Sejak dimulai kembali pada 2004, Festival Film Indonesia juga menjadi kesempatan para pesohor beraksi di karpet merah dengan gaya autentik. Berbagai rancangan desainer ternama Tanah Air melantai diterpa jepretan kamera.
Oleh
Riana A Ibrahim
·5 menit baca
Karpet merah identik dengan gaun-gaun cantik para undangannya, dari yang klasik, simpel, hingga yang megah. Namun, gelaran Festival Film Indonesia kali ini menyuguhkan rona berbeda. Sesuai dengan pakem berbusana yang ditentukan, kebaya menjadi salah satu yang wajib dikenakan. Amboi, anggunnya...
Sejak dimulai kembali pada 2004, Festival Film Indonesia (FFI) juga menjadi kesempatan bagi para pesohor beraksi di karpet merah dengan gaya autentik. Berbagai rancangan desainer ternama Tanah Air melantai diterpa jepretan cahaya kamera para pewarta yang mengabadikan momen red carpet itu.
Namun menyesuaikan tema yang diusung yakni ”Sejarah Film Baru dan Media Baru”, ajang penganugerahan insan perfilman Indonesia ini tak mau tanggung. Pilihan kebaya bagi para tamu undangan perempuan ini rupanya punya maksud. “Terinspirasi dari FFI 1955 yang merupakan FFI pertama. Para perempuan berkebaya, sangat indah. Ini mengingatkan sejarah juga kepada generasi muda,” ujar Ketua Komite FFI Reza Rahadian, di Jakarta, Rabu (10/11/2021).
Kebaya memang dikenal sebagai busana nasional mengacu pada Keppres RI Nomor 18 Tahun 1972 dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Busana Nasional dalam Keprotokolan. Kebaya pun selalu digaungkan sebagai pengejawantahan jati diri perempuan Indonesia yang elegan tetapi sarat dengan semangat kebebasan.
Ya, kebaya memiliki banyak bentuk sesuai dengan babakan waktu, hingga pembagian kelas pada masanya. Biranul Anas dalam seri buku ke-10 ”Indonesia Indah : Busana Tradisional” (1998), misalnya, membagi dalam tiga langgam, yakni Jawa, peranakan, dan Eropa (Kompas, 25/4/2021).
Kebaya Jawa dibagi lagi yang berbahan katun untuk rakyat biasa dan beludru atau sutra untuk bangsawan. Kebaya peranakan memiliki detail sulaman dan bordir, sedangkan kebaya Eropa diperkaya renda. Namun seiring berjalannya waktu, kebaya kian kokoh sebagai identitas perempuan Indonesia karena akrab dikenakan para tokoh nasional dan pejuang perempuan. Bahkan hingga saat ini kebaya terus bertransformasi tanpa mengenal sekat dan tak kehilangan ciri citra perempuan Indonesia.
Aeka gaya
Malam penghargaan Piala Citra, Rabu (10/11/2021), pekan lalu pun seolah menjadi etalase betapa kayanya kebaya Indonesia dan tak lekang oleh zaman. Beberapa aktris muda tetap mampu menonjolkan jiwa mudanya yang bebas meski dibalut kebaya. Arawinda Kirana yang malam itu meraih Pemeran Utama Perempuan Terbaik FFI 2021 lewat film Yuni menarik perhatian dengan gayanya yang edgy.
Ara, begitu ia akrab disapa, memang tengah gemar dengan atasan menerawang. Kali ini, ia menjatuhkan pilihan pada kebaya encim berwarna nude yang menerawang keluaran lini ANW ditumpuk dengan atasan kain songket ungu yang dibesut menjadi semacam bustier milik desainer Hian Tjen. Penempatan bustier ini sengaja dikenakannya di luar kebaya. Umumnya bustier dikenakan di dalam kebaya.
Bawahannya, Ara mengenakan tenun baron koleksi pribadinya yang diperolehnya dari warisan sang ibu. Meski memiliki nuansa merah, warna ungu dalam tenun baron yang dikenakannya tetap kental sehingga menyatu dengan atasannya. Penampilan yang segar dan keluar dari pakem yang biasa terlihat dari balutan kebaya, tapi tak menghilangkan keindahannya.
“Ini kesempatanku untuk menunjukkan siapa aku. Aku memang dikenal sebagai perempuan yang sering berkain. Di red carpet pertamaku, aku benar-benar ingin menggambarkan tentang diriku,” ujarnya.
Begitu pula dengan Shenina Cinnamon yang merupakan salah satu nomine Pemeran Utama Perempuan Terbaik lewat film Penyalin Cahaya. Kebaya brokat hijau dengan potongan leher sabrina besutan desainer Renzi Lazuardi berpadu dengan bustier hijau yang juga dipakai di atas kebaya. Shenina memadukannya dengan jarik sidomukti garuda yang dililitkan sebagian sehingga membentuk belahan tinggi hingga paha.
Asmara Abigail yang juga merupakan nomine Pemeran Pendukung Perempuan Terbaik mengombinasikan kebaya dengan gaun. Gaun berbahan tile halus berwarna ungu menjuntai dengan belahan tinggi hingga pinggul dan menerawang dipadukan dengan kebaya yang terinspirasi dari Arca breast plate. Busana milik Toton The Label ini pun berhasil mengeluarkan aura dan karakter Asmara yang berani dan kuat.
Sementara itu, dua artis muda lainnya memberikan energi yang berbeda. Prilly Latuconsina tetap glamor dalam balutan kebaya bali berwarna hitam yang dibuat desainer Intan Avantie. Sebagai salah satu duta FFI tahun ini, Prilly memang telah mempersiapkan kebayanya ini selama lebih dari satu bulan. Ia tidak menampik ingin terlihat memukau. “Sekaligus menunjukkan kalau kebaya Indonesia itu bagus, lho,” ungkapnya.
Syifa Hadju justru memilih sederhana tetapi kehadirannya sontak memukau. Kebaya brokat dari desainer Fadlan yang dikenakannya jauh dari neko-neko. Mengambil model kutu baru tapi berpotongan panjang berwarna salem dipadu dengan selendang berwarna senada, Syifa justru bersinar. Riasan naturalnya pun tak membuatnya padam di atas karpet merah.
Sejumlah aktris lain juga sengaja mengambil warna pastel. Salah satunya Wulan Guritno. Meski begitu, kebaya milik Wulan yang didesain oleh desainer Eddy Betty ini mampu mencuri perhatian lewat potongan lengan asimetris dan detail bordir yang memberi kesan mewah. Seperti juga Marsha Timothy yang menekankan pada detail bunga emas di atas kebaya milik desainer Biyan.
Yang tak luput dan terduga adalah taburan karya keluaran lini Sejauh Mata Memandang yang malam itu rupanya menjadi favorit sejumlah aktris. Dari Dian Sastro, Nirina Zubir, Mira Lesmana, hingga Mian Tiara mempercayakan busananya di karpet merah pada Sejauh Mata Memandang. Warna marun dengan motif khas milik Sejauh Mata Memandang pun dengan potongan kebaya yang nyaman tetap jadi andalan.
Festival film yang tentu berbeda. Kembali pada akar sebagai perempuan Indonesia.