” ujar Paskah Widarani (32) saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (27/12/2022).
Berlibur tampak tak pernah absen dari daftar pengeluaran. Sebab, tujuan dasar berlibur memang mencari suasana baru, mencari inspirasi, dan melepas penat sejenak dari urusan pekerjaan. Akhir tahun ini, Wida dan keluarga menghabiskan waktu ke Yogyakarta selama lima hari, empat malam. Ia berupaya menyesuaikan pengeluaran yang sudah dianggarkan karena telah menyusun rencana perjalanan, sehingga harapannya bisa tepat anggaran.
KOMPAS/ LASTI KURNIA
Kartu kredit dipergunakan sebagai alat pembayaran non tunai di Gerai Indomaret, Plaza Bapindo, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Kartu kredit pun ia manfaatkan untuk mengumpulkan beragam poin dan promo yang ditawarkan berbagai tempat. Menurutnya, hal ini menguntungkan dirinya. Meski demikian, Wida tetap berprinsip untuk hidup selalu di bawah angka pendapatan walau tak ada rumus tetap dalam mengatur keuangan. Sebab dalam satu waktu, ia perlu mengeluarkan biaya besar untuk membayar asuransi tahunan.
“Masih sama sepertinya untuk cara mengelola keuangan pada 2023, kecuali dalam perjalanannya ketemu format yang lebih baik, tetapi enggak menyiksa ya. Aku terbuka untuk menyesuaikan dan memperbaiki,” tambahnya.
Tren penggunaan kartu kredit dan PayLater ternyata cukup menarik minat Patricia Dian (26) untuk menjajalnya. Ia mengaku bahwa belum mengetahui tujuan mendasar penggunaan kartu kredit, tetapi Dian mencoba menghasilkan rekam jejak baik saat akan mengambil kredit pemilikan rumah (KPR). Salah satu syaratnya melampirkan riwayat informasi debitur yang membuktikan kelancaran pembayran kredit (BI Checking).
Apabila sebagian orang tertarik memanfaatkan kartu kredit dan PayLater, termasuk menunjang kegiatan berliburnya, tindakan ini justru dihindari Yupita Jevanska (26). Ia tak setuju terhadap prinsip tersebut. “Belilah apa yang jadi daya beliku saat ini, hari ini. Jadi sama dengan pinjam uang atau utang itu aku juga enggak suka karena artinya aku enggak disiplin dengan pengelolaan keuanganku,” ujar Yupi.
FAKHRI FADLURROHMAN
Warga berjalan menuju tempat pemberhentian bus Transjakarta di Halte Harmoni, Jakarta Pusat, 16 Desember 2022.
Yupi memang tak klaim dirinya sebagai penganut hidup frugal, yakni berhemat untuk mengalokasikan dana guna mencapai tujuan hidup besar ketimbang mengikuti tren yang berubah-ubah. Namun, ia telah mempraktikkan gaya hidup tersebut.
Sehari-hari, ia menghabiskan 8-9 jam untuk duduk saat bekerja. Ketika pulang, ia masih melanjutkan pekerjaannya di indekos, sehingga minim waktu untuk berolahraga. Alhasil, Yupi selalu menggunakan transportasi umum sekaligus untuk berolahraga dari halte ke tujuan akhirnya.
Menurut dia, transportasi umum di Jakarta bersih dan cukup terintegrasi, belum lagi soal alokasi waktu yang dihabiskan serupa dengan menggunakan kendaraan pribadi. Perbedaan ongkos transportasi umum dengan naik ojek daring pun cukup tinggi.
“Jadi kesempatan juga untuk refleksi, enggak pegang ponsel,” lanjutnya. Sebab selama ini, Yupi menikmati perjalanan dan proses yang dilaluinya dari satu titik ke titik lain, tak terburu-buru sekaligus menjajal hidup melambat (slow living).
Ia juga menyisihkan dana untuk berlibur, bahkan tak tanggung-tanggung menghabiskan waktu perjalanan sendiri (solo traveling) ke Bali hingga Thailand. Wisata sejarah jadi minat utamanya, bukan berbelanja dan kuliner, tentunya tetap menginap di hostel, berjalan kaki, serta memanfaatkan transportasi umum.
“Traveling adalah kegiatan penting buatku. Jadi aku biasanya enggak nabung di bulan-bulan itu (liburan) dan tetap sesuai anggaran. Kalau aku (mengakui) memang mengutamakan untuk mengumpulkan pengalaman,” ujar Yupi.
