Tahu Pojok Magelang, Panggilan Rindu dalam Sepiring Kupat Tahu
Warung Tahu Pojok yang sudah berdiri sejak tahun 1942 memberi kenangan tersendiri bagi para pelanggannnya. Kenangan itulah yang selalu menarik banyak orang untuk mencicipi berulang kali.
Hidangan tahu kupat di warung makan Tahu Pojok, kawasan Alun-alun Kota Magelang, Jawa Tengah, Kamis (11/2/2021).Tidak sekadar kelezatan cita rasa yang selalu memanggil setiap pelanggan untuk mengulang pengalaman berwisata kuliner di Tahu Pojok Magelang di Jalan Tentara Pelajar, Kota Magelang, Jawa Tengah. Lebih dari itu, ada rekaman rindu yang teraduk-aduk dalam setiap sajian, racikan kupat tahu yang disajikan di sana.
Jangan meremehkan kekuatan dari kupat dan tahu, karena foto-foto pelanggan yang tergantung di dinding warung, menjadi penanda banyak orang senang bersantap di sana. Tidak sekadar sekali, rasa rindu untuk menikmati rasa yang sama, menarik sebagian orang untuk dua kali lebih datang kembali.
Salah satu yang melakukan kunjungan berulang itu adalah Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. Lima kali kedatangannya ditunjukkan dengan sejumlah foto SBY mengenakan baju berbeda-beda, dan sebagian terlihat fotonya bersama dengan almarhumah Nyonya Ani Yudhyono. Dua kali kunjungan dilakukan sebelum terpilih menjadi presiden, dan tiga kali kedatangan dilakukan setelah menjabat.
”Makan dari warung kami (Tahu Pojok), adalah bagian dari mengulang aktivitas yang juga sering dilakukannya saat masih menjadi taruna Akmil (Akademi Militer),” ujar Sri Kuntariati (62), pemilik warung Tahu Pojok.
SBY bukanlah satu-satunya pelanggan setia yang mengulang pengalaman makan di sana. Banyak orang lain melakukannya, bahkan mewariskan kebiasaan tersebut pada keturunannya.
”Sebagian pelanggan yang sebelumnya kami ketahui sebagai pelanggan baru dan belakangan baru kami tahu dia adalah atau cucu dari pelanggan lama yang di masa lalu sering ke warung kami (Tahu Pojok),” ujarnya.
Sejumlah orang tersebut sengaja mampir karena mendengar informasi tentang warung Tahu Pojok yang dahulu kerap disambangi oleh pendahulunya, dan sebagian lain memang ingin mengulang pengalaman masa kecilnya, yang sering diajak orangtua atau kakek-neneknya bersantap di sana.
Pengulangan kenangan ini bukan cerita bohong. Muharim Ananda (54), warga Semarang, mengatakan, dahulu, saat masih duduk di bangku SD, dia kerap diajak oleh ayahnya mampir mencicipi sajiah kupat tahu di warung Tahu Pojok. Kunjungan itu biasa dilakukan, ketika ayahnya yang bertugas sebagai personel tentara di Semarang, harus melakukan kunjungan kerja ke Yogyakarta.
Minggu (28/2/2021), untuk pertama kalinya, dia pun ingin kembali merasakan pengalaman kulinernya pada masa kecilnya tersebut.
”Sudah puluhan tahun lalu kemari dan saya ingin mampir kemari untuk memastikan cita rasanya masih sama atau sudah berubah,” ujarnya sembari tertawa.
Kedatangannya ke warung Tahu Pojok, dilakukan dalam perjalanannya pulang dari Yogyakarta ke Semarang. Jika dahulu hanya dilakukan bersama ayahnya, dalam kunjungannya kali ini, dia makan bersama dengan istri dan dua anaknya.
Dia pun lega ketika mengetahui tidak ada yang berubah. Perbedaan yang terjadi diciptakannya sendiri karena dahulu terbiasa makan tanpa cabai, dan sekarang memesan kupat tahu pedas.
Kupat tahu di warung Tahu Pojok juga menjadi bagian dari kenangan manis Mara Tilovasanti (41) bersama almarhum kakeknya. Semasa masih anak balita, Santi—demikian dia biasa disapa—kerap menikmati masa ”keemasan”, menjadi cucu pertama, yang kerap dibawa jalan-jalan ke mana-mana oleh kakeknya, termasuk, di antaranya singgah ke warung Tahu Pojok.
”Saya ingat sekali mbah kakung (kakek) biasanya memesan kupat tahu dengan cita rasa pedas, dan sering menambah bakwan goreng,” ujar warga Salatiga ini.
Baca juga: Kupat Tahu, Pengaruh Tionghoa yang Melegenda di Magelang
Tahun 1999, sang kakek meninggal. Namun, setiap kali melintasi Magelang, kenangan yang demikian lekat tersebut selalu menarik Santi untuk kembali mampir, sekadar mencicipi kupat tahu di warung Tahu Pojok.
Tidak hanya diwariskan di lingkup keluarga, kesukaan untuk bersantap kupat tahu di warung Tahu Pojok ini juga ”diwariskan” lintas generasi di Akmil. Redy Afriansah (21), salah seorang taruna yang sudah hampir tiga tahun menempuh pendidikan di Akmil, kupat tahu di warung Tahu Pojok adalah menu yang sudah kerap dibicarakan dan selalu direkomendasikan oleh kakak-kakak tingkatnya.
”Menu di sini (kupat tahu} adalah menu yang terbilang legend di Akmil,” ujarnya.
Oleh karena itulah dia bersama rekan-rekannya pun kerap memilih menu ini sebagai menu santap siang saat libur akhir pekan di hari Sabtu atau Minggu.
Sejarah berdiri
Menu kupat tahu dari Kupat Tahu Pojok ini sudah ada sejak masa penjajahan Jepang pada 1942. Dirintis oleh almarhum H Ahmad Setu Danuri, kuliner khas Magelang ini semula dijajakan dengan gerobak pikulan. Tidak pernah secara khusus memakai label kupat tahu Pojok, istilah ”pojok” seketika muncul karena gerobaknya memang sering mangkal di pojok Alun-alun Magelang, di dekat pohon beringin.
Tahun 1950, barulah almarhum Ahmad mendapatkan tempat di Jalan Tentara Pelajar, berdampingan dengan tempat penitipan sepeda, dan bersama kedai yang menjual berbagai barang. Dalam perkembangannya, pada masa sekarang, warung ini pun bertetangga dengan sejumlah toko dan kedai makanan lain, termasuk warung kupat tahu yang mengusung label berbeda.
Puluhan tahun dikelola oleh orangtuanya, sejak tahun 2013, setelah ayah dan ibunya meninggal, usaha warung ini pun berpindah dikelola oleh Kuntariati bersama 10 adiknya. Selain menu utama kupat tahu, sebagian adik-adiknya juga mendukung dengan membuat dan menjual aneka jajanan dan gorengan.
Sejak dahulu, menu kupat tahu yang menjadi andalan, selalu diracik dengan resep yang sama. Di setiap piring hidangan, cabai rawit merah dan bawang putih selalu diulek terlebih dahulu, dengan jumlah tertentu, sesuai dengan tingkat kepedasan yang diminta pelanggan. Setelah itu, tahu yang sudah digoreng, dipotong-potong bersama kupat. Potongan-potongan tersebut kemudian dicampur dengan potongan kol dan seledri segar, serta tauge yang sudah terlebih dahulu direbus.
Berbagai macam bahan pangan ini kemudian diguyur dengan ulekan kacang tanah yang baru digoreng, yang juga telah dipadukan dengan kecap buatan sendiri dan sedikit air.
Kuntariati mengatakan, tidak ada yang berubah dalam proses meracik menu ini, termasuk dalam hal mendatangkan bahan baku yang dipakai. Kupat dan tahu yang digunakan misalnya berasal dari produsen yang sama yang juga sudah menjadi langganan dari ayah ibunya.
”Sama seperti warung kami, usaha kupat dan tahu ini juga kami dapatkan dari usaha keluarga yang sudah dijalankan turun temurun,” ujarnya.
Kuntariati mengaku, pihaknya pun tidak ingin beralih ke produsen lain karena kupat dan tahu yang dipakai dinilainya istimewa. Untuk tahu saja, misalnya, berbeda dengan tahu yang dijual di pasar umum, lebih tebal dan lebih besar sehingga dijual dengan harga tiga kali lipat lebih mahal dari tahu di pasaran.
Keistimewaan lain dari kupat tahu di warung Tahu Pojok juga terletak pada produk kecap yang digunakan, yang benar-benar merupakan produk buatan keluarga sendiri. Berbeda dengan kecap pabrikan, kecap rumahan ini terbuat dari gula merah dan puluhan bumbu rempah. Karena memiliki tidak terlalu kental dan kaya bumbu, kecap ini pun menjadi bagian bumbu tak tergantikan.
Saat disajikan pada pelanggan, beragam bahan pangan dan guyuran bumbu kacang itu akan menjadi menjadi semacam ”gunung” kecil di atas piring, Wangi bawang goreng, kecap dan beragam bumbu yang dipakai akan menjadi memikat setiap pelanggan untuk menyendok dan mencicipi cita rasa gurih dan manis yang tersaji.
Per porsi kupat tahu untuk disantap di tempat atau di tempat yang dekat, dijual dengan harga Rp 14.000. Untuk dibawa sebagai bekal untuk perjalanan jauh, kupat tahu bisa kemas khusus dengan boks dan dilengkapi sendok garpu dan dijual dengan harga Rp 16.000.
Baca juga: Tauwa, Semangkuk Tawa Saat Pandemi
Sebelum pandemi, pada musim liburan Lebaran, kenangan masa lalu yang melekat akhirnya menyeret banyak pelanggan dari banyak tempat, dari berbagai penjuru Nusantara, kembali datang untuk mencicipi. Pada masa itulah, warung ini bisa menjual 200-400 porsi dalam sehari. Adapun hari biasa pada masa normal, sekitar 150 porsi kupat tahu terjual dalam sehari.
Kini, pandemi membuat angka penjualan merosot hingga 59 persen lebih. Namun, jangan ragu untuk datang mencicipi. Tidak hanya dari bahan-bahan yang dipakai, keistimewaan lain datang dari rangkuman kenangan yang teraduk-aduk di dalamnya. Memori rindu dalam sepiring kupat tahu.