Rawat Kewarasan dengan Lari Virtual Kop Run Indonesia 2021
Merawat kewarasan dengan berolahraga saat pandemi Covid-19 sangat penting. Salah satunya dengan mengikuti ajang lari virtual Kop Run Indonesia 2021.
Oleh
I Gusti Agung Bagus Angga Putra
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 membatasi ruang gerak kita. Sejumlah aturan pembatasan diterapkan pemerintah untuk memutus mata rantai penularan virus.
Alhasil, ruang gerak masyarakat jadi terbatas. Meski demikian, penting bagi kita untuk tetap merawat kewarasan dengan berolahraga, salah satunya dengan lari virtual.
Upaya untuk tetap waras dengan lari virtual melalui ajang Kop Run Indonesia 2021. Ajang ini diselenggarakan Axa dan Axa Mandiri bersama klub Liga Inggris, Liverpool, pada 14 Juni hingga 25 Juli 2021. Ini adalah penyelenggaraan kedua Kop Run di Indonesia setelah digelar pada 2020.
Tahun lalu, Kop Run menyediakan dua nomor untuk dilombakan, yaitu 5 kilometer (km) dan 10 km. Tahun ini, Kop Run menyediakan tiga nomor lari, yaitu 5 km, 21 km, dan 100 km.
Peserta ditantang melampaui batas diri dengan menaklukkan tiap nomor yang tersedia selama enam pekan penyelenggaraan lari virtual.
Pendaftaran Kop Run dibuka pada 25 Mei 2021 di laman www.koprun2021.id. Tentunya peserta tidak terbatas pada pencinta klub Liverpool, yang tengah bergembira karena klub kesayangannya meraih tiket ke Liga Champions musim depan.
Biaya pendaftaran Kop Run Indonesia 2021 sebesar Rp 220.000. Peserta akan mendapatkan race pack resmi Kop Run dengan medali dan kaus yang menandakan jarak yang berhasil ditempuh oleh peserta.
Para peserta dapat meraih piala dan medali Kop Run digital khusus dengan menyelesaikan jarak yang telah dipilih oleh peserta.
”Peserta yang memilih nomor 5 kilometer bisa melanjutkan tantangan dengan terus berlari hingga 21 kilometer atau 100 kilometer. Larinya bisa di mana saja dan bisa dicicil,” ujar Riena Tambunan, Chief Executive Officer (CEO) Dunia Olahraga, dalam konferensi pers secara daring, Selasa (25/5/2021).
Konferensi pers juga dihadiri mantan penyerang Liverpool, Michael Owen, dan Country CEO AXA Indonesia, Julien Steimer.
Ajang lari virtual ini akan memanfaatkan teknologi untuk mengukur jarak lari yang ditempuh peserta. Penggunaan aplikasi Google Fit dan Strava menjadi tulang punggung lari virtual. Peserta bisa membaca langkah-langkah pendaftaran di laman yang telah disediakan panitia.
Sementara itu, Owen menyampaikan, lari berformat virtual memungkinkan para peserta untuk saling terhubung secara daring sambil berkompetisi, berlari, joging, dan berjalan sesuai kemampuan masing-masing. Ia menyebut, pandemi membuat masyarakat menghadapi situasi sulit.
Pembatasan-pembatasan yang diterapkan pemerintah membuat ruang gerak masyarakat terbatas untuk mencegah penularan Covid-19. Kondisi itu sedikit banyak menghambat upaya orang untuk berolahraga. Padahal, kata Owen, berolahraga baik untuk kesehatan fisik dan mental.
Kesehatan mental butuh dijaga juga. Dengan lari virtual, orang-orang tetap bisa bersosialisasi sambil berolahraga.
”Kesehatan mental butuh dijaga juga. Dengan lari virtual, orang-orang tetap bisa bersosialisasi sambil berolahraga,” katanya.
Bagian gaya hidup
Senada dengan Owen, Katie Rose Hejtmanek, associate professor antropologi di Brooklyn College, New York, Amerika Serikat, dengan spesialisasi studi kebugaran dan olahraga, menjelaskan, olahraga dan kebugaran dari dulu sampai sekarang selalu menjadi bagian dari gaya hidup.
Dulu, sekitar tahun 1982, ada tren olahraga senam di rumah dengan menonton rekaman video aktris Jane Fonda. Sekarang, siapa pun bisa merekam dan mengunggah video senam melalui gawai apa pun.
”Selama pandemi ini, olahraga bukan hanya menjaga kesehatan tubuh atau supaya tetap kurus atau tidak gemuk, tetapi lebih banyak ke urusan menjaga kesehatan mental,” kata Hejtmanek kepada BBC.
Karena lebih banyak bertujuan untuk menjaga kesehatan mental, James Stark, associate professor studi kedokteran humaniora di University of Leeds, Inggris, menduga tren olahraga di rumah dengan segala macam teknologi itu tidak akan langgeng dan orang akan kembali berolahraga di luar ruang.
Tempat-tempat olahraga mempunyai peran sosial yang berbeda. Orang tetap butuh rasa kebersamaan sekaligus ingin berkompetisi dengan orang lain. ”Lagi pula, manusia sebagai makhluk sosial tetap butuh kontak dengan orang lain,” kata Stark (Kompas, 7/11/2020).
Pandemi memang membatasi interaksi kita dengan sesama. Olahraga pun terasa menjemukan jika dilakukan seorang diri di rumah. Lari virtual bisa dicoba sebagai alternatif untuk merawat kewarasan sembari tetap bersosialisasi antarsesama.