Fenomena menikmati liburan akhir tahun ini sebenarnya tak ada salahnya. CEO ZAP Finance Prita Hapsari Ghozie menyampaikan, tiap orang jelas punya kebutuhan untuk berlibur tapi semua patut disesuaikan dengan kondisi keuangannya. Prita pun memberikan tips umum dalam mengatur keuangan yakni membagi uang yang masuk dengan perhitungan 50 persen untuk keseharian, 30 persen untuk menabung dan investasi, dan 20 persen untuk bermain yang di dalamnya termasuk liburan.
"Ini juga bisa dibalik yang 30 persen atau 20 persen. Ini disesuaikan dengan besaran pemasukan dan tujuan keuangan. Penting membuat tujuan keuangan ini agar bisa meraih kemerdekaan finansial, sejahtera, dan hidup lebih bahagia," jelas Prita.
Untuk itu, berlibur yang sejatinya menyenangkan ini juga patut disesuaikan dengan kemampuan finansial. Penggunaan paylater atau kartu kredit sebenarnya tidak disarankan dalam pembiayaan liburan. Sebab tanpa disadari, berutang untuk berlibur ini akan menjadi kebiasaan dan berdampak pada kondisi keuangan. "Tidak langsung, tapi jika menjadi kebiasaan. Ini bisa membuat kondisi keuangan tak terduga dan pengeluarannya bisa di luar kontrol," jelas Prita.
Berdasarkan pengalamannya, Prita menyarankan untuk membuat perencanaan yang matang, baik dari waktu perjalanan, tujuan wisata, akomodasi, transportasi, dan kegiatan apa saja yang dilakukan. Perencanaan ini juga termasuk pengaturan keuangan. Dari melihat jumlah tabungan yang terkait bermain tadi hingga menabung secara khusus untuk liburan, bila tujuan wisatanya berbiaya tinggi. Perencanaan ini sebaiknya juga dipatuhi saat sudah berlibur agar pengeluarannya tidak melebihi kemampuan. Lebih mindful juga diperlukan ketika berlibur supaya tidak mengeluarkan uang di luar perencanaan.
Wisata ramah lingkungan
Tak heran jika berlibur telah jadi bagian dalam hidup banyak orang. Sebab pertemuan dengan sanak saudara, mengumpulkan pengalaman yang akan jadi memori indah tentu tak tergantikan dengan uang.
Hal ini diutarakan pula oleh Kristien Yuliarti (47), pemilik Omah Hijau sekaligus pegiat lingkungan hidup. Berlibur merupakan penyeimbang hidup seseorang, tetapi tetap dalam kemampuan masing-masing.
“Banyak orang berlibur untuk mencari suasana baru, lepas dari kesibukan, dan menghirup udara segar. Kalau libur prinsipnya benar-benar sesuai dengan kemampuan kita dan perlu, bukan sekadar gaya-gayaan. Namun, ada energi positif yang kita dapatkan dari liburan,” tutur Kristien.
Dalam komunitas Laudato Si’, ia dan rekan-rekannya sempat berdiskusi mengenai moda transportasi yang lebih ramah lingkungan ketika berlibur. Hal ini tentu ramah bagi bumi yang kondisinya kian memprihatinkan dari waktu ke waktu.
ISMAIL ZAKARIA
Para pengunjung berbelanja di toko oleh-oleh di kawasan Pantai Senggigi, Batulayar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Senin (26/12/2022). Momen libur panjang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 diharapkan bisa menggairahkan kembali usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) bidang pariwisata, tetapi kondisi cuaca yang buruk hingga akhir tahun, membuat obyek wisata sepi pengunjung.
Selain itu, masyarakat Indonesia biasanya berbelanja buah tangan ketika berlibur. Konsep ramah lingkungan dapat diterapkan ketika semua orang sadar untuk mencari oleh-oleh minim sampah. Hal ini tentu jadi wujud lain melestarikan bumi sembari berlibur.
Nilai-nilai ini dapat ditanamkan sejak dini pada anak-anak yang juga jadi tugas orangtua ketika mendidik di rumah. Sebab tak cukup melakukan kegiatan ramah lingkungan hanya dengan euforia kampanye ramah lingkungan yang sifatnya sesaat.
Berlibur tentu membutuhkan biaya, tetapi dana tersebut bisa disiapkan jauh-jauh hari dengan cerdas mengatur keuangan. Berlibur pun tetap dapat berkontribusi positif bagi sesama, termasuk kepedulian terhadap bumi dengan berwisata ramah lingkungan.