Agar ”Bestie” Tak Sekadar Basa-basi
Sapaan ”bestie” akhir-akhir ini banyak beredar di media sosial. Apakah ungkapan ”bestie” ini hanya basa-basi semata untuk pengikut di media sosial? Bagaimana menjadi ”bestie” yang baik tanpa basa-basi?
Hai bestie, weekend ini mau healing ke mana?
Sapaan bestie akhir-akhir ini banyak beredar di media sosial hingga layanan percakapan singkat. Bestie tampaknya perlahan mulai menggeser eksistensi panggilan mbak, kak, sis, dan sista.
Kompas mencoba memantau percakapan dengan kata kunci bestie oleh warganet Indonesia di media sosial menggunakan aplikasi Talkwalker. Hasilnya, dalam kurun waktu 1 minggu, periode 24 Februari-2 Maret, lebih dari 202.500 percakapan menyebut kata bestie.
Percakapan terkait bestie didominasi sentimen positif. Hanya sekitar 19 persen warganet yang mengunggah ungkapan bestie dengan sentimen negatif.
Percakapan tentang bestie didominasi oleh warganet perempuan yang jumlahnya mencapai 58,3 persen. Dari segi umur, bestie banyak diunggah oleh remaja kelompok umur 18 tahun hingga 24 tahun (69,7 persen) dan dewasa muda di rentang umur 25 tahun-34 tahun (29 persen).
Baca juga: Teknologi, Kesejahteraan, dan Kreativitas Jadi Percakapan Paling Riuh di Twitter
Warganet yang berdomisili di Pulau Jawa mendominasi percakapan menggunakan kata-kata bestie. Jakarta menjadi kota yang paling banyak mempercakapkan bestie. Tak tanggung-tanggung, 92 persen percakapan tentang bestie ada di Jakarta. Kemudian diikuti Jawa Barat (1,8 persen), Jawa Timur (1,6 persen), dan Jawa Tengah (1,4 persen).
Sapaan bestie juga pernah digunakan oleh lembaga negara, seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). ”Mimin kaget loh BMKG trending, kirain ada gempa, ternyata karena getaran hati bestie yang sedang tersongkang-songkang dan terpmy-pmy,” cuit akun resmi BMKG @infoBMKG pada 13 Februari 2022.
Cuitan itu ramai diperbincangkan hingga mendapat 14.800 tuit ulang, 1.355 komentar, dan disukai 53.300 kali. Banyak warganet kaget saat lembaga resmi menyapa pengikutnya dengan cara yang santai dan personal sehingga terkesan dekat.
”Bestie” sejati
Dari laman kamus bahasa daring, bestie dimengerti sebagai istilah slang internasional yang digunakan untuk menyebut teman terbaik atau sahabat. Bestie adalah bentuk singkat dari best friend. Bestie kadang juga ditulis sekenanya menjadi besti.
Fenomena sapaan bestie ditangkap oleh psikolog yang juga sekretaris Himpunan Psikolog Indonesia Wilayah DKI Jakarta, Rinny Soegiyoharto, sebagai sebuah tren kebutuhan psikologis. ”Bestie awalnya memang panggilan sayang untuk sahabat dekat. Tapi, kini, kelihatannya ada perluasan makna. Dalam pergaulan anak muda, bestie justru menjadi sapaan,” tuturnya.
Rinny mengatakan, keberadaan teman atau sahabat memang menjadi salah satu kebutuhan manusia. Namun, peran bestie bukanlah seperti teman biasa pada umumnya. Bestie adalah sosok yang bisa memahami segala situasi yang dialami sahabatnya, terlebih saat seseorang menghadapi permasalahan yang sulit.
Baca juga: Jatuh Bangun Generasi Z Saat Pandemi, Cari Teman dan Pacar Sama Susahnya
Rinny lantas mencoba membandingkan peran teman dan peran bestie. ”Saat kita sedang dapat masalah, kita bisa mengetahui mana teman dan mana bestie. Teman akan lebih banyak menasihati, sedangkan bestie akan memilih jadi pendengar dan mendampingi kita melewati masa-masa sulit kita,” ujarnya.
Danny Fortune, salah seorang ibu muda, mengaku dirinya punya bestie. Jumlahnya tak banyak, tapi ia merasakan banyak dampak baik dari kehadiran bestie-nya. Danny benar-benar merasakan kehadiran bestie ketika ia berada pada titik terburuk dalam hidupnya saat harus kehilangan suaminya yang berpatroli abadi bersama kapal selam KRI Nanggala 402 tahun 2021.
”Bestie tidak selalu mendukung keinginan saya. Kalau menurut mereka saya salah, mereka tidak segan untuk ngomel bahkan marah. Bestie bukan orang yang sok-sokan menasihati seperti motivator. Tapi, orang yang bener-bener tahu kondisi saya,” ujarnya.
Danny juga sepakat bahwa kadang kehadiran bestie sangat dibutuhkan sebagai pendengar. Namun, ia mengaku kadang ada teman yang mendengarkan hanya untuk pengin tahu. ”Bestie mendengarkan dengan hati. Tapi, kadang ada orang yang mau mendengarkan, tapi ternyata cuma kepo (ingin tahu),” ujarnya.
Pendengar yang baik
Apakah kita sudah menjadi bestie yang baik bagi sahabat Anda? Apakah kita sudah menjadi pendengar yang baik? Atau selama ini kita hanya kepo dengan kehidupan sahabat kita?
”Bestie yang baik adalah bestie yang mampu jadi pendengar yang baik. Masalahnya, menjadi pendengar yang baik itu tidak mudah,” kata Rinny. Rinny lantas berbagi tips agar bisa menjadi pendengar yang baik.
Pendengar yang baik, ungkap Rinny, tidak hanya menyiapkan telinga untuk mendengar, tetapi juga mata, rasa, dan seluruh diri. Pendengar yang baik juga harus mampu memahami semua cerita yang disampaikan sahabatnya.
”Jangan memotong, jangan berkomentar yang membuat bestie Anda enggan melanjutkan curhatnya. Kendalikan diri untuk tidak cerita pengalaman kita yang mirip karena subyeknya adalah si bestie, bukan diri kita,” ujarnya.
Saat mendengarkan, lanjut Rinny, kita juga tidak perlu sok tahu untuk merangkum ceritanya. Cukup dengarkan saja sampai selesai. Kalau ada bagian yang kita tidak mengerti, tanyakan langsung pada intinya dengan cara para frasing.
Para frasing dilakukan dengan mengulang sebagian kata-kata. Rinny mencontohkan: ”maksud kamu ghosting itu dia enggak bisa dihubungi?” Jawab: ”oke,” dan mengangguk jika dia sudah konfirmasi.
Ekspresi saat mendengarkan juga hal penting. Karena itu, sesekali perlu mengangguk jika paham. Ekspresikan wajah serius dan turut sedih saat sahabat bercerita tentang kesedihannya. Tersenyumlah saat dia senang. ”Mendengarkan dengan empati. Itu penting,” pesan Rinny.
Terakhir, Rinny juga mengingatkan agar menjaga kerahasiaan antar-bestie. Bestie yang baik adalah yang bisa dipercaya.
Jadi bagaimana, apakah ungkapan bestie selama ini hanya basa-basi semata untuk pengikut Anda di media sosial? Ataukah Anda sudah menjadi bestie yang baik?
Baca juga: Ingin Kuat Bertahan Dalam Ketidakpastian? Daya Lenting Kuncinya