Pasar Terlalu Panas, Bitcoin Merosot 20 Persen Setelah Pecah Rekor
Nilai bitcoin mengalami koreksi hingga lebih dari 20 persen selama sepekan terakhir setelah memecahkan rekor tertinggi. Volatilitas bitcoin sangat tinggi, investor harus berhati-hati.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Karakter volatilitas bitcoin benar-benar terlihat akhir-akhir ini. Sepekan terakhir, nilai bitcoin merosot lebih dari 20 persen. Pada Jumat (23/4/2021), sejumlah bursa kripto dalam dan luar negeri mencatat nilai tukar 1 BTC adalah Rp 725 juta-Rp 759 juta, mengalami koreksi dari angka Rp 900-an juta dalam tujuh hari terakhir.
Padahal, pada pertengahan April ini, nilai bitcoin memecahkan rekor tertingginya, ketika perusahaan bursa kripto Coinbase mulai melantai di pasar saham Nasdaq. Saat itu, bitcoin mencapai 64.829 dollar AS atau sekitar Rp 940 juta.
Sejumlah analis mengatakan, ada lebih dari satu faktor yang bermain. Pertama adalah pasar yang terlalu bersemangat, overexcitement. Chief executive officer (CEO) dari Galaxy Digital, firma jasa layanan keuangan kripto, Mike Novogratz, menilai bahwa para investor bitcoin terlalu bergairah jelang penawaran saham perdana kepada publik(IPO) Coinbase.
Menurut dia, ini koreksi yang sehat dan ia tetap meyakini nilai bitcoin akan terus tumbuh dengan melihat tren semakin banyaknya investor institusional yang terlibat dalam transaksi bitcoin.
”Dengan kehadiran sejumlah investor institusional ke space bitcoin, secara jangka pendek tampaknya bakal aman-aman saja,” kata Novogratz kepada para pengikutnya di Twitter.
Dengan kehadiran sejumlah investor institusional ke space bitcoin, secara jangka pendek tampaknya bakal aman-aman saja.
CEO dari bursa kripto Triv, Gabriel Rey, juga menyatakan pendapat senada. Ia bahkan menyebutnya sebagai perkembangan pasar yang bagus karena menghilangkan para spekulan yang menunggangi pertumbuhan bitcoin secara tidak wajar.
”Para spekulator kena punish (hukuman), sedangkan pemegang jangka panjang akan mendapat reward-nya kelak,” kata Gabriel.
Meski demikian, Gabriel berpendapat bahwa tren bitcoin secara umum akan terus tumbuh atau bull market.
Menurut dia, hal ini didasari oleh dua hal. Pertama, investor individual atau ritel masih terus bertambah banyak dan belum menunjukkan pelambatan. Ia mengambil contoh bahwa di Triv, saat ini penggunanya telah tumbuh 200 persen sejak Januari 2021.
Kedua, data jaringan transaksi bitcoin (on chain) menunjukkan bahwa banyak investor institusional yang membeli bitcoin dari bursa besar Coinbase. ”Overall trend (bitcoin) masih bullish. Tren ini diperkirakan masih berlanjut hingga sepanjang 2021,” kata Gabriel.
Jika melihat rekam jejak selama setahun terakhir, bitcoin sebagai instrumen investasi terlihat sangat menggairahkan. Nilainya tumbuh lebih dari 6,5 kali lipat. Setahun lalu, 1 BTC ”hanya” dihargai sekitar Rp 115 juta. Selama 2021 pun, bitcoin masih tumbuh 76 persen.
Regulasi
Seperti yang diketahui, penerimaan bitcoin dari investor institusional dan lembaga keuangan besar dunia semakin tinggi. Bloomberg mengabarkan bahwa bank investasi Morgan Stanley dan Goldman Sachs sedang merencanakan produk investasi berbasis kripto kepada klien mereka.
Pada Januari 2021, analis JPMorgan Chase pun telah mengeluarkan pernyataan bahwa nilai tukar bitcoin memiliki potensi untuk mencapai angka 130.000 dollar AS atau sekitar Rp 1,8 miliar.
Belum lagi, perusahaan mobil listrik Tesla juga telah mengumumkan akan menerima bitcoin sebagai alat pembayaran setelah beberapa waktu sebelumnya membeli bitcoin senilai 1,5 miliar dollar AS (Rp 21,8 triliun).
Akhir Maret lalu, Paypal juga mengumumkan layanan yang memungkinkan pengguna menggunakan aset kripto sebagai alat pembayaran.
Selain menjadi sinyal meluasnya penerimaan bitcoin dan aset kripto secara umum, kehadiran investor institusional ini juga mengundang sorotan dari regulator negara-negara di dunia.
Misalnya, pada akhir pekan lalu, bank sentral Turki melarang penggunaan aset kripto sebagai alat pembayaran dan melarang perusahaan negara itu untuk memproses transaksi yang melibatkan aset kripto.
Tekanan dari regulator lainnya, misalnya, adalah rencana pelarangan penambangan aset kripto di Provinsi Inner Mongolia, China, yang selama ini dikenal dengan tarif listriknya rendah karena batubaranya yang melimpah.
Reuters melaporkan bahwa pemerintah setempat berencana melarang operasi industri yang mengonsumsi energi besar untuk menekan konsumsi listriknya. Pemerintah Inner Mongolia mendapat kritik dari pemerintah pusat China setelah gagal memenuhi target konsumsi listrik untuk periode 2016-2019.
Chief investment strategist di perusahaan pengelola aset ERShares Eva Ados menilai ke depannya, bitcoin dan aset kripto pada umumnya akan kian disorot regulator. Ia memperingatkan investor untuk semakin berhati-hati untuk menanamkan dana di aset kripto. ”Sepertinya, pasar bitcoin akan semakin volatil ke depannya,” kata Ados kepada Bloomberg.
Bagi yang ingin memulai berinvestasi dengan aset kripto, Gabriel mengatakan hanya bitcoin yang disarankan untuk skema jangka panjang. Hal ini karena fundamental bitcoin yang memungkinkan peluang pertumbuhan nilai yang organik. Salah satunya karena bitcoin jumlahnya terbatas.
Saat ini, bitcoin yang ditambang sudah mencapai 18,7 juta BTC. Padahal, jaringan blockchain bitcoin telah dibatasi untuk memproduksi 21 juta BTC. Selain itu, secara periodik, kemampuan tambang untuk menghasilkan bitcoin akan terus berkurang.
Hal ini berbeda dengan dogecoin, misalnya, yang tidak memiliki batasan maksimal dan setiap hari tambang dogecoin menghasilkan jumlah koin yang besar, sekitar 14 juta koin.
Untuk mengurangi dampak volatilitas bitcoin, Gabriel menyarankan calon investor untuk menggunakan strategi investasi dollar cost averaging. Strategi ini dijalankan dengan cara membagikan dana investasi awal dalam suatu jangka waktu.