Hidup frugal kerap disebut-sebut sebagai bentuk pengelolaan keuangan yang baik. Namun perlu berhati-hati agar tak terjebak menjadi pelit. Ingat untuk irit, bukan pelit.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA, RIVALDO ARNOLD BELEKUBUN
·5 menit baca
Hidup minimalis alias berhemat (frugality) kian populer dari waktu ke waktu. Banyak orang kini menyadari pentingnya mencari, menyisihkan, dan mengalokasikan dana untuk tujuan hidup yang lebih besar ketimbang sekadar mengikuti tren material yang terus berubah.
Memaknai kesederhanaan lebih dari sekadar upaya untuk menabung uang. Hal itu membutuhkan usaha tawar-menawar dengan diri sendiri untuk menyeimbangkan keinginan sekaligus menyisihkan uang. Seseorang yang sederhana biasanya menyadari dan memiliki tujuan yang lebih besar dalam hidupnya, daripada berpatokan pada sesuatu yang materialistis, seperti tertulis dalam Frugal Living: When Less Means More karya Fhilcar Faunillan.
Kesadaran untuk lebih memaknai hidup sederhana telah dilakukan sebagian orang. Penganut frugal living, Melia Putri Handayani (26) mengatakan, seseorang yang bergaya hidup sederhana punya kesadaran tentang keuangannya sendiri.
“Tujuan jangka pendeknya punya rencana keuangan yang rapi, supaya perencanaan jangka panjang lebih mudah,” ujar Melia ketika dihubungi dari Jakarta, Selasa (14/12/2022).
Dengan hidup apa adanya, penganut gaya hidup sederhana biasanya telah memiliki rencana jangka pendek dan panjang yang ingin dicapai. Melia menargetkan dapat kredit rumah pada usia 30 tahun, sehingga mengatur keuangan perlu dilakukan dengan bijak.
Pilihan hidupnya ini juga didukung dengan ketidaktertarikannya dengan barang-barang konsumtif, seperti fesyen, perawatan tubuh (skincare), dan alat rias (make up). Ia bahkan memilih untuk membeli baju bekas ketimbang baju baru karena harganya lebih miring.
“Tujuan pakai baju yang penting bisa dipakai sesuai acara atau kesempatan yang kita butuhkan. Jadi kalau ada toko baju bekas yang memenuhi kebutuhan itu, kenapa enggak? Hal terpenting, pakaian itu layak dan sopan,” kata mahasiswa Pukyong National University, Korea Selatan ini sambil tertawa.
Melia bercerita, tiap asrama di Korea Selatan memiliki tempat pembuangan baju, sebab barang-barang fesyen terus berganti. Sebagian masyarakatnya cenderung membuang barang lawas, sehingga barang mode, seperti pakaian, topi, dan sepatu dapat diambil bebas di tempat tersebut.
Buang Gengsi
Hal serupa juga dilakukan Gloria Elsa (25) yang suka mengenakan pakaian turunan dari ibunya. Alasannya sesederhana ukuran yang sama serta kualitas pakaian masih baik dan layak. Tindakan ini sekaligus jalan tengah untuk tak menimbun barang.
Selain itu, Elsa tak gengsi untuk menggunakan barang-barang sponsor dari kantornya. “Malas saja (beli baru) karena fungsinya sama. Barang-barang yang kumiliki juga awet, jadi tahan lama,” kata pegawai Badan Usaha Milik Negara ini.
Meski demikian, hidup serba minimalis seperti Melia dan Elsa bukan berarti tak dapat menikmati uangnya saat ini. Uang yang mereka sisihkan justru dapat digunakan sesuai dengan posnya. Sebagai contoh, Melia lebih berhemat dalam beberapa bulan terakhir, tetapi akan membelanjakan uangnya untuk membeli oleh-oleh Natal dan Tahun Baru saat pulang ke kampung halamannya di Yogyakarta.
Begitu pula Elsa yang sesekali merogoh koceknya untuk berbelanja pakaian ala drama Korea, sekaligus menunaikan rencananya membeli baju baru untuk hari raya. Tentu dana yang digunakan ada setelah proses menyisihkan uang, sembari terus memupuk hidup sederhana.
Ada juga Kreator konten Samuel Ray. Ia menjelaskan, frugal living bukan sekedar hidup berhemat, melainkan mengelola pengeluaran dan pemasukan dengan cermat dan bijak.
“Saya melakukan hidup frugal untuk mencapai tujuan saya bersama Istri, yakni kebebasan finansial. Untuk itu, salah satu caranya adalah mengalokasikan keuangan untuk berinvestasi ke berbagai instrumen keuangan” ujar Samuel.
Samuel mengatakan, hal penting dalam frugal living adalah memastikan semua pengeluaran memiliki makna. Apapun yang dibeli harus dipertimbangkan dengan cermat. Untuk itu, perlu ada pertimbangan maksimalisasi nilai dalam belanja sehingga pengeluaran dapat sebanding dengan yang dibeli.
Secara garis besar, hidup hemat menjadi inti dari frugal living. Akan tetapi, bukan berarti mengurangi belanja secara signifikan, melainkan kendali pengeluaran keuangan agar tidak lebih dari kebutuhan.
Menurut Samuel, langkah awal untuk melakukan frugal living adalah dengan menghitung secara seksama pengeluaran sehari-hari. Jika perlu, lakukan pembukuan transaksi dengan mengumpulkan nota belanja. Hal ini untuk mengetahui pengeluaran riil yang dikeluarkan biasanya. Selain itu, perlu dilakukan juga perhitungan kemampuan belanja yang disesuaikan dengan kebutuhan dan gaya hidup.
Hal ini yang saya rasa masih jarang dilakukan, orang harus rendah hati mengakui kemampuan keuangannya sehingga dapat mulai mengaturnya,” tuturnya.
Tips hidup minimalis
Hidup minimalis bukan berarti bergaya miskin atau pelit. Seseorang yang berkomitmen hidup sederhana, berpedoman pada efisiensi barang-barang yang dimilikinya.
Sifat konsumtif perlu dihindari, sehingga kontrol diri untuk membeli barang-barang yang tersier perlu dilakukan. Hal ini biasanya tampak dari hobi yang tersalurkan dengan membeli barang-barang mahal. Sebaiknya memang fokus pada bagian tertentu, tak semua benda perlu dimiliki.
Celengan warna-warni di Pasar Rakyat Oro-oro Dowo, Kota Malang, Jawa Timur, Kamis (28/10/2021). Kompas/Bahana Patria Gupta (BAH)
Kemudian, arus pendapatan dan pengeluaran bulanan perlu dicatat. Hal ini akan memudahkan untuk mengevaluasi pengeluaran sekaligus menyeimbangkan dengan pendapatan.
Terakhir, penggunaan transportasi umum dinilai lebih ramah dompet untuk bepergian. Ojek daring bisa menjadi pilihan terakhir kala transportasi umum tak dapat menjangkau tujuan akhir.
I Gusti Mitha Trisani (26) menambahkan, pakaian bisa berkontribusi banyak untuk memangkas pengeluaran. Ia hanya membeli pakaian berwarna netral yang dapat dipadukan dengan baju-baju warisan Ibu. Alhasil, dengan biaya minim, kebutuhan untuk tampil beda dengan gaya fesyen unik tetap terpenuhi.
Persiapan dana darurat tak kalah penting. Berbagai risiko dapat menghampiri, sehingga keuangan tetap stabil kala harus merogoh kocek lebih dalam.
Ahli Finansial Greget Kalla Buana membenarkan, hidup frugal bukan berarti pelit. Namun lebih menyadari apa kebutuhannya. "Salah satunya bisa dipertimbangkan juga untuk membeli barang yang tepat guna dan tahan lama. Sering salah kaprah, hidup frugal lalu beli yang serba murah tapi ternyata cepat rusak. Ini kan tidak tepat guna dan jadinya malah boros," ujar Greget.
Di masa yang serba cepat dan instan ini, memang ada baiknya untuk memahami kebutuhan diri untuk hidup yang lebih tenang. Siap menatap tahun baru dengan hidup lebih hemat